Share

8. TERTUTUPNYA PINTU CAHAYA LANGIT

Dokter Virgolin dibantu Tabib Cole dan anak muridnya mulai melakukan operasi ringan. Dengan pengarahan yang diberikan Dokter Virgolin, operasi akhirnya berhasil. 

"Selesai!" Dokter Virgolin menarik napas panjang setelah jahitan terakhir untuk menutup luka sayatan berhasil dilakukan.

Raja dan Pangeran Pisceso langsung datang mendekat untuk melihat keadaan Ratu Eleanor.

"Kenapa ibuku belum sadar?!" tanya Pangeran Pisceso penuh kecurigaan. 

Dokter Virgolin menghela napas sebelum menjawab. "Kamu pikir, setelah ibumu selesai aku jahit lukanya, beliau ini akan langsung sadar dan sembuh?! Yang benar saja!"

"Yang Mulia, jangan khawatir. Yang Mulia Ratu akan segera sadar kembali dan sembuh seperti semula," ucap Tabib Cole. 

"Kalian ini aneh! Luka yang dialami oleh ratu kalian itu sangat membahayakan nyawanya, masih untung ratu kalian bisa bertahan sampai sejauh ini. Sabarlah, tunggu beberapa saat lagi, ratu kalian akan tersadar dari tidur panjangnya itu!" Dokter Virgolin kemudian berdiri. "Tugasku sudah selesai! Sekarang, kembalikan aku ke tempat asalku!"

Raja dan Pangeran Pisceso saling melihat, apa yang dikatakan Dokter Virgolin memang benar. Sesuai perjanjian setelah mengobati Ratu Eleanor, tabib agung dari langit akan dikembalikan ke tempat asalnya, tapi bagaimana dengan ratu yang belum siuman juga?

"Kenapa diam saja?!" seru Dokter Virgolin pada Pangeran Pisceso. "Ayo! Kembalikan aku ke tempat asalku!" Tas tangannya di pegang erat bersiap akan pergi.

"Ayah ,,,," Pangeran Pisceso seakan minta keputusan apa yang harus diambilnya. 

"Kamu sudah berjanji akan mengembalikan tabib dari langit ke tempat asalnya setelah mengobati ibumu, sekarang pergilah! Antarkan kembali ke tempat asalnya."

"Tapi ayah ,,,,"

Dokter Virgolin dengan cepat memotong kalimat Pangeran Pisceso. "Hai! Apa maksudmu tapi, hah?! Kau jangan melanggar janjimu padaku!"

"Pergilah putraku!" seru raja.

Tabib Cole langsung angkat bicara. "Maafkan hamba Yang Mulia, bukan hamba ingin menghalangi kepulangan tabib sakti dari langit, tapi melihat kondisi ratu yang masih belum sadarkan diri, apa mungkin tabib sakti diijinkan pulang ke tempat asalnya? Bagaimana kalau terjadi sesuatu pada Ratu Eleanor?!"

Dokter Virgolin membulatkan kedua matanya mendengar apa yang dikatakan Tabib Cole. "Apa kau bilang?! Kenapa jadi aku yang bertanggung jawab atas kesembuhan ratu kalian ini, hah?! Kau sebagai tabib istana yang seharusnya bertanggung jawab! Enak saja kalau bicara!"

Tabib Cole tidak menggubris omongan Dokter Virgolin, kembali bicara seakan keberatan kalau Dokter Virgolin pergi meninggalkan mereka semua untuk kembali ke tempat asalnya.

"OMG!" geram Dokter Virgolin, "lebih baik gue pulang sendiri!" kemudian pergi dengan membawa tasnya menuju pintu cahaya langit yang semakin meredup. "Astaga, pintunya! Pintunya, kenapa jadi mengecil?!"

Semua orang melihat pada pintu cahaya langit. Sinar yang membias di sekitar cahaya terlihat meredup dan angin yang berada di seputaran pintu juga tidak terlalu kencang.

"Tidak! Jangan sampai ini tertutup!" Wajah ketakutan langsung menghiasi wajah Dokter Virgolin. "Kamu!" Melihat pada Pangeran Pisceso. "Cepat! Antarkan aku kembali ke tempat asalku!"

Pangeran Pisceso bagai tersadar dari keterpakuannya langsung mendekati Dokter Virgolin. "Baiklah, sesuai janji, aku akan mengantarmu pulang!"

Tabib Cole langsung angkat bicara dengan suara keras. "Menurutku, tabib dari langit jangan pergi! Bukankah Yang Mulia Ratu Eleanor belum tersadar dari tidur panjangnya?!"

"Apa kau bilang?!" Dokter Virgolin kaget.

Tabib Cole kembali bersuara lantang. "Bukankah, tabib dari langit akan dikembalikan setelah Yang Mulia Ratu Eleanor sembuh, tapi lihat sekarang?! Ratu Eleanor masih belum tersadarkan diri! Belum sembuh!"

"OMG! Bicara apa orang tua gila itu, kenapa menahanku dengan alasan ratu? Sialan!" Dokter Virgolin kemudian melihat pada pintu cahaya langit. "Lebih baik aku pulang sendiri! Mati jauh lebih baik daripada aku terkurung di tempat gila seperti ini."

Setelah itu, Dokter Virgolin berlari menuju pintu cahaya langit yang ukurannya hampir sama dengan ukuran tubuhnya.

Seet!

Tiba-tiba tubuh Dokter Virgolin bagai terbang, bukan mendekat dan masuk ke pintu cahaya langit, tapi malah menjauh dari pintu cahaya langit. Kedua bola mata Dokter Virgolin melebar begitu menyadari tubuhnya telah berpindah. 

"Apa yang kau lakukan?!" teriak Dokter Virgolin, ketika menyadari pinggangnya dipeluk tangan kekar. "Lepaskan!"

"Kau tidak bisa pulang!" 

"Apa maksudmu?!" bentak Dokter Virgolin kaget.

"Ibuku belum tersadar dari tidur panjangnya, jadi kau belum bisa pulang?!"

Habis sudah kesabaran Dokter Virgolin dalam menghadapi orang-orang yang ada di hadapannya. "Hei, Pangeran Pisceso putra mahkota dari negri antah berantah, dengarkan aku baik-baik!" ucapnya tajam menatap wajah Pangeran Pisceso yang jauh lebih tinggi. "Aku, Virgolin Asteria, tidak punya kewajiban untuk mengurus ibumu itu! Tugasku sudah selesai! Aku sudah menjahit luka yang ada di tubuh ibumu itu! Jadi, minggir sekarang dari hadapanku!" bentaknya galak.

Pangeran Pisceso tidak bergeming. 

"Minggir!" sekali lagi Dokter Virgolin berteriak. 

Salah satu prajurit tiba-tiba berteriak. "Lihat! Pintu cahaya langit akan tertutup."

Semua orang melihat ke arah pintu cahaya langit yang kian meredup dan mengecil serta angin yang bergemuruh semakin memudar.

Wuush!

Hilang, pintu cahaya langit hilang. Yang nampak sekarang hanya pepohonan ditiup angin di gelapnya malam.

Betapa terkejutnya Dokter Virgolin. Tubuh mungilnya melangkah gontai, tak percaya dengan apa yang barusan dilihatnya. "Ma-mana? Mana pintunya? Ke mana pintunya?!" tanyanya tersendat. 

Semua terdiam, begitu juga dengan Pangeran Pisceso menatap iba pada wanita yang telah diculiknya. Semua perasaan kasihan bercampur aduk di dalam hatinya, tapi ayahnya telah memberi perintah untuk mencegah tabib sakti pergi ke tempat asalnya.

"Ke mana? Pintu, pintunya mana?!" tanya Dokter Virgolin, tangannya terangkat seolah sedang mencari sesuatu, tapi hanya udara yang bisa dirasa tangannya.

Tak lama kemudian, butiran air mata ke luar dari kedua kelopak matanya. "Bagaimana ini?" bisiknya lirih tersendat, tubuhnya terkulai lemas, duduk di atas tanah yang lembab.

Tabib Cole datang mendekat. "Tabib agung. Jangan khawatir," ucapnya menenangkan.  "Pintu cahaya langit akan terbuka jika Sang Pencinta Alam menghendakinya."

Dokter Virgolin tak kuasa menahan tangis. Wajahnya menunduk, membiarkan butiran air mata menyusuri pipi mulusnya. Ingin marah, tapi apa gunanya? Apa dengan marah bisa mengembalikan pintu yang akan membawanya ke tempat di mana dirinya berasal? 

Tabib Cole berdiri di samping Dokter Virgolin yang terisak. Ikut iba melihatnya. "Jangan menangis tabib agung. Jangan takut!"

Tiba-tiba Dokter Virgolin bangun dari duduknya. Mata yang dipenuhi genangan air mata melihat tajam pada Tabib Cole kemudian tatapannya beralih pada Pangeran Pisceso bak sinar laser yang siap membelah. 

Pangeran Pisceso terkesiap melihat kemarahan yang begitu nyata dalam sorot mata wanita yang telah diculiknya.

Dengan langkah tegas, Dokter Virgolin mendekati Pangeran Pisceso. "Kau, kau mengingkari janjimu!" 

Sungguh di luar dugaan, Dokter Virgolin menarik belati emas dari sarungnya milik Pangeran Pisceso yang selalu tergantung manis di pinggang kiri.

Kedua bola mata Pangeran Pisceso melebar ketika merasakan benda asing masuk ke dalam perutnya. Rasa sakit dan perih langsung menjalar ke seluruh tubuh.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status