Dara menikmati makan malamnya dengan perlahan, sesekali Dara mencuri pandang ke arah Randy yang yang sedang menikmati makan malamnya. Randy yang merasa seperti di perhatikan, mengulum senyum lalu mengedipkan mata kepada Dara yang terlihat sedang memperhatikannya, seketika saat itu juga Dara ingin menengelamkan wajahnya kesemak-semak. Dara yang merasa kikuk karena ketahuan sejak tadi mencuri-curi pamdang pada Randy pun langsung menyuap makanannya dengan cepat sampai tersedak-sedak.
Uhukk uhukk."Aduh, pelan-pelan dong, sayang makannya!" Kata Bunda.Dengan gerakan cepat Randy menyodorkan segelas air putih pada Dara.
Dara menerima gelas air tersebut dan langsung meneguk habis air putih tersebut, lalu ia merasakan ada yang mengusap-usap pungungnya, uh bisa-bisanya lelaki ini mencari kesempatan dalam kesempitan batin Dara, gak tau apa jantungnya serasa mau copot saat merasakan jemari Randy yang masih mengusap-usap pungungnya. Astaga, kalo saja tak mengingat kalau mereka saat ini berada di ruang makan dan di sana ada Ayah, Bunda beserta Oma ingin sekali rasa Dara mematahkan tangan Randy yang dengan lancangnya menyentuh punggungnya. Dara merasa wajahnya memanas, pasti sekarang mukanya kelihatan memerah. Dara merasa lega saat usapan tangan suaminya itu sudah tak terasa lagi. "Kalian ada rencana bulan madu ke mana?" Tiba-tiba Oma nyeletuk."Bulan madu?" Ucap Dara bingung."Iya, kalian inikan pengantin baru, ya pasti mau bulan madu dong." "Ah, Dara belum sempat mikir Oma mau kemana. Lagian aku sama mas Randy kan sama-sama sibuk kerja." Jawab Dara."Kamu ini gimana, sih. Harusnya kamu itu gak usah kerja. Mending di rumah aja belajar jadi istri yang baik, ngurus rumah, melayani suami dengan baik." Kata Oma."Ih, Oma gimana, sih. Rugi dong gelar Sarjana aku kalo aku cuma di rumah aja gak ngapa-ngapain." "Dara, Oma mu benar sebaiknya kamu di rumah saja tak perlu kerja." Timpak Ayah."Tapi Ayah tau sendirikan impian aku kerja di perusahaan itu sejak dulu. Dara gak mau berenti kerja. Enak aja Dara disuruh jadi ibu rumah tangga gak keren banget, deh, lagian mas Randy juga gak keberatan kok aku kerja, iya kan, Mas?" "Iya, saya terserah Dara saja Yah," sahut Randy."Sesekali kamu harus tegas Ran, saat menghadapi Dara." "Ayah apaan, sih. Orang mas Randynya juga gak apa-apa, kok." "Iya, tapi tugas istri itu di rumah, Nak. Melayani semua kebutuhan suami dan lainnya. Ayah gak mau karena kesibukanmu kerja kamu jadi melalaikan tugasmu sebagai istri." Ucap ayah dengan lembut sambil memandang wajah Dara yang cemberut."Loh, di rumahnya mas Randykan sudah ada pembantu ngapain juga mesti aku lagi yang ngurus ini itu." Jawab Dara dengan dongkol."Hah, ngomong sama kamu bikin ayah pusing aja. Tolong dimaklumi sikapnya Dara nak Randy, mungkin ayah sudah gagal mendidiknya." Ucap Ayah yang terlihat benar-benar pusing dengan sikap anaknya yang semaunya sendiri. Bunda menenangkan suaminya itu dengan mengusap-usap lengan ayah."Iya, Yah. Gak apa-apa. Ayah gak usah mikir macam-macam, biar ini jadi tugas Randy sebagai suami untuk menuntunnya, dan mendidik Dara." "Terima kasih, Nak Randy. Ayah percaya sama kamu." Ucap Ayah.Dara hanya mendengar percakapkan ayah dan menantu itu dengan wajah kesalnya. "Dara udah selesai." Dara bangkit dari kursinya dan hendak masuk ke kamar."Tunggu dulu, Dara!" Seru Oma."Apalagi, Oma. Dara ngantuk nih." Dara menghentakan kakinya dengan kesal."Dara, yang Sopan dengan Omamu!" Ucap Bunda."Iya, iya." Ucapnya lalu kembali mendaratkan pantatnya ke kursi."Oma punya hadiah buat kalian berdua." Oma memandang Dara lalu Randy."Hadiah apa, Oma?" Pekiknya dengan wajah berbinar, rasa kesal yang tadi Dara rasa entah menguap ke mana saat mendengar kata hadiah."Ck, kamu ini. Tadi aja mencak-mencak sama Oma." Gerutu Oma."Ya, Maaf. Hihi." Ucapnya lalu nyengir. Dara ini sifatnya mudah marah, tapi marahnya gak bertahan lama."Ayok, Oma. Cepatan apa hadiahnya?" Desak Dara tak sabaran.Randy hanya duduk diam menunggu hadiah apa yang akan oma berikan padanya dan Dara."Sabar, gak sabaran betul kamu ini." Omel Oma."Ya, makanya cepatan." Oma menyerahkan sebuah amplop berwarna coklat kehadapan Dara dan Randy. Dara memandang amplop tersebut, apaan sih omanya ini masa di kasih amplop doang, iya kira omanya akan memberinya hadiah tas mewah, perhiasan, rumah mewah."Ini apaan, Oma?" Dara menunjuk amplop coklat yang ada di depannya dengan bingung."Ck, hadiah buat kalian lah.makanya cepat di buka!" Perintah oma.Dara mengambil amplop coklat itu, dan membukanya. Dara mengeluarkan isi amplop tersebut."Tiket liburan ke Bali." Ucapnya pelan."Ya, Oma rasa kalian perlu melakukan honeymoon. Jadi Oma berniat untuk memberi kalian hadiah liburan ke sana." "Tapikan, Oma....!" "Gak ada tapi-tapian, besok pagi kalian harus berangkat ke sana.""Hah, besok yang benar aja Oma." "Kenapa, lebih cepatkan lebih baik. Lebih cepat juga kalian akan kasih Oma cicit." "Betul itu, Oma. Bunda juga sudah gak sabar mau nimang cucu." Timpal Bunda.Cucu dari hongkong, mana mau gue di ekhem ekhem sama dia, Dara melirik Randy yang ada di sampingnya."Terima kasih hadiahnya, Oma. Besok pagi kami akan berangkat ke Bali." Ucap Randy yang sedari tadi hanya diam.'Apa-apan sih ini orang main setuju aja, belum tentukan gue setuju mau ke Bali.'Dara mendekat dan membisikan sesuatu di telinga Randy."Aku belum bilang setuju mau berangkat ke sana, ya, jangan main langsung setuju aja, dong." Tekan Dara."Udah kamu diam, aja. Gak usah cerewet." Balas Randy.'Apa katanya, aku cerewet. Arggghh. Dasar Randy sialan.'Bersambung.
Saat mobil melaju menuju rumah, suasana di dalamnya masih tenang. Baby Revan sudah tertidur nyenyak di pelukan Dara, mungkin kelelahan setelah imunisasi. Dara mengusap kepala bayi mereka dengan lembut, tatapannya penuh kasih sayang. Namun, di hatinya masih ada sedikit rasa cemas, meskipun imunisasi sudah selesai.Randy, yang sedang fokus mengemudi, sesekali melirik Dara dan Revan melalui kaca spion. “Kamu kelihatan masih tegang, Sayang. Apa yang kamu pikirkan?” tanya Randy, memecah keheningan.Dara menoleh, tersenyum lemah. "Aku masih memikirkan Revan. Takut dia demam nanti, atau rewel sepanjang malam," jawabnya jujur.Randy mengangguk, mengerti kekhawatiran istrinya. "Tenang saja. Kalau pun Revan demam, kita sudah siap obatnya. Lagi pula, aku di sini. Kita hadapi sama-sama, ya?" ucap Randy menenangkan.Dara menarik napas dalam, berusaha menenangkan pikirannya. “Iya, aku tahu. Cuma… aku selalu merasa khawatir kalau soal Revan. Dia anak pertama kita, Mas. Aku belum terbiasa,” ujarnya d
Pagi harinya, suasana rumah Randy dan Dara dipenuhi keceriaan. Sinar matahari menerobos tirai jendela, memberikan nuansa hangat di kamar mereka. Dara sedang menyiapkan keperluan Baby Revan untuk imunisasi hari ini. Di sisi lain, Randy tampak sedang berusaha menenangkan Revan yang rewel karena lapar."Mas, sudah siap? Revan sudah selesai mandi?" tanya Dara dari dalam kamar sambil memasukkan beberapa perlengkapan bayi ke dalam tas.Randy menoleh, menggoyang-goyangkan Revan yang berada di gendongannya. "Sudah, Sayang. Tapi dia sepertinya lapar lagi. Perlu disusui dulu, nih," jawab Randy dengan senyum sabar, lalu berjalan mendekati Dara yang sudah selesai merapikan barang-barang.Dara mengambil Revan dari pelukan Randy dengan lembut. "Iya, aku susui dulu sebentar ya. Setelah itu kita langsung berangkat," katanya, kemudian duduk di kursi dan mulai menyusui Revan.Randy berdiri di dekatnya, mengusap punggung Dara dengan lembut. "Ambil waktu saja, Sayang. Kita tidak perlu terburu-buru," ucap
Kehidupan di rumah Randy dan Dara kini berubah. Kelahiran bayi mereka, yang diberi nama Revan Aditya Pratama, membawa kegembiraan dan kesibukan yang belum pernah mereka rasakan sebelumnya. Kehadiran Revan benar-benar menjadi pusat dunia mereka, terutama bagi Dara yang kini menjalani peran baru sebagai seorang ibu.Pagi hari di rumah itu selalu dipenuhi dengan suara tangisan bayi. Dara terbangun lebih awal dari biasanya, menggendong Revan sambil menyusui. Matanya terlihat lelah, namun terpancar sinar kebahagiaan setiap kali melihat wajah mungil putranya.Randy juga tak kalah sibuk. Kini, sebelum berangkat kerja, ia rutin membantu Dara mempersiapkan segala kebutuhan bayi. Ia memastikan popok, baju, dan peralatan mandi Revan sudah siap. Meskipun pekerjaan di kantor semakin menumpuk, ia selalu menyempatkan diri untuk terlibat langsung dalam merawat anaknya.# Randy sedang menggendong Revan yang rewel karena sulit tidur. Ia berjalan mondar-mandir di ruang tamu sambil menggoyangkan badanny
Dua minggu berlalu sejak pertengkaran itu. Dara kini terlihat lebih ceria. Perutnya semakin membesar, dan ia merasakan bayi di dalam kandungannya semakin aktif. Setiap pagi, Randy tak pernah absen menemani istrinya berjalan-jalan keliling kompleks, meski kadang-kadang Dara terlihat lelah dan ingin tidur lebih lama. Namun, mereka tetap melakukannya demi kesehatan dan kelancaran proses kelahiran nanti.Pagi itu, Dara duduk di meja makan sambil menikmati sarapan bersama Bunda Ayu. Randy baru saja masuk ke dapur sambil mengenakan kemeja biru, siap berangkat ke kantor."Mas, nanti pulangnya cepat, ya," ucap Dara sambil menyuapkan roti ke mulutnya."Lho, emangnya kenapa?" tanya Randy sambil meraih segelas kopi."Aku mau ke dokter kandungan, kan ini udah bulan kesembilan. Kita harus periksa, mau tanya juga tentang proses lahirannya nanti," jawab Dara.Randy tersenyum. "Oh, iya, aku hampir lupa. Tenang aja, sayang, aku bakal pulang cepat, nanti kita langsung berangkat."Bunda Ayu yang duduk d
Dara berlari ke luar dari gedung kantor Randy. Saat ia akan menghentikan sebuah taksi yang lewat. Dari arah belakang Randy menarik tangannya."Lepas ….!" Teriak Dara, wajahnya terlihat merah."Tolong, jangan pergi, kamu sedang emosi! Beri aku waktu untuk menjelaskan semuanya!" Pinta Randy."Apa yang ingin kamu jelaskan? Aku sudah lihat dengan mata kepala aku sendiri perempuan murahan itu duduk di pangkuanku kamu, dan kamu sepertinya sangat menikmati," ucap Dara, ia mencoba menghempaskan tangan Randy yang masih menggenggam tangannya."Lepas ….!" pekik Dara saat Randy membawanya ke arah parkiran mobil, ia membuka pintunya dan menyuruh Dara untuk masuk."Gak, lepas, aku mau pulang sendiri!" Dara masih berusaha untuk melepaskan tangan suaminya dari lengannya.Randy yang sudah terlihat lelah dengan penolakan istrinya pun, memaksa Dara untuk segera masuk ke mobil. Apalagi terlihat beberapa karyawan melihat adegan drama rumah tangga tersebut. Ada yang berbisik-bisik dan juga ada yang menatap
Saat ini Randy tengah menatap istrinya yang sedang lahap memasukan satu persatu potongan buah mangga muda ke dalam mulutnya. Ia sendiri pun bergidik ngeri membayangkan rasa asam dari mangga tersebut."Enak?" tanya Randy."Hu'um, Mas mau?" tawar Dara, lalu Randy pun menggelengkan kepalanya dengan cepat."Gak, buat kamu aja!" sahut Randy sambil meringis."Yakin, gak mau? Ini enak lho, Mas!" "Gak, Sayang. Besok kamu pengen makan apalagi?" tanya Randy, seraya memeluk Dara dari belakang, lalu tangannya membelai lembut perut Dara yang kini sudah sedikit terlihat membuncit."Hmm, ya belum tau, Mas. Emangnya kenapa?" "Ya gapapa, biar Mas siap-siap aja nyariin apa yang kamu pengen," ucap Randy sambil terkekeh kecil."Oh, ya lihat aja besok!" "Kalo, emm, itu mau gak?" Bisik Randy di telinga Dara dengan nada menggoda. Tangan yang tadi membelai perut Dara pun kini sudah mulai naik merambat ke bagian dada istriny