Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang

Surga yang Berdarah : Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang

last updateLast Updated : 2025-09-10
By:  OhmyTwizzUpdated just now
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel18goodnovel
Not enough ratings
9Chapters
5views
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Surga yang Berdarah: Reinkarnasi Sang Kaisar Terbuang Di puncak Alam Sembilan Surga, Kaisar Langit Xue Feng pernah menjadi lambang keadilan—hingga pedang saudara-saudaranya sendiri menikam punggungnya. Dalam satu malam penuh darah dan api, surga yang harusnya suci runtuh; kepercayaan, persaudaraan, bahkan namanya sendiri dihapus dari sejarah. Sebelum napas terakhirnya padam, ia bersumpah: “Surga yang meneteskan darahku akan kembali menjerit dalam api dendam.” Namun kematian hanyalah gerbang baru. Arwah Xue Feng terperangkap di Alam Tiga Sunyi—dimensi terlarang tempat jiwa-jiwa pemberontak dibekukan selamanya—hingga kepingan Inti Jiwa yang tersebar memberinya kesempatan kedua. Ia bereinkarnasi sebagai Long Yichen, siluman naga hitam terbuang di dunia paling rendah, tanpa ingatan, tanpa kekuatan, hanya membawa luka emosional yang tak bisa dipadamkan. Dengan setiap fragmen Inti Jiwa yang ia kumpulkan kembali, Long Yichen mengingat pengkhianatan yang lebih keji: tujuh saudara kandungnya kini memegang tahta tujuh surga, sedangkan ibu kandungnya—yang tak pernah ia kenal—menjadi otak di balik rencana pemusnahannya. Menyelinap dari surga ke surga, ia harus memilih: apakah dia akan membalaskan dendam seribu kali lipat, ataukah menembus rahasia keberadaannya sendiri dan menyelamatkan surga yang kini dipenuhi darah? Perjalanan balas dendam ini bukan hanya tentang kekuasaan, melainkan tentang siapa yang berhak menentukan takdir langit. Karena mati adalah anugerah, tetapi tetap hidup dalam kenangan kebencian adalah kutuk yang harus dipecahkan… sebelum seluruh Alam Sembilan Surga benar-benar tenggelam dalam surga yang berdarah.

View More

Chapter 1

Surga yang Terbakar

Darah tidak pernah seharusnya menetes dari langit ke-9.

Namun malam itu, awan putih yang biasanya berkilau bagai mutiara tiba-tiba memerah—seperti gumpalan daging segar yang dipotong di atas piring marmer surgawi. Tetesan merah—bukan merah biasa, melainkan cairan emas bercampur merah delima—jatuh satu per satu, membasahi lantai Istana Tian Qiong yang sejak dulu dijaga oleh seribu patung iblis giok. Di bawah kaki para dewa, marmer putih mulai menyerap warna darah, sehingga bebatuan itu menyerupai jantung yang baru saja dicabut dari dada makhluk raksasa.

Xue Feng berdiri di puncak tangga seribu anak tangga. Di depannya, sungai cahaya biasanya mengalir tenang, menandakan kedamaian Sembilan Surga. Kini sungai itu mendidih, gelembung-gelembung cahaya meletus seperti kaca yang dilempar ke dalam api. Udara berubah panas, menusuk kulit, seolah matahari sendiri menurunkan suhu tubuhnya ke dalam ruangan. Napas Xue Feng terasa berat; setiap hembusan keluar berupa kristal emas kecil yang segera menguap di udara.

Di belakangnya, pintu gerbang utama istana terbuka lebar. Tujuh sosok berseragam emas mengeluarinya. Jubah mereka berkibar tanpa angin, dijahit benang merah yang kini berubah gelap—bukan karena malam, melainkan karena darah. Keenam pria dan satu wanita itu memegang pedang surgawi yang kini menerangi wajah mereka dengan cahaya putih yang terlalu terang—cahaya yang biasanya menyembuhkan, kini terasa seperti sengatan maut.

“Kalian…” suara Xue Feng keluar pelan, hampir berbisik, tapi menggema di seluruh ruangan luas. “Kalian datang menemuiku dengan pedang terhunus?”

Tidak ada jawaban langsung. Wanita di tengah—kakak tertuanya, Xue Lian—mengangkat wajahnya. Matanya yang biasanya lembut kini menatap kosong, seolah menatap ke arah Xue Feng tetapi tidak benar-benar melihat adiknya. Bibirnya bergerak pelan. “Kau terlalu kuat, Feng’er.” Nada datar, tanpa emosi. “Dan kau mulai bertanya-tanya dari mana asalmu. Surga tidak butuh Kaisar yang punya masa lalu.”

Xue Feng tertawa kecil. Suara tawanya bergema, penuh ironi. “Maka kalian datang untuk menghapus masa laluku?”

Keenam pria di belakang Xue Lian mengangkat pedang mereka serentak. Cahaya tujuh pedang menyatu, membentuk formasi Segi Tujuh Surgawi—formasi legendaris yang hanya digunakan sekali dalam sejarah kosmos, untuk memusnahkan makhluk yang dianggap mengancan keberadaan Sembilan Surga itu sendiri. Cahaya putih menyilaukan melesat turun, membentuk lingkaran di sekitar kaki Xue Feng. Setiap batu marmer yang terkena cahaya langsung retak, mengeluarkan asap hitam berbau belerang.

Xue Feng mengangkat tangan. Darah emas mengalir dari sisi tubuhnya yang terluka—luka yang tidak terlihat, namun terasa seperti pedang tajam menusuk tulang belakangnya. Darah itu menebalkan di udara, membentuk rune kuno berbentuk naga. Naga itu melingkar di sekitarnya, menatap tujuh pembunuh dengan mata merah menyala.

“Kalau begitu,” katanya, suaranya kini lebih tenang, “biarlah darah ini menetes di seluruh surga.”

Formasi Segi Tujuh menyala lebih terang. Cahaya putih menyatu menjadi pilar yang menembus langit-langit istana. Langit-langit marmer putih yang diukir relief iblis dan dewa langsung meleleh, menetes seperti lilin di atas api. Pilar cahaya menurunkan tekanan ke seluruh ruangan—sehingga patung-patung giok di sekitar istana retak satu per satu, hancur menjadi debu.

Xue Feng merasakan tulangnya retak. Darah emasnya keluar dari luar tubuh, membentuk lapisan pelindung yang rapuh. Namun cahaya formasi terlalu kuat. Ia merasakan jiwanya terbelah—seperti kertas yang direnggut angin—menjadi delapan kepingan kecil yang segera terbang menjauh, melintas lorong waktu dan ruang. Sebelum kegelapan menyelubungi penglihatannya, ia sempat melihat wajah sang kakak—dan untuk pertama kalinya, ia melihat sesuatu yang menyerupai air mata di sudut mata wanita itu.

Ketika cahaya reda, tubuh Kaisar Langit Xue Feng runtuh. Matanya masih terbuka, memandang langit yang kini benar-benar merah. Darahnya menetes, menempel di marmer, membentuk pola naga yang melingkar—seolah menandai bahwa kutukan baru saja lahir.

Alam Tiga Sunyi tidak memiliki langit. Tidak memiliki tanah. Hanya kehampaan hitam yang dipenuhi titik-titik cahaya dingin—fragmen jiwa para makhluk yang dihapuskan dari siklus reinkarnasi. Di tengah kehampaan, Xue Feng mengambang. Tubuhnya transparan, seperti bayangan. Ia mencoba bergerak, tapi tidak ada kaki yang melangkah. Ia mencoba berteriak, tapi tidak ada suara yang keluar.

Di kejauhan, ia melihat cahaya merah muda—seperti jantung yang berdenyut pelan. Cahaya itu mendekat, membentuk sosok wanita berpakaian putih, wajahnya buram, seolah terbuat dari kabut.

“Kau masih ingin hidup?” tanya wanita itu. Suaranya tidak datang dari telinga, melangsung langsung ke dalam jiwa Xue Feng.

Xue Feng menatapnya. “Aku ingin… balas dendam.”

“Dendam akan memakanmu.”

“Aku sudah dimakan.”

Wanita itu mengangkat tangan. Cahaya merah muda menebalkan, membentuk spiral yang menyerupai cawan surgawi terbalik. “Maka kuberi kau satu kesempatan. Tapi ingat: setiap fragmen jiwamu yang hilang akan kembali sebagai kutukan. Kau akan melupakan siapa dirimu… sampai kau menemukan kembali seluruh dirimu.”

Spiral cahaya menelan Xue Feng. Kegelapan pecah. Ia merasakan dirinya terjatuh—jatuh—jatuh—melewati lapisan langit yang satu per satu memudar, melewati dunia yang tidak pernah ia kenal, melewati api yang tidak terlihat namun terasa membakar kulitnya.

Dunia bawah tidak pernah melihat matahari. Di lembah asap hitam, seekor telur naga berukuran sebesar rumah terletak di tengah lingkaran batu rune kuno. Telur itu retak pelan-pelan. Dari dalam, darah emas mengalir—darah yang sama persis dengan darah di Istana Tian Qiong—membentuk pola naga yang melingkar di sekitar telur.

Bayi menangis. Tangisan itu tidak seperti tangisan bayi biasa—lebih seperti raungan naga yang terluka, bergema di seluruh lembah. Darah emas mengalir lebih deras, membasahi tanah, sehingga tanah hitam itu menyerupai permukaan laut cairan emas.

Seorang wanita tua berjubah sobek berlutut di samping telur. Matanya buta, tapi ia tahu. “Akhirnya… kau kembali, Dewa Naga yang Terbuang.”

Di langit—kalau bisa disebut langit—awan merah tiba-tiba menebalkan. Darah menetes lagi, kali ini bukan dari surga, melainkan dari retakan langit dunia bawah. Dan di tempat itu, kisah baru dimulai—kisah tentang seorang kaisar terbuang yang akan membuat seluruh surga menetes darah untuk kedua kalinya.

***

Di kejauhan, tujuh cahaya emas menyelinap turun dari celah langit dunia bawah. Mereka bergerak cepat, memburu bayi yang baru lahir—seolah mereka tahu bahwa kutukan baru saja bangkit, dan kali ini tidak akan ada ampun.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

More Chapters

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

No Comments
9 Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status