Celine bergegas masuk ke dalam restoran salah satu Hotel Bintang lima terkenal di kotanya.
Saat masuk dalam restoran, mata Celine mencari-cari sesuatu hingga dia menemukan sosok yang dicarinya sedang melambai ke arahnya. Celine bergegas mendekat ke arah wanita seumur dengannya yang melambai ke arahnya. "Maafkan aku, Lisa. Aku telat. Macet, sih." "Gak apa-apa, kok. Nih, aku sudah sediain minuman. Kamu kelihatan haus. Minum dulu, gih." Lisa menunjuk ke arah minuman di depannya. Lisa terlihat ingin sekali supaya Celine meminum minuman yang dia tunjuk itu. Celine mengabaikan kata-kata Lisa. Dia tidak meminum minuman itu. "Nanti, deh. Kamu mau curhat apa? Kamu kedengarannya putus asa saat nelpon aku." "Aku punya masalah rumit. Tapi, kamu minum dulu nih. Jangan khawatir, minuman ini gak ada sianida-nya." Celine tertawa mendengar kata-kata Lisa ini. Karena itu dia langsung meminum minuman yang disodorkan Lisa. "Ok." Celine mulai meminum minuman yang disodorkan Lisa. Sekalipun agak terasa aneh, tapi karena sedang haus setelah buru-buru datang menemui Lisa, maka Celine langsung menghabiskan minumannya. Lisa nampak memperhatikan betul saat Celine meminum minumannya hingga akhirnya tercipta senyuman licik di bibir Lisa. "Sebentar lagi, kehidupan sempurnamu akan berubah, Celine. Hehehe," batin Lisa sambil tertawa puas. "Kok malah ketawa?" tanya Celine. "Aku tadi khawatir banget loh sama kamu. Waktu di telpon, kamu terdengar menangis, sekarang, kamu ketawa." Lisa menghembuskan nafas berat. "Aku memang lagi sedih." "Why?" "Akhirnya aku berani menyatakan isi hatiku pada cowok yang aku sukai itu." "Terus?" tanya Celine penasaran. "Aku sudah ikuti nasehatmu untuk menemui dia dan bilang kekagumanku padanya." "Finally. Kapan?" "Dua malam yang lalu?" "Terus?" Celine mulai khawatir dengan ekspresi wajah aneh sahabatnya di kampus kuning ini. Lisa menggelengkan kepalanya sambil menghela nafas sedih. "Oh, maafkan aku, Lisa. Tapi, ini mungkin bukan akhir. Bisa saja dia masih ada pertimbangan lain sehingga dia belum menerimamu. Nanti ..." "Sudahlah, Celine. Kenyataannya sudah jelas. Dia menyukai wanita lain. Itulah dasar utama dia menolakku." Lisa menatap tajam ke arah Celine. "Masak, sih? Kukira tidak ada cowok di kampus kita yang bisa menolakmu. Kamu kan cantik banget. Lihat wajahmu. Lihat tubuhmu." "Kenyataannya, dia menolakku karena mencintaimu, bangsat!" batin Lisa sambil menatap dengan penuh kemarahan ke arah Celine. "Kamu kenapa? Kenapa menatapku kayak gitu?" Celine menatap Lisa dengan penuh tanda tanya. Dia seolah melihat kemarahan terpancar dari wajah Lisa. "Aku gak apa-apa. Aku cuma kurang enak badan," bohong Lisa. "Speaking of that. Aku juga merasa kurang enak badan, nih." Celine memegang dahinya. Tiba-tiba dia merasa pusing. Keringat dingin mulai mengalir di tubuhnya. "Hehehe. Obat itu mulai bekerja. Rasakan pembalasanku, Celine," batin Lisa sambil menunduk untuk menyembunyikan senyuman puasnya. Sementara itu, Celine masih berusaha untuk mengalahkan rasa pening yang semakin menguasai dirinya sehingga dia abaikan tawaran Lisa yang mau memberinya salad. ** Tidak jauh dari tempat itu, tepatnya di kamar hotel 818, di hotel yang sama dengan restoran tempat Celine dan Lisa berada, dua orang pria terlibat dalam pembicaraan. "Jadi, gimana Ton? Kamu mau curhat apa? Terus kenapa disini? Kenapa di kamar hotel, bukan di warung kopi?" tanya Jason kepada Tony, teman kerjanya. "Ini masalah pelik, Jason. Aku tidak mau bicara tentang ini di warung kopi, dimana ada telinga-telinga di sebelah kita," jawab Tony cepat. "Ok. Kalau gitu, aku dengarkan." Tony menyodorkan sebuah gelas minuman kepada Jason. "Minum dulu. Kamu pasti haus." "Ok." Jason mulai meminum minuman yang disodorkan Tony. Sekalipun agak terasa aneh, tapi karena sedang haus setelah buru-buru datang menemui Tony, maka Jason langsung menghabiskan minumannya. Senyuman licik langsung tercipta di bibir Tony, saat melihat Jason menghabiskan minumannya itu. "Hehehe. Kamu sudah masuk dalam perangkapku, Jason. Sebentar lagi, obat perangsang itu akan menguasaimu," batin Tony. "Jadi gimana, Ton? Kamu mau curhat tentang cewek atau pekerjaan?" tanya Jason setelah menghabiskan minumannya. "Dikit lagi, deh. Aku belum tahu mau mulai dari mana, tuh." "Ya udah. Aku berikan waktu padamu sambil aku lihat transaksi saham di Amerika. Ya?" "Ok." Jason mengeluarkan handphonenya untuk melihat pasar saham Amerika yang sedang berlangsung. Beberapa saat kemudian, Jason mulai memegang kepalanya. "Kepalaku pening. Ugh ... kenapa gini?" "Mungkin kamu kecapean, bos. Kamu tunggu di sini, ya? Aku keluar dulu buat nyuruh orang hotel buat beli obat sakit kepala." "Iya, Ton," jawab Jason sambil terus memegangi kepalanya. Tony keluar dari kamarnya dan menutup pintu kamar dari luar. Setelah berada di luar, Tony mengeluarkan handphonenya untuk menelpon Lisa. "Iya, Ton?" kata Lisa di ujung telpon. "Gimana temanmu itu?" "Beres, Ton." "Temanku juga sudah mulai kena. Aku buru-buru keluar supaya aku gak diserangnya karena orang yang dalam pengaruh obat perangsang, bisa nyerang siapapun kalo gak ada cewek di dekatnya." "Jadi gimana?" "Bawa temanmu itu kesini buat diterkam Jason. Jangan ditunda lagi. Semua kamera yang aku siapkan, sudah siap untuk merekam semuanya." "Ok, Ton. Bentar lagi aku dan dia ke atas." "Ok. Aku tunggu depan kamar." Setelah itu, Tony berjalan ke arah lift dan menunggu depan lift di lantai 8. Hingga akhirnya pintu lift terbuka dan keluarlah dua orang gadis dari sana. Mereka adalah Lisa dan Celine. Celine nampak memegangi kepalanya dan terus dipegangi oleh Lisa. Lisa dan Tony nampak saling tukar pandangan dengan senyuman licik di wajah mereka. "Kita mau kemana, Lisa?" tanya Celine dengan kepala berat. "Ke kamarku. Aku kan buka kamar di sini. Soalnya kondisimu gak memungkinkan untuk pulang," jawab Lisa sambil mengikuti langkah Tony yang sedang menuju ke sebuah kamar. "Tapi aku akan dicari orang tuaku, Lisa." "Nanti aku telpon mamamu. Pokoknya, kamu tenang aja. Ok?" "Iya deh." Saat ini Tony sudah sampai di depan sebuah pintu kamar. Dia lalu memberi isyarat kepada Lisa. Lisa langsung mengangguk. Kemudian saat Lisa melihat Tony membuka pintu kamar, dia langsung mendorong tubuh Celine ke dalam kamar sana. Setelah itu, pintu langsung ditutup dari luar oleh Tony yang langsung tertawa-tawa bersama Lisa. "Sebentar lagi, Celine si gadis alim dan cantik itu akan kehilangan gelar alimnya, saat video panasnya berader di kampus. Hihihi. Dan Reynold akan melihat video itu, akan membenci Celine dan menerima cintaku," kata Lisa sambil tertawa-tawa. "Ya. Dan Jason akan dipecat dari kantor dan gagal jadi suami Gladys dan menantu bos besarku, saat video panasnya diputar saat rapat besok pagi. Hehehe." Tony tertawa puas. Sementara itu, Celine yang sudah berada di dalam kamar, masih memegangi kepalanya saat Jason mulai mendekatinya. Jason menggeram. Yang dia tahu, saat ini ada nafsu yang menguasainya. Nafsu untuk bersama seorang gadis dan gadis yang masuk dalam kamar ini, segera menjadi sasarannya.Senyum James membeku di tempatnya, kaku seperti es, saat ia dalam hati mengutuk Selina karena timing-nya yang buruk. Namun, ia tak bisa mengambil risiko mengusirnya di depan begitu banyak mata yang mengawasi. Mengambil napas dalam-dalam, ia memaksakan senyum yang kaku di wajahnya. "Ah, kalian semua, kalian tidak tahu ini, tapi putri sulungku ini bisa sedikit keras kepala. Aku akui, ini salahku karena tidak memberitahunya lebih awal. Selina, bagaimana aku bisa melupakanmu? Ayo, mari kita masuk bersama."Katie memanfaatkan momen itu, melangkah maju dengan sikap tenang dan mulia. Nada suaranya dipenuhi rasa bersalah yang dibuat-buat. "Selina, bukankah kamu bilang tidak akan datang? Oh, nampaknya ada miss komunikasi di sini. Ini salahku,karena tidak bertanya dengan lebih hati-hati. Aku telah membuatmu merasa dizalimi."Para tamu di sekitarnya bertukar pandang, dengan cepat menyusun cerita yang terjadi.Sepertinya putri sulung keluarga Clark telah melempar tantrum dan menolak datang, han
Kalung Eternity of the Stars membawa kembali kenangan bagi Selina. Itu adalah kalung yang menakjubkan terbuat dari delapan belas safir berkualitas tinggi. Saat masih kecil, Selina menyukai barang-barang berkilau, jadi ibunya memberinya kalung Eternity of the Stars, berjanji bahwa kalung itu akan menjadi bagian dari mas kawinnya ketika dia dewasa.Sebelum dikirim ke pedesaan, Selina meninggalkan kalung Eternity of the Stars di bawah perawatan kakeknya."Apa maksud Natalia dengan itu?" Selina bertanya-tanya. Dia bahkan tidak merasa perlu menanyakan mengapa Katie dan putrinya berada di mansion tua itu. Menarik tangannya dari pegangan kakek Clark, dia bertanya dengan nada tenang, "Kakek, mengapa Natalia menanyakan tentang Kalung Kekekalan Bintang itu?"Kakek Clark gemetar sedikit, menghindari tatapannya. Dia tergagap, "Natalia... Dia akan menghadiri lelang amal malam ini. Keluarga telah mengatur agar dia mendonasikan kalung 'kekekalan bintang'..."Pikiran Selina kosong, suara berdengung m
Selina langsung merasa kesal dan terkejut dengan keberanian Jillian yang berani mengatakan hal yang begitu tidak tahu malu. Dengan tatapan serius, ia memandang Jillian dari ujung kepala hingga ujung kaki, lalu memasang ekspresi prihatin dan berkata, "Ibu Carter, saya tidak menyangka Anda begitu parah memukul kepala Anda kemarin hingga mulai bicara tidak jelas."Amarah Jillian meluap seketika mendengar ejekan Selina. "Omong kosong apa yang kau ucapkan? Typical dari orang desa yang tidak beradab, berani berbicara kasar kepada orang yang lebih tua!"Wajah Logan mendung saat tatapannya yang tajam tertuju pada Jillian. Saat ia hendak berbicara, Selina mendengus dengan nada setuju. "Kau benar. Datang dari desa, jelas aku tidak punya sopan santun sepertimu—seperti mendekati anak haram yang berselingkuh dengan iparnya dan senang memikirkan untuk menikahkannya ke keluargamu sebagai menantu."Jillian marah. Menunjuk jari ke Selina, dia berteriak, "Kamu hanya iri karena Natalia lebih baik dan le
James menatap Selina dengan raut wajah yang kesakitan, suaranya berat dengan kekecewaan. "Mengirimmu ke pedesaan selama bertahun-tahun benar-benar merusak karaktermu. Kau menjadi begitu kejam!"Katie, yang baru saja tiba, berlari mendekat dan mencoba menampar Selina. "Kau bajingan! Beraninya kau menyakiti putriku!"Selina dengan mudah menghindarinya, wajahnya tetap tenang. Dia sudah lama tahu bahwa tak peduli apa yang dilakukan Natalia, maka James, Katie, dan Ryan akan selalu mempercayai dan melindunginya tanpa syarat. Reaksi bias mereka kini tak lagi mengganggunya.Selina tertawa dingin. "Menyakiti putrimu? Katie, segala hal yang Natalia ketahui tentang intrik, pasti dia pelajari darimu. Bagaimana ibu, begitu juga anaknya!"Dengan itu, Selina mengeluarkan ponselnya dan memutar video untuk semua orang melihat. Rekaman tersebut menunjukkan Natalia bertemu dengan pria yang menyebabkan keributan di pesta pertunangan. Mereka duduk di kafe, rekaman pengawasan menangkap setiap detail. Mes
Wajah Selina semakin memerah saat ia berusaha menutup pintu dengan terburu-buru. "Maaf! Aku tidak bermaksud begitu!"Setelah pintu tertutup dan pandangannya terhalang, rasa panas di pipinya mulai mereda, dan rasa tidak nyaman mulai menyelimuti dirinya.Mengapa Logan ada di kamar mandinya?Selina melihat sekeliling ruangan. Warna netral putih dan abu-abu, dikombinasikan dengan dekorasi minimalis, memberi kesan seperti kamar tamu—atau setidaknya itulah yang dia kira. Mungkinkah dia secara tidak sengaja memilih kamar Logan?Sebelum dia bisa memahaminya, pintu kamar mandi terbuka. Logan keluar, rambutnya yang basah menetes sedikit dan tubuhnya masih telanjang.Selina menggenggam tangannya erat-erat untuk menghindari memandang ke arah lain dan bertanya dengan ragu, "Tuan Reid, ini... ini bukan kamar Anda, kan?"Bibir Logan melengkung menjadi senyuman tipis yang menggoda. "Aku pikir istriku akan tahu. Lagi pula, tidak sembarang orang boleh tidur di tempat tidurku."Sebersit frustrasi melint
Logan mengangkat alisnya dan menjawab dengan tenang, "Nona Clark, apakah Anda bercanda dengan saya?"Selina menggelengkan kepalanya dengan tenang, meskipun tangannya yang berada di samping tubuhnya mengepal tanpa sadar, khawatir dia akan menolaknya."Saya tidak bercanda. Saya serius," katanya, mata jernih dan bersinarnya tertuju pada Logan, berusaha menyampaikan kesungguhannya.Logan diam sejenak, memikirkan perjodohan yang menjengkelkan dalam keluarganya, dan melihat wanita ceroboh di depannya, mungkin pernikahan cepat adalah ide yang bagus.Kemudian Logan berdiri, tubuh tingginya memancarkan rasa otoritas yang tak terbantahkan. Selina tiba-tiba menyadari pria di depannya kemungkinan tinggi lebih dari enam kaki, dan dia secara insting mundur dua langkah.Tepat saat dia hendak berbicara lagi, Logan memecah keheningan dengan suaranya yang dalam dan memikat. "Saya menerima proposal itu, Nona Clark."Selina berkedip, terkejut sejenak, sebelum gelombang kejutan dan kegembiraan menyapu dir