Dara keluar dari kamar mandi dengan handuk membungkus rambutnya yang basah.
"Mas, bangun...!" Dara membangunkan Randy yang masih tertidur pulas."Em, masih ngantuk, sayang," gumam Randy, lalu membenamkan kembali wajahnya di bawah bantal."Memangnya mas gak ke kantor hari ini?" Tanya Dara, karena melihat suaminya yang malas-malasan untuk bangun."Ke kantor, Sayang. Tapi mas agak siangan aja deh berangkatnya, ngantuk banget," sahut Randy, lalu kembali memejamkan matanya.Hmm, baiklah. Dara melepaskan handuk yang sejak tadi membungkus rambut basahnya, dan menyisir rambutnya."Ya, udah. Aku mau ke bawah dulu," kata Dara, setelah ia sudah menyisir rambut basahnya."Hmm," gumam Randy.
Karena Randy meneruskan tidurnya kembali, Darapun memilih untuk ke dapur.Di dapur, Dara menemui Bik Surti yang sedang membuat sarapan untuk mereka."Bibik masak apa?" Tanya Dara."Eh, Non Dara. Ini Non, Bibik mau bikin sup ayam kesukaannya mas RSaat mobil melaju menuju rumah, suasana di dalamnya masih tenang. Baby Revan sudah tertidur nyenyak di pelukan Dara, mungkin kelelahan setelah imunisasi. Dara mengusap kepala bayi mereka dengan lembut, tatapannya penuh kasih sayang. Namun, di hatinya masih ada sedikit rasa cemas, meskipun imunisasi sudah selesai.Randy, yang sedang fokus mengemudi, sesekali melirik Dara dan Revan melalui kaca spion. “Kamu kelihatan masih tegang, Sayang. Apa yang kamu pikirkan?” tanya Randy, memecah keheningan.Dara menoleh, tersenyum lemah. "Aku masih memikirkan Revan. Takut dia demam nanti, atau rewel sepanjang malam," jawabnya jujur.Randy mengangguk, mengerti kekhawatiran istrinya. "Tenang saja. Kalau pun Revan demam, kita sudah siap obatnya. Lagi pula, aku di sini. Kita hadapi sama-sama, ya?" ucap Randy menenangkan.Dara menarik napas dalam, berusaha menenangkan pikirannya. “Iya, aku tahu. Cuma… aku selalu merasa khawatir kalau soal Revan. Dia anak pertama kita, Mas. Aku belum terbiasa,” ujarnya d
Pagi harinya, suasana rumah Randy dan Dara dipenuhi keceriaan. Sinar matahari menerobos tirai jendela, memberikan nuansa hangat di kamar mereka. Dara sedang menyiapkan keperluan Baby Revan untuk imunisasi hari ini. Di sisi lain, Randy tampak sedang berusaha menenangkan Revan yang rewel karena lapar."Mas, sudah siap? Revan sudah selesai mandi?" tanya Dara dari dalam kamar sambil memasukkan beberapa perlengkapan bayi ke dalam tas.Randy menoleh, menggoyang-goyangkan Revan yang berada di gendongannya. "Sudah, Sayang. Tapi dia sepertinya lapar lagi. Perlu disusui dulu, nih," jawab Randy dengan senyum sabar, lalu berjalan mendekati Dara yang sudah selesai merapikan barang-barang.Dara mengambil Revan dari pelukan Randy dengan lembut. "Iya, aku susui dulu sebentar ya. Setelah itu kita langsung berangkat," katanya, kemudian duduk di kursi dan mulai menyusui Revan.Randy berdiri di dekatnya, mengusap punggung Dara dengan lembut. "Ambil waktu saja, Sayang. Kita tidak perlu terburu-buru," ucap
Kehidupan di rumah Randy dan Dara kini berubah. Kelahiran bayi mereka, yang diberi nama Revan Aditya Pratama, membawa kegembiraan dan kesibukan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Kehadiran Revan benar-benar menjadi pusat dunia mereka, terutama bagi Dara yang kini menjalani peran baru sebagai seorang ibu.Pagi hari di rumah itu selalu dipenuhi dengan suara tangisan bayi. Dara terbangun lebih awal dari biasanya, menggendong Revan sambil menyusui. Matanya terlihat lelah, namun terpancar sinar kebahagiaan setiap kali melihat wajah mungil putranya.Randy juga tak kalah sibuk. Kini, sebelum berangkat kerja, ia rutin membantu Dara mempersiapkan segala kebutuhan bayi. Ia memastikan popok, baju, dan peralatan mandi Revan sudah siap. Meskipun pekerjaan di kantor semakin menumpuk, ia selalu menyempatkan diri untuk terlibat langsung dalam merawat anaknya.# Randy sedang menggendong Revan yang rewel karena sulit tidur. Ia berjalan mondar-mandir di ruang tamu sambil menggoyangkan badanny
Dua minggu berlalu sejak pertengkaran itu. Dara kini terlihat lebih ceria. Perutnya semakin membesar, dan ia merasakan bayi di dalam kandungannya semakin aktif. Setiap pagi, Randy tak pernah absen menemani istrinya berjalan-jalan keliling kompleks, meski kadang-kadang Dara terlihat lelah dan ingin tidur lebih lama. Namun, mereka tetap melakukannya demi kesehatan dan kelancaran proses kelahiran nanti.Pagi itu, Dara duduk di meja makan sambil menikmati sarapan bersama Bunda Ayu. Randy baru saja masuk ke dapur sambil mengenakan kemeja biru, siap berangkat ke kantor."Mas, nanti pulangnya cepat, ya," ucap Dara sambil menyuapkan roti ke mulutnya."Lho, emangnya kenapa?" tanya Randy sambil meraih segelas kopi."Aku mau ke dokter kandungan, kan ini udah bulan kesembilan. Kita harus periksa, mau tanya juga tentang proses lahirannya nanti," jawab Dara.Randy tersenyum. "Oh, iya, aku hampir lupa. Tenang aja, sayang, aku bakal pulang cepat, nanti kita langsung berangkat."Bunda Ayu yang duduk d
Dara berlari ke luar dari gedung kantor Randy. Saat ia akan menghentikan sebuah taksi yang lewat. Dari arah belakang Randy menarik tangannya."Lepas ….!" Teriak Dara, wajahnya terlihat merah."Tolong, jangan pergi, kamu sedang emosi! Beri aku waktu untuk menjelaskan semuanya!" Pinta Randy."Apa yang ingin kamu jelaskan? Aku sudah lihat dengan mata kepala aku sendiri perempuan murahan itu duduk di pangkuanku kamu, dan kamu sepertinya sangat menikmati," ucap Dara, ia mencoba menghempaskan tangan Randy yang masih menggenggam tangannya."Lepas ….!" pekik Dara saat Randy membawanya ke arah parkiran mobil, ia membuka pintunya dan menyuruh Dara untuk masuk."Gak, lepas, aku mau pulang sendiri!" Dara masih berusaha untuk melepaskan tangan suaminya dari lengannya.Randy yang sudah terlihat lelah dengan penolakan istrinya pun, memaksa Dara untuk segera masuk ke mobil. Apalagi terlihat beberapa karyawan melihat adegan drama rumah tangga tersebut. Ada yang berbisik-bisik dan juga ada yang menatap
Saat ini Randy tengah menatap istrinya yang sedang lahap memasukan satu persatu potongan buah mangga muda ke dalam mulutnya. Ia sendiri pun bergidik ngeri membayangkan rasa asam dari mangga tersebut."Enak?" tanya Randy."Hu'um, Mas mau?" tawar Dara, lalu Randy pun menggelengkan kepalanya dengan cepat."Gak, buat kamu aja!" sahut Randy sambil meringis."Yakin, gak mau? Ini enak lho, Mas!" "Gak, Sayang. Besok kamu pengen makan apalagi?" tanya Randy, seraya memeluk Dara dari belakang, lalu tangannya membelai lembut perut Dara yang kini sudah sedikit terlihat membuncit."Hmm, ya belum tau, Mas. Emangnya kenapa?" "Ya gapapa, biar Mas siap-siap aja nyariin apa yang kamu pengen," ucap Randy sambil terkekeh kecil."Oh, ya lihat aja besok!" "Kalo, emm, itu mau gak?" Bisik Randy di telinga Dara dengan nada menggoda. Tangan yang tadi membelai perut Dara pun kini sudah mulai naik merambat ke bagian dada istriny