Share

Hari Pertama Latihan

Author: OhmyTwizz
last update Last Updated: 2025-08-18 05:12:33

Di lembah Artha, fajar tidak pernah benar-benar datang—hanya kabut abu-abu yang menebal, lalu meredup lagi. Namun di dalam kubah tanah liat, cahaya emas di dada Long Yichen tetap berdenyut, menandakan fragmen pertama telah aktif. Bayi itu kini mampu menggerakkan tangan dan kaki dengan kekuatan yang tidak lazim: ketika ia menendang udara, hembusan angin keluar dari telapak kakinya, menumbangkan botol kosong di sudut ruangan.

Granny Mei melihat ke arah Lin Hu, Mei Xue, dan Kael. “Tiga hari. Hari pertama: stabilitas. Hari kedua: mobilitas. Hari ketiga: resonansi fragmen. Kita mulai.”

Hari pertama: stabilitas.

Latihan stabilisasi inti jiwa dilakukan di tepi jurang batu tajam. Granny Mei menempatkan Long Yichen di atas batu rune datar sebesar piring. Jika bayi itu menangis, rune akan menyerap getaran dan menjatuhkannya ke jurang—hanya beberapa meter, cukup untuk membangunkan naluri terbang naga. Jika ia tenang, rune akan menebalkan, memperkuat fragmen.

Pertama, bayi itu menangis. Jurang bergema. Namun di tengah tangis, cahaya emas di dadanya berkedip, membentuk lapisan udara tipis seperti balon. Long Yichen melayang selama tiga detik—lalu jatuh pelan kembali ke batu. Granny Mei tersenyum. “Bagus. Lapisan pelindung otomatis aktif. Hari pertama selesai.”

Hari kedua: mobilitas.

Tujuan: membuat bayi yang baru berusia tiga hari bisa berjalan lima langkah tanpa jatuh.

Tempat latihan: dataran batu retak yang dipenuhi rune kuno. Setiap rune akan muncul di bawah kaki Long Yichen ketika ia melangkah. Jika rune tidak menyala, batu akan runtuh.

Lin Hu berlutut di ujung dataran, menggenggam mainan bulu burung hitam—hadiah yang biasa digunakan untuk melatih anak serigala. Ia mengayunkan mainan itu ke kiri dan ke kanan, mencoba menarik perhatian Long Yichen. Mei Xue berdiri di sisi kanan, siap menangkap jika bayi itu jatuh. Kael memegang tongkat berisi racun penenang—untuk memastikan bayi tidak menangis terlalu keras, sehingga rune tetap stabil.

Long Yichen menatap mainan itu, matanya merah berbinar. Ia mengangkat tangan kecil—lalu menendang udara. Tubuhnya melompat maju satu langkah. Rune di bawah kakinya menyala hijau. Batu tetap kokoh.

Langkah kedua. Rune menyala kuning.

Ketiga. Merah.

Keempat. Ungu.

Kelima. Emas.

Ketika kaki terakhir menyentuh tanah, seluruh dataran batu bersinar. Cahaya emas membentuk silinder kecil di sekitar Long Yichen—seolah batu-batu itu memberikan hormat. Bayi itu tertawa kecil, suaranya seperti denting lonceng kristal yang jatuh di atas marmer.

Lin Hu melemparkan mainan itu ke udara. Long Yichen menendang lagi—dan kali ini, tanpa sengaja, ia memecahkan mainan itu menjadi serpihan bulu yang melayang seperti salju.

Mei Xue menatap serpihan itu. “Dia baru berusia tiga hari, dan sudah bisa memecahkan benda dengan tendangan udara.”

Granny Mei tersenyum. “Hari kedua selesai.”

Hari ketiga: resonansi fragmen.

Tujuan: membangkitkan fragmen kedua—fragmen yang bersembunyi di darah bayi, namun tertutup oleh trauma kematian di surga.

Tempat: Gua Rune Tua, tiga kilometer di bawah lembah. Gua itu dipenuhi stalaktit kristal yang menyala redup. Di tengah gua, terdapat kolam darah kristal—darah naga yang terperangkap selama ribuan tahun, membeku namun tetap berdenyut.

Granny Mei membawa Long Yichen ke tepi kolam. Ia meneteskan tiga tetes darah bayi ke dalam kolam. Darah itu tidak tercampur, melainkan membentuk pola naga yang melingkar. Kristal stalaktit mulai bergetar, mengeluarkan suara seperti nyanyian wanita yang berduka.

Lin Hu, Mei Xue, dan Kael berdiri di luar lingkaran, siap menangkap jika bayi itu terguncang terlalu keras. Granny Mei menempatkan Long Yichen di atas batu rune di tengah kolam. Ia mulai melantunkan mantra kedua—lebih dalam, lebih gelap, lebih lama. Mantra itu berbunyi seperti guntur yang terperangkap dalam gua.

Tiba-tiba, kolam darah kristal mulai mendidih. Darah kristal naik, membentuk silinder merah di sekitar Long Yichen. Di dalam silinder, bayi itu menatap kosong—seolah melihat kenangan yang tidak dimilikinya.

Kilas balik:

Wajah seorang wanita berseragam emas—kakak tertuanya, Xue Lian—menatapnya dengan mata berlinang air mata. “Maaf, adikku. Tapi surga tidak butuh Kaisar yang punya masa lalu.”

Pedang putih menembus dadanya. Darah emas menyembur.

Formasi Segi Tujuh menyala. Tubuhnya hancur. Namun sebelum kegelapan menyelubungi, ia sempat melihat tujuh sosok berdiri di atas pilar cahaya—menatapnya dengan tatapan kosong.

Bayi itu menangis. Tangisan itu kali ini tidak seperti raungan naga, melainkan tangisan manusia yang baru saja kehilangan segalanya. Darah kristal yang naik tadi turun kembali, masuk ke dalam tubuh bayi. Di dada bayi, cahaya emas tadi kini berubah menjadi dua cahaya—cahaya pertama tetap di dada, cahaya kedua muncul di telapak tangan kanan, membentuk rune kecil berbentuk pedang.

Granny Mei menatap rune itu. “Fragmen kedua. Inginan: untuk memegang pedang kembali.”

Di luar gua, Fang Yu dan lima rekannya menatap langit. Mereka bisa merasakan getaran kedua yang baru saja terjadi. Cahaya di tangan kanan Long Yichen—meski tersembunyi di dalam gua—terasa seperti jarum yang menusuk jauh ke surga.

Fang Yu mengangkat tangan. “Pemangsa Jiwa akan tiba malam ini.”

Salah satu rekannya—pria berpostur kecil—menggerutu. “Kita tunggu di sini?”

Fang Yu menggeleng. “Kita buat perangkap. Kita tunggu di jalan menuju gua. Kita pastikan bahwa Long Yichen tidak akan pernah keluar hidup-hidup.”

Di langit, asap hitam membentuk wajah naga yang menatap ke bawah—seolah mengingatkan dunia bahwa fragmen kedua baru saja bangkit, dan kali ini tidak akan ada ampun.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang   Pintu Api Menuju Surga Ke -4

    Rawa selatan, 10:35. Kabut pagi sudah hilang, tapi cahaya MERAH dari mercusuar surga ke-3 masih menyala terang, mengejar rombongan yang bergerak cepat di tepi kanal. Long Yichen di pangkuan Granny Mei, mahkota putih hitam emas unggu di dadanya berkilat seperti takhta penuh, seolah matahari, malam, dan ungu bergabung dalam satu cahaya. Di belakang mereka, suara dentangan genderang perang menggelegar, menandakan: pasukan surga ke-3 sudah bergerak, mengejar, menyiapkan pedang, menyiapkan api, untuk pertempuran terakhir.Target: naik ke surga ke-4, menuju Istana Api, menuju fragmen kesebelas, menuju pengkhianat terakhir: Dewi Surga ibu kandungnya sendiri yang kini telah menyerah tapi masih menunggu untuk dimaafkan atau untuk dihancurkan total.Jalur: naik tangga api merah lewat Pintu Api menuju Dataran Api surga ke-4 lalu ke Istana Api yang tersimpan fragmen kesebelas: kristal api merah sebesar telur, berdenyut seperti jantung api, dikelilingi formasi “Tujuh Langit Terkunci” level 10, da

  • Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang   Ibu yang Menunggu di Takhta Retak

    Puncak Tangga Nama surga ke-3. Kabut ungu menyelimuti dataran batu giok putih. Di tengah dataran: Dewi Surga berdiri tegak, berjubah ungu tua bermahkota kristal, mata rubi merah berkilat, tangan menggenggam tongkat rune “Tujuh Langit Terkunci” level 9, berdenyut seperti jantung malam. Di belakangnya: Istana Kaca putih transparan, berkilat seperti es, di dalamnya fragmen kesebelas: kristal ungu tua sebesar telur, berdenyut seperti jantung malam, menunggu untuk diambil atau untuk menghancurkan yang mengambil.Di depan istana: Long Yichen berdiri tegak, kaki kecil menapak batu giok, mahkota hitam emas di dadanya berkilat seperti matahari dan malam bergabung. Di belakangnya: Granny Mei, Lin Hu, Mei Xue, Kael berlutut setengah, menatap ibu, seolah menatap takhta yang baru saja retak dan siap untuk diruntuhkan atau untuk dimaafkan.Angin surga ke-3 berhembus pelan, membawa aroma bunga surga yang tidak pernah tumbuh di dunia manusia, tapi juga membawa aroma darah yang pernah menetes di anak

  • Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang   Api Merah di Pintu Surga Ke -3

    Rawa selatan, 10:40. Kabut pagi mulai surut, tapi cahaya MERAH dari mercusuar menyala terang, mengejar rombongan yang bergerak cepat di tepi kanal. Long Yichen di pangkuan Granny Mei, mahkota putih hitam emas di dadanya berkilat seperti matahari dan malam bergabung. Di belakang mereka, suara dentangan genderang perang menggelegar, menandakan: pasukan surga ke-2 sudah bergerak, mengejar, menyiapkan pedang, menyiapkan api.Target: naik ke surga ke-3, menuju Istana Ibu, menuju fragmen kesebelas, menuju pengkhianat terakhir: Dewi Surga ibu kandungnya sendiri.Jalur: naik tangga angin putih lewat Pintu Angin Hitam menuju Dataran Nama surga ke-3 lalu ke Istana Ibu yang tersimpan fragmen kesebelas: kristal ungu tua sebesar telur, berdenyut seperti jantung malam, dikelilingi formasi “Tujuh Langit Terkunci” level 9, dan dijaga oleh “Tawanan Nama” naga ungu tua level 9, mata rubi merah, tertidur tapi siap bangun jika nama asli terucap.Waktu: 4 jam – sebelum matahari tenggelam sebelum mercusu

  • Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang   Ruang Bawah Tanah Mercusuar

    Dalam mercusuar besar “天”, 10:05. Pintu batu giok tertutup rapat di belakang Granny Mei, menahan suara derap pasukan di luar. Di ruang bawah tanah mercusuar, lorong batu hitam menyempit, lampu kristal merah berkedip pelan, memantalkan bayangan rombongan yang bergerak cepat. Granny Mei membawa Long Yichen di gendongan, mahkota hitam emas di dadanya redup tertutup kain, tapi denyutnya terasa seperti detak jantung kesepuluh yang baru saja lahir.Di depan mereka: pintu rune besar bertuliskan (Tian Lao – Penjara Langit), dikunci rune “Tujuh Langit Terkunci” level 7, hanya bisa dibuka dengan “izin keluar” bertanda tangan Dewan Surga – yang kini ada di tangan Granny Mei. Di belakang pintu: Ruang Tertutup Lantai B-3, tempat fragmen kesepuluh: kristal hitam sebesar kelereng, berdenyut seperti jantung malam, dikelilingi lingkaran rune “Tujuh Langit Terkunci” penuh, dan dijaga oleh “Tawanan Nama” – naga batu hitam level 7, mata rubi merah, tertidur tapi siap bangun jika nama asli terucap.Rencan

  • Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang   Mercusuar yang Menangis Antara Dua Nama

    Puncak Tangga Nama, 09:55. Kabut putih menyelimuti mercusuar besar “天” yang berdenyut seperti jantung raksasa. Di depan pintu masuk batu giok putih lebar dua kelompok berdiri saling menatap seperti dua bayang bayang yang baru saja bangkit dari kenangan yang sama.Di kiri Long Yichen, bayi 9 hari, mahkota hitam emas di dadanya tertutup kain tapi denyutnya terasa seperti jantung kesembilan yang baru saja mengalahkan pedang. Di belakangnya Granny Mei, Lin Hu, Mei Xue, Kael berdiri tegak seperti tembok yang baru saja dibangun dari kenangan yang hilang.Di kanan Xue Lian, pedang Tian Qiong retak di tangan, mata dingin seperti es abadi tapi di dalamnya terdapat air mata yang tidak pernah jatuh. Di belakangnya Fang Yu, tongkat rune hampir habis, tapi tangan masih menggenggam racun terakhir seperti bayangan yang tidak pernah bisa dilepaskan.Di tengah mercusuar “天” berdenyut menunggu seperti menunggu dua nama yang baru saja kembali dan hanya satu yang akan masuk.Aturan surga hanya satu kelom

  • Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang   Seribu Anak Tangga Menangis

    Dataran Nama, 08:35. Tangga emas seribu anak tangga berdenyut di bawah kaki Long Yichen, setiap pijakan memantulkan wajah bayi dan bayangan laki laki dewasa berseragam putih yang pedangnya retak. Di anak tangga ke tiga belas batu menangis, air mata biru meleleh, membentuk bintik yang berkilat seperti permata. Di anak tangga ke sembilan ratus sembilan puluh sembilan Xue Lian berlutut, pedang Tian Qiong yang kini hancur berkeping di tanah, matanya merah karena air mata bukan darah.Granny Mei berjalan di belakang bayi, napasnya teratur, tangan siap menangkap jika tangga goyang. Lin Hu, Mei Xue, Kael mengawasi kanan kiri, waspada terhadap singa emas yang mulai bergerak. Mercusuar besar di puncak berdenyut seperti jantung raksasa yang menunggu kepulangan.Setiap seratus anak tangga, Pijakan Nama muncul. Di pijakan ke seratus kilas balik muncul: Xue Feng remaja tersenyum pada kakaknya, tapi mata kakaknya kosong. Di pijakan ke dua ratus kilas balik: Xue Feng menatap ibunya di puncak, ibu m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status