"Apa kau tak mengerti dengan apa yang sudah ku jelaskan tadi?!" tanya Pangeran Pisceso. "Aku akan mengantarmu pulang kalau kau sudah menyembuhkan ibunda ratu! Itu janjiku sebagai Putra Mahkota Kerajaan Voresham!"
Dokter Virgolin menepuk jidatnya sendiri. "Ya Tuhan. Aku sedang berhadapan dengan orang-orang apa ini?!" Tapi tak lama kemudian, Dokter Virgolin bersorak kencang membuat semua orang mengernyitkan kening heran. "Aku tahu! Aku tahu! Kalian sedang syuting kan?!""Syuting?!" Dokter Virgolin mengangguk. "Iya, syuting drama kolosal. Kenapa tidak bilang dari tadi?! Aku hampir dibuat gila oleh kalian. Good! Good! Akting kalian sangat bagus!" Dokter Virgolin mengacungkan kedua jempolnya. Semua orang saling berpandangan satu sama lain. Tidak tahu dan tidak mengerti apa yang dikatakan tabib agung nan sakti dari dunia lain.Melihat semua orang hanya menatap heran, Dokter Virgolin menghentikan orasinya. "Apa ada yang salah?" "Hentikan tingkah konyolmu itu!" bisik Pangeran Pisceso.Tabib Cole segera mendekati Dokter Virgolin. "Tabib agung, sebaiknya kita segera mengobati ratu terlebih dahulu. Setiap waktu sangat berharga baginya.""Ayo, cepat!" Pangeran Pisceso mendorong Dokter Virgolin agar ikut dengan Tabib Cole."Ratu? Ratu apa?!" tanya Dokter Virgolin.Semua orang melihat pada sosok tubuh yang bersandar pada batang pohon. Wajah pucat mata tertutup rapat dengan kepala memakai mahkota kecil."Astaga!" ucap Dokter Virgolin. "Apa yang kalian sebut ratu itu adalah wanita itu?!"Raja mendekati istrinya. "Kalau kau memang tabib sakti dari dunia lain. Kau pasti bisa menyembuhkannya!""Hah?!" Dokter Virgolin tertegun, perlahan mulai mengerti dengan situasi yang sekarang sedang dihadapinya.Pangeran Pisceso mendorong Dokter Virgolin agar mendekat di mana ibundanya berada. "Ya Tuhan," Dokter Virgolin terkejut melihat kondisi Ratu Eleanor, setelah diperhatikan dengan intens ternyata lukanya cukup parah. "Kenapa kalian tidak bilang dari tadi?!" seru Dokter Virgolin sambil memperhatikan luka sayatan yang dihiasi darah kering dan ramuan hijau. "Luka robek di kulitnya cukup dalam hampir memutuskan urat besar. Seharusnya kalian segera menjahit lukanya." "Saya sudah menghentikan darahnya untuk sementara dengan ramuan dari tumbuh-tumbuhan," ujar Tabib Cole.Dokter Virgolin memang melihat warna hijau kehitaman di antara darah yang sudah mengering, tapi itu saja tidak cukup."Cepat cari obat anti biotik dan juga alat bedah. Aku akan menjahit lukanya ini!" perintah Dokter Virgolin. "Lukanya cukup parah! Aku harus segera mengobatinya."Tak ada yang bergerak. Mereka semua saling berpandangan. "Kenapa diam saja?!" tanya Dokter Virgolin melihat pada Tabib Cole. "Cepat ambilkan obat anti biotik agar lukanya tidak terkena infeksi. Aku harus segera menjahit lukanya. Ini juga harus hati-hati menjahitnya agar tidak meninggalkan bekas di kulit." "Di sini tidak ada obat anti biotik," jawab Tabib Cole. "Saya bahkan tidak tahu, apa itu obat anti biotik.""Hah?!" "I-iya, tabib agung," Tabib Cole mengangguk beberapa kali.Dokter Virgolin menepuk jidatnya sendiri. "Aku hidup di tempat apa ini? Anti biotik saja tidak tahu!"Semua terdiam, begitu juga dengan Pangeran Pisceso yang diam-diam memperhatikan Dokter Virgolin dari ujung kaki sampai ujung rambut.Dokter Virgolin kemudian mengambil tas tangan miliknya. "Untung aku sempat membawa semua peralatan ini."Satu bungkusan di keluarkan dari dalam tas tangan Dokter Virgolin kemudian mengeluarkan lagi satu botol kecil yang berisi cairan."Kita akan melakukan operasi darurat di sini!" seru Dokter Virgolin. "Pindahkan ratu kalian itu ke tempat ,,,," Dokter Virgolin melihat ke sekeliling. "Pindahkan ke sana!" tunjuknya ke salah satu batu besar. "Tidurkan di sana. Aku akan melakukan operasi darurat!"Raja dengan sigap segera mengangkat tubuh istri tercintanya kemudian membaringkannya dengan sangat hati-hati di atas batu yang besar dan datar."Kamu," tunjuk Dokter Virgolin pada tabib Cole. "Bantu aku untuk mengoperasi ratumu ini. Kita harus menjahit lukanya agar tidak mengeluarkan darah, tapi aku akan melihat seberapa dalam luka sayatannya."Peralatan bedah yang ada di dalam tas, segera Dokter Virgolin keluarkan. Tabib Cole terbelalak ketika melihat Dokter Virgolin memegang pisau bedah. "Kenapa?!" tanya Dokter Virgolin pada Tabib Cole. "I-itu untuk apa?!" tanya Tabib Cole gugup."Untuk mengoperasi ratu kalian?" jawab Dokter Virgolin. "Aku harus melihat seberapa dalam lukanya dan juga harus menjahit lukanya."Melihat perlengkapan alat bedah Dokter Virgolin yang begitu menyeramkan dan belum pernah mereka lihat, Pangeran Pisceso segera mencengkeram tangan Dokter Virgolin."Kenapa?!" "Kau mau apa dengan alat-alat ini?!" tanya Pangeran Pisceso tegas, khawatir ibunya akan dilukai Dokter Virgolin.Dokter Virgolin menarik tangannya. "Jika kau melukai ibuku, rohmu akan pergi meninggalkan tubuhmu ini!" sarkas Pangeran Pisceso bicara, menatap tajam iris mata Dokter Virgolin. "Kau ini benar-benar aneh! Bukankah, aku diminta untuk mengobati ibumu ini?!" Dokter Virgolin tak kalah tegas, langsung berdiri menatap kembali iris mata hitam legam Pangeran Pisceso.Raja datang mendekat. "Biarkan tabib sakti ini mengobati ibumu. Tidak mungkin dia berbuat hal yang akan mengancam nyawanya sendiri di depan kita semua.""Tapi ayah ,,,,""Sudahlah, biarkan dia mengobati ibumu!" Raja menarik bahu putranya agar membiarkan tabib sakti dari langit melakukan tugasnya. "Ada tabib Cole yang akan mengawasinya."Dokter Virgolin mendelik. "Memang aneh orang-orang di sini. Bukan hanya bajunya saja yang aneh, otaknya juga aneh. Lama-lama, aku bisa gila!"Tak membuang waktu, Dokter Virgolin mulai mengobati luka sayatan ratu dengan terlebih dahulu membersihkan lukanya dari ramuan daun-daun yang ditempelkan Tabib Cole untuk menghentikan darah sementara waktu.Dokter Virgolin mengambil botol kecil yang berisi cairan. "Bersihkan tanganmu terlebih dahulu dengan alkohol agar luka ratumu ini tidak infeksi!""I-iya!" Walau tidak mengerti, Tabib Cole mengikuti saja apa yang diinginkan tabib sakti dari langit.Setelah berhasil membersihkan darah kering di sekitar luka sayatan, Dokter Virgolin menarik napas panjang. "Lukanya sangat dalam. Ini terluka karena apa?!""Terluka karena sayatan pedang," jawab Tabib Cole.Dokter Virgolin tertegun, sulit dipercaya tapi harus percaya karena memang luka menganga yang ada di depan matanya itu akibat senjata tajam. "Ternyata mereka tidak sedang becanda. OMG!" hati kecilnya bicara sendiri."Tabib," tegur Tabib Cole."Eh, iya. Maaf." Dokter Virgolin melanjutkan kembali pengobatannya. "Bantu aku tabib ,,,""Cole. Panggil saja hamba, Tabib Cole.""Ok baiklah, Tabib Cole. Kita fokus sekarang. Sekarang kita akan melakukan hecting. Tabib Cole tahu hecting?" tanya Dokter Virgolin. Tabib Cole menggeleng. "Hamba tidak tahu. Mendengar namanya saja, baru kali ini. Apa itu bahasa dari langit?!" Dokter Virgolin tersenyum, rasanya aneh mendengar bahasa dari langit. "Iya benar, dalam istilah medis, hecting adalah penjahitan luka yang merupakan sebuah metode penutupan luka. proses ini akan mempersempit atau mendempetkan jarak antar luka, sehingga akan lebih mempermudah proses re-epitelisasi dan mempercepat penyembuhan luka. Apa Tabib Cole mengerti?!" Tabib Cole menggelengkan kepala. "Hamba sama sekali tidak mengerti."Akhirnya Dokter Virgolin hanya bisa menghela napas. "Aku juga yang bodoh! Sudah tahu mereka manusia aneh, pake acara menjelaskan segala, cape deh!" gerutu Dokter Virgolin merutuki dirinya sendiri.Pisceso semakin memeluk erat tubuh Virgolin. "Tenanglah, semua akan baik-baik saja."Kedua tangan Virgolin memeluk erat pinggang Pisceso. "Benarkah semua akan baik-baik saja?!" tanyanya bersuara serak di antara isak tangis. "Semua akan baik-baik saja," bisik Pisceso. Walau sejujurnya, dirinya juga tidak tahu, apa mungkin akan baik-baik saja setelah hatinya mulai jatuh cinta pada Virgolin. "Bagaimana, kalau tidak baik-baik saja?!" tanya Virgolin lirih. Pisceso tak menjawab. Kedua tangannya semakin erat memeluk tubuh Virgolin. Berbagai macam perasaan berkecamuk dalam hatinya. "Pisceso," Virgolin merenggangkan pelukannya. Menghapus air mata yang telah membasahi pipi. Pisceso menatap dalam iris mata Virgolin yang masih tergenang air mata. "Jika nanti, aku sudah pulang ke duniaku, jangan pernah lupakan aku," bisik Virgolin, diakhiri bulir-bulir air bening yang jatuh dari kelopak mata.Hati Pisceso terenyuh. Aliran darah di seluruh nadinya seakan berhenti. "Aku tidak mungkin bisa melu
Tatapan Pisceso beralih pada plastik kotor yang dipegang Virgolin. "Benda apa yang kau pegang?!" "Bukan apa-apa," jawab Virgolin. "Hanya sampah."Pisceso tak percaya begitu saja. Plastik kotor yang ada di tangan Virgolin diambilnya. "Itu plastik obat," ucap Virgolin pelan, bahkan suaranya nyaris tak terdengar. Pisceso diam, menunggu kelanjutan bicara Virgolin. "Tempat ini ,,," Virgolin menjeda ucapan, menelan saliva. Entah kenapa, tenggorokannya terasa kering. Pisceso mengangkat kedua alisnya, menunggu kelanjutan kalimat Virgolin."Dari tempat ini, aku tahu kemana arah jalan menuju ke pintu langit," sambung Virgolin.Deg!Pisceso tertegun. "Aku bahkan sangat hapal, kemana jalan menuju pintu langit," lanjut Virgolin. Membalikan badan, melihat ke sekeliling, kemudian tatapannya berhenti pada satu arah. "Kesana," tunjuknya.Pisceso mengikuti arah tangan Virgolin. Memang benar, jalan itu adalah jalan arah di mana pintu cahaya langit berada, tapi apa mungkin pintu langit itu akan ter
Pisceso mengajak Virgolin menikmati keindahan air terjun yang ada di Desa Padi. Suara gemuruh dan percikan air yang menimpa batu membuat takjub Virgolin. Sungguh pemandangan yang luar biasa indah. "Lihat! Banyak ikan kecil di sini!" tunjuk Virgolin pada aliran sungai yang berada di bawah kakinya. "Cepat kemari, Pisceso!" Suaranya kencang menyatu bersama suara gemuruh air terjun. Pisceso datang mendekat. "Kita tangkap ikannya!" pinta Virgolin. "Lebih baik biarkan ikannya besar terlebih dahulu, ikan itu masih terlalu kecil," larang Pisceso. "Iya sih, masih sangat kecil." Virgolin setuju. "Ayo, kita ke sana!" ajaknya. "Kita duduk di batu besar itu." Pisceso dengan senang hati mengikuti kemauan Virgolin. Diraihnya tangan Virgolin agar tidak terjatuh disaat berjalan di antara batu-batu kecil yang terhampar di tepian sungai. Batu cukup besar menjadi tempat duduk mereka berdua. Suara gemuruh air terjun begitu kontras, seirama menyatu bersama angin.Virgolin tak berkedip menatap jatuhn
Perih dipunggung semakin menjalar. Darah yang keluar dari luka semakin banyak. Roxy bahkan merasakan penglihatannya mulai tidak jelas. Keseimbangan tubuhnya pun tidak stabil.Melihat Roxy terlihat limbung, Pisceso memberi isyarat pada prajuritnya agar menangkap Roxy. "Gawat. Mataku, kenapa dengan mataku ini?" hati kecil Roxy bertanya-tanya sendiri. Pedang yang dipegangnya pun mulai terlihat buram.Prajurit dengan sigap mengepung Roxy, tapi jiwa pemberontak Roxy tak membiarkan dirinya ditangkap begitu saja. Walau penglihatan sudah tak begitu jelas, Roxy masih tetap melawan bahkan dengan membabi buta mengayunkan pedangnya ke segala arah. Trang! Clang! Clang!Suara pedang yang beradu mengisi udara di ruangan yang temaram. Roxy masih lincah menangkis mata pedang dari para prajurit yang mengepungnya bahkan dua orang prajurit berhasil terkena sabetan pedangnya. Pisceso memberi perintah agar prajuritnya mundur. Senyum kemenangan terukir di bibir Roxy. "Kalian pikir karena tubuhku terluka
Krieeet,,,Pintu kembali didorong dari luar. Roxy secepat kilat bersembunyi di kolong tempat tidur.Airin kembali masuk membawa wadah yang berisi makanan. Diletakkan di atas meja kecil samping teko air. Sejenak melihat Virgolin kemudian pergi lagi keluar dari kamar. Roxy mengelus dada lega. "Untung tidak ketahuan. Sialan si dayang itu, bolak balik masuk ke kamar. Lama-lama, aku bunuh juga si dayang itu!"Setelah melihat keadaan aman, Roxy keluar dari tempat persembunyiannya. Virgolin masih terlelap tidur dibuai mimpi, tidak tahu kalau dirinya dalam keadaan terancam. Dengkuran halusnya terdengar berirama keluar dari bibirnya."Baguslah, tidurnya sangat nyenyak. Ini akan memudahkan aku untuk membawanya pergi," gumam Roxy bersiap akan membuat Virgolin pingsan dengan memukul bagian tengkuknya. Bruuugh!Pintu kamar tiba-tiba dibuka kasar dari luar. Putra Mahkota Pisceso melesat masuk ke dalam kamar. Duugh!Tendangan kaki Pisceso mendarat sempurna dipunggung Roxy sampai tubuhnya tersun
Duarr!Petir menggelegar seakan ingin membelah langit setelah cahaya kilat muncul menyilaukan setiap mata."Untung kita sudah sampai. Hujannya deras sekali!" tutur Virgolin melihat turun hujan dari jendela kamar yang terbuka. "Iya. Pantas saja, cuaca sangat terik, ternyata mau turun hujan," ujar Airin. Virgolin merenggangkan otot. "Tulang pinggangku pegal. Aku ingin berbaring.""Istirahat saja. Aku juga akan istirahat di kamarku," ucap Airin. "Kalau tabib perlu sesuatu, panggil saja aku."Pintu kamar ditutup rapat oleh Airin dari luar. Virgolin segera naik ke atas tempat tidur yang sangat sederhana. Tubuh lelahnya telentang. Sejenak menatap langit-langit, tak lama kemudian dengkuran halus keluar dari bibirnya sebagai tanda Virgolin telah pergi ke alam mimpi. Sementara itu, Pisceso masih bersama Jidan dan sesepuh dari Desa Padi. Semuanya berkumpul di ruang tengah ditemani teh hangat dan beberapa potong singkong serta ubi rebus yang masih mengeluarkan uap panas. "Tabib dari langit m