"Mas tidak mau bercerai denganmu, Sis. Mas juga nggak bisa menceraikan Nabila begitu saja....." Ilham menjeda ucapannya sebelum melanjutkan kembali, sedangkan Siska hanya terdiam tanpa melihatnya sedikit pun.
"Mas udah terlanjur janji sama pak kyai buat jagain Nabila sampe kapan pun. Jadi, kalau jalan satu-satunya yang kamu mau adala cerai, maaf Mas nggak bisa ngelakuin itu. Mas nggak bisa pilih salah satu diantara kalian," lanjutnya lalu menarik lengan Siska agar berhadapa dengannya.
Seketika Siska langsung membalikkan tubuhnya, menatap wajah Ilham sekilas lalu beralih menatap jendela.
"Mas dulu juga janji sama Bapak buat selalu buat aku bahagia. Tapi... buktinya apa, Mas? Mas justru menorehkan luka yang teramat mendalam di hatiku. Mas mengingkari janji Mas sendiri dan sekarang Mas seolah tak mau menceraikan Nabila juga beralasan dengan janji yang udah Mas buat dengan pak kyai. Sedangkan Mas Ilham sendiri mengingkari ja
(POV Siska)Waktu sudah menunjukkan pukul 21:20, Aqila tetap merengek meminta untuk pulang bertemu dengan ayahnya.Wajar saja, sudah berhari-hari ia tak bertemu dengan ayahnya itu dan hanya semalam saja, itu juga hanya sebentar. Pastinya Qila masih sangat merindukan Mas Ilham.Aku jadi bingung sendiri, bukan tak mau mengabulkan permintaan putri manisku ini. Hanya saja hatiku akan kembali sakit ketika melihat wanita itu, wajahnya yang begitu terlihat polos rasanya ingin ku cakar saja.Apalagi mengingat cara bicaranya tadi yang mulai berani denganku, aku rasa dia akan semakin berani lagi jika waktu Mas Ilham dihabiskan dengan aku dan Aqila."Bunda, Qila mau sama ayah, Bunda." Aqila masih saja terus merengek seraya menarik-narik lengan bajuku."Besok ya, Sayang! Besok ayah pasti ke sini lagi, ya. Sekarang Qila tidur dulu, ini udah malem, Sayang!" ucapku lalu ku
(PoV Siska) Ternyata Mas Ilham tak mendengar apa yang sudah aku katakan, entah ditaruh dimana ponselnya. Aku benar-benar kesal, lalu apa fungsinya aku ke sini jika wanita itu tetap juga ikut ke rumah bapakku? Aku pun segera mengakhiri panggilan teleponnya, ku tarik napasku dalam lagi dan mencoba menenangkan pikiranku. Ku tatap lekat kedua mata anakku yang dipenuihi dengan genangan air. Ku usap dengan lembut seraya tersenyum simpul. "Bunda.... ayah beneran ke sini, kan?" "Iya, Sayang... sebentar lagi ayah juga sampe, kok. Kamu sabar dulu, ya!" "Iya, Bunda." Qila mengangguk seraya tersenyum lebar, begitu senangnya putriku mengetahui ayahnya akan ke mari. Walau dadaku terasa sesak karena Mas Ilham
20 menit telah berlalu, Siska dan Qila sampai tak sadar bahwa Ilham sudah datang dan kini tengah berdiri diambang pintu bersama dengan Nabila."Ya Allah, kok anak ayah jam segini belum tidur juga," ujar Ilham seraya berjalan ke arah anak dan istrinya yang sedang asik menonton vidio.Seketika Siska dan Qila langsung menolehkan kepala mereka."Ayah....." Qila langsung memeluk Ilham dengan sangat erat. Ternyata memang Qila sangat merindukan Ayahnya itu."Kangen banget ya sama, Ayah?" tanya Ilham seraya mengangkat dagu Qila agar putri manisnya itu menatap dirinya."Iya... kangen, Ayah," balas Qila lalu kembali menenggelamkan wajahnya di dada Ilham."Ayah jarang pulang. Eh, waktu Ayah udah pulang tapi Qila sama Bunda yang nggak pulang," lanjutnya."Iya kan, kakek lagi sakit, Sayang. Jadi, Qila sama Bunda emang harus nginep di sin
Suasana seketika menjadi sangat haru, Ilham memeluk istri dan anaknya dengan penuh rasa kasih sayang. Sudah sangat lama keluarga kecil ini tidak berkumpul bersama seperti ini.Qila terlihat sangat bahagia. Namun, jelas saja tidak dengan Siska. Rasa sakit hatinya yang mendalam sulit untuk ia hilangkan sejenak saja walau sudah bersama dengan Ilham seperti ini. Perasaanya sudah hancur berkeping-keping, mau dengan cara yang paling haru, romantis dan juga hangat tak membuat hati Siska dengan mudahnya mencair.Di dalam dadanya hanya ada sebuah rasa pahit yang terkadang membuatnya susah untuk bernapas karena begitu sesaknya yang ia rasa."Hambar sekali pelukan malam ini," gumam Siska lirih lalu melepaskan tangan Ilham yang meraih punggungnya. Tanpa ia sadari air matanya luruh begitu saja membasahi pipinya, lalu dengan segera ia menyeka kedua matanya, menghembuskan napas kasar lalu bangkit dari kasur."Loh,
PRANK...Gelas pun jatuh ke lantai hingga pecah."Awchh, Sakit. Panas," rintih Siska seraya memegang perutnya. Ia takut terjadi hal buruk yang menimpa calon buah hatinya karena baru saja kejatuhan gelas kaca yang berisi air panas itu. Ia begitu was-was dan sangat ketakutan, perutnya tiba-tiba langsung sakit dan keram."Kurang ajar kamu, ya!" Napas Siska memburu dan menatap Nabila dengan tajam. Ia segera mengambil air dingin dari keran dan mengusapkannya ke perut.Rasanya masih begitu sakit, Siska beberapa kali berseringai menahan sakit namun, seketika Siska terkejut saat melihat darah di lantai."Hah anakku. A-aku pendarahan." Siska panik dan sangat terkejut. Ia langsung berjalan cepat menuju kamarnya untuk memanggil Ilham.Sedangkan Nabila, ia hanya bisa diam mematung saat melihat darah dimana-mana, apa lagi saat Siska berjalan. Lantai dengan ubin berwarna p
Setelah 2 jam berlalu dan dokter belum juga keluar membuat Ilham semakin cemas dan perasaannya tidak karuan. Rasa takut kini sedang menyelimuti dirinya. Tak henti-hentinya ia berdoa untuk istri dan calon buah hatinya, air matanya luruh membahasi pipi. Tubuhnya lemas hingga ia merasa tak bertulang.Krek...Pintu terbuka, Dokter wanita berjilbab biru keluar seraya menghembuskan napasnya. Ia terlihat sangat lelah dan letih. Keningnya bercucuran keringat. Padahal malam ini udara sedang sangat dingin tapi, memang tidak dengan ruang ICU. Walau sudah ada AC jelas saja siapa saja yang masuk ke sana akan terasa panas karena harus menghadapi pasien yang sedang dalam keadaan membahayakan.Ilham segera bangkit dan menghampiri Dokter itu lalu berkata, "gimana keadaan istri saya, Dok?""Istri Bapak mengalami pendarahan yang sangat hebat, banyak darah yang keluar. Kami sudah berusaha menghentikan pend
20 menit kemudian akhirnya Ilham sampai.Namun, betapa terkejutnya ia saat melihat putri kecilnya sedang menangis sesenggukan di teras rumah seraya memeluk guling kecil dan menenggelamkan wajahnya di guling yang ia peluk.Ilham segera turun dari mobilnya dan menghampiri putrinya."Ya Allah, Sayang.Kamu ngapain di luar? Tante Nabila mana?"Tak ada jawaban dari Qila, ia hanya mendongakkan kepalanya sebentar lalu kembali menenggelamkan wajahnya.Ilham langsung menggendong Qila dan membawanya masuk. Dadanya bergemuruh, ia kesal dengan Nabila karena tidak menjaga Qila bahkan membiarkannya sendirian di luar rumah di jam yang sudah hampir lewat dari tengan malam ini."Keterlaluan sekali Nabila ini," gumam Ilham kesal dan langsung masuk ke dalam.Niatnya pulang untuk segera mengambil ponsel dan segera menghubungi teman-temanya tapi justru Nabila
Ternyata anak kyai ini tidak sebaik kelihatan, bukan? Wajah lugu dan polos memang tidak bisa menjamin isi hati seseorang. Jadi, jangan menilai orang semata-mata hanya dari luarnya saja!"Pokoknya Mas nggak mau tau, kamu harus jagain Qila malam ini! Mau minta tolong siapa lagi kalau bukan kamu, Nab? Kamu istri saya jadi, tolong anggap Qila seperti anak kandungmu sendiri!" tutur Ilham seraya menatap Nabila dengan lekat dan serius."I-iya, Mas. Nanti akan aku kunci pintunya biar Qila nggak keluar lagi," balas Nabila gugup dan sedikit menunduk kepalanya."Jagain yang bener! Sayangi dia seperti anakmu sendiri!" celetuk Ilham. Walau sebenarnya ia tak bisa percaya begitu saja namun, malam-malam begini memang tak ada lagi yang bisa diminta bantuan untuk menjaga Qila kecuali Nabila."Iya, Mas. Aku sayang kok sama Qila, memang tadi aku yang teledor. Aku bener-bener minta maaf, Mas."Ilham