Home / Thriller / TEH ... AKU DI SINI / 3. Kembalinya Melisa

Share

3. Kembalinya Melisa

last update Last Updated: 2022-10-05 11:09:41

Tanpa buang-buang waktu lagi, Alina menggeledah rumahnya sendiri untuk mencari keberadaan Melisa. Jelas sekali ia mendengar suara Melisa saat ia membuka pintu. Kini kursi bahkan di posisi terbalik karena Alina menariknya.

”Di mana kamu, Melisa! Awas aja kalo kamu ketemu!” gerutunya.

(Teteh, aku di sini.)

Suara itu kembali terdengar bagai bisikan di telinga Alina. Gerakan Alina semakin kasar, ia melangkah menuju lantai dua untuk mencari keberadaan Melisa. Sesampainya di depan kamar Melisa, Alina segera menendang pintu bercat coklat itu hingga membentur tembok.

Namun begitu sampai, ia tidak menemukan apapun, hanya saja posisi kamar itu tidak sama seperti biasanya. Seprai menghambur ke mana-mana, sedangkan boneka beruang milik Melisa sudah terpotong menjadi dua bagian.

Mata Alina membelalak. Ia terkejut dengan apa yang dilihatnya, kini tubuhnya mulai bergetar. Agaknya ada yang ingin bermain-main dengan dirinya, karena shower di kamar mandi Melisa terdengar ke telinga.

Braak!

Pintu kamar tertutup dengan sendirinya, sedangkan pintu kamar mandi terbuka perlahan hingga menimbulkan derit panjang yang memekakkan. Alina mundur, nalurinya berkata untuk meninggalkan kamar Melisa.

(Teh, aku di dalam.)

”Diam!”

Mendengar suara halus itu membuat separuh kesadaran Alina menghilang, ketika ia panik, ia akan mengalami sesak napas. Kini dirinya tengah duduk di lantai sambil berusaha menenangkan diri, sedangkan suara shower masih terdengar disertai bunyi air dari closet.

Alina tertatih menggapai handle pintu. Setelah terbuka ia segera keluar sambil mengaduk isi tas untuk mengambil kunci mobil. Tujuannya kini adalah Dipta, pikirannya yang waras membantunya untuk melihat keadaan adik tirinya agar rentetan kejadian yang baru saja ia alami bisa disimpulkan dengan baik.

Ban mobilnya berdecit saat meninggalkan pekarangan rumah, sesak napasnya mulai bisa ia atasi. Alina memusatkan pandangannya ke depan agar tidak terjadi apa-apa selama mengemudi. Ia tidak berniat menelfon Dipta, karena yang ada Dipta akan pergi jika memang ada yang disembunyikan.

Tin! Tin!

Klakson Alina berbunyi nyaring, ia sudah sampai di halaman rumah Dipta Prakoso. Seorang ibu-ibu berpakaian ala kadarnya menghampiri Alina.

”Cari siapa, ya, Mbak?” tanyanya.

”Dipta ada di dalam?” Alina turun dari mobil, tanpa menunggu jawaban dari ibu-ibu tadi. Ia segera mendobrak pintu yang memang tidak terkunci. Mata Alina membesar melihat Dipta tengah bercanda dengan beberapa kawannya di ruang tengah.

”Di mana Melisa!”

Tanpa aba-aba, Alina segera bertanya pada Dipta yang memandangnya kaget.

”Mana Melisa!” ucapnya lagi, suaranya meninggi.

”Ngapain lo ke sini, Lin? Perjanjian kita itu sebulan. Adek lo udah gue sewa sebulan. Kalau lo minta adek lo balik sebelum waktunya, itu artinya uang gue balik,” tandas Dipta.

”Gue nggak minta adek gue balik, gue cuma mau lihat dia!” Alina bersikukuh.

”Balik! Adek lo lagi tidur.”

Alina yang bebal tak mengindahkan ucapan Dipta, ia justru menaiki tangga menuju kamar Dipta berada. Alina segera membuka pintu, dan terlihat seorang wanita berperawakan seperti Melisa tengah berbaring di posisi menyamping ke arah jendela. Alina bersiap mengayun langkahnya untuk melihat wajah adik tirinya, tapi Dipta justru menghalangi.

”Sekarang udah lihat adek lo, puas?! Pulang sekarang atau gue minta duit gue balik!” ancamnya.

”Gue bakal dateng ke sini 10 hari lagi,” ucap Alina, kemudian menghentakkan kakinya seraya pergi dari kamar dan rumah Dipta. Setidaknya hati dan pikiran Alina sudah lega karena keadaan Melisa masih baik-baik saja, dan yang terpenting, gadis itu masih hidup.

”Gue kira udah jadi setan,” gumam Alina.

***

Pukul 7 malam, Alina baru sampai di rumahnya. Melihat motor suaminya sudah terparkir di sana membuatnya lega karena ada seseorang yang menemani di rumah. Ia segera membuka pintu, matanya lagi-lagi membesar melihat seorang gadis yang dibawa oleh Ardan.

Gadis itu tengah duduk membelakanginya, karena gadis berambut sebahu itu duduk di kursi yang menghadap dapur. Ardan melihat Alina dengan senyum mengembang, berbeda dengan pikiran Alina saat ini yang tak menyuruhnya tersenyum.

”Si-siapa dia, Mas?” tanyanya gugup.

Ardan menepuk kursi di sebelah gadis itu yang belum menoleh ke arah Alina. ”Ke sini, Sayang.”

Sikap Ardan yang menjanjikan itu membuat Alina semakin bergetar akan rasa penasaran. Batinnya mengatakan hal yang tidak mungkin jika itu Melisa, karena ia saja baru pulang dari rumah Dipta memakan waktu satu jam karena terhalang macet. Otaknya mengajak berpikir positif, tapi tidak bisa, karena Ardan pun anak tunggal. Jadi ... siapa gadis yang dibawa suaminya?

Alina duduk perlahan di kursi yang tadi ditepuk oleh suaminya, menoleh ke wajah gadis itu.

”Me-melisa?”

Jantungnya berdetak begitu cepat. Wajah gadis di samping Alina memang Melisa.

”Bu-bukannya kamu ...,” ucapannya menggantung saat melihat bibir tipis Melisa terangkat ke atas, membentuk senyum sinis.

”Aku harus cabut laporan ke polisi karena Melisa ternyata udah pulang. Maaf, ya, Sayang udah berburuk sangka ke kamu,” ucap Ardan.

Alina mereguk ludah dengan susah payah. ”Laporan ke polisi?” gumamnya lirih, tapi agaknya masih terdengar oleh Ardan.

”Iya, Alina. Aku melapor ke polisi kalau Melisa hilang, tapi sepertinya besok aku harus ke sana buat cabut laporannya.”

Ardan mengambil piring Melisa yang sudah kosong untuk dibawa ke wastafel. Alina masih berada di kondisi bingungnya, matanya tak luput dari wajah Melisa yang tampak pucat dan semakin kurus. Bahkan di bagian bawah matanya menghitam seperti berhari-hari tidak tidur.

”Mas, kok bau busuk sih,” ujar Alina sambil menutup hidung

Ardan menghampiri, ”Dari aku pulang emang udah bau begini, Lin. Coba besok aku cari deh, kali aja emang ada bangkai tikus di atas.”

Karena malam semakin larut, Ardan menggandeng lengan istrinya ke kamar dengan Melisa yang berjalan pelan di belakang. Hati Ardan lega karena adik iparnya sudah ketemu dan pulang sendiri ke rumah.

Braak.

Alina menoleh ke pintu kamar Melisa yang ditutup, lampunya dimatikan dari dalam. Alina mempercepat langkah dan menarik Ardan agar segera masuk ke kamar. Ardan tersenyum melihat aksi istrinya.

”Tumben kamu agresif gini?”

Alina duduk di bibir ranjang, ”Mas, kok kayak ada yang beda dari Meli? Dari tadi aku nggak denger dia ngomong.”

”Kamu yang nggak denger kali, orang dari tadi becanda sama aku.”

Alina menganga, padahal dari tadi ia di bawah tidak mendengar apapun yang diucapkan oleh adik tirinya. Sedangkan secara pendengaran, ia baik-baik saja.

”Mas--” Alina menoleh, ternyata Ardan sudah terlelap. Alina tidak baik-baik saja sekarang, karena ia masih penasaran terhadap adik tirinya itu. Hal pertama yang ia lakukan saat ini adalah mengganti bajunya dulu, Alina melengang ke kamar mandi.

Ia mengambil handuk kecil yang berada di belakang pintu, kemudian menghadap cermin untuk menghapus sisa make up di wajah. Matanya menyipit melihat wajahnya di cermin karena yang ia lihat seperti bukan dirinya ...

Aaaakkkk!

”Ada apa, Yang! Ada apa.”

Ardan segera berlari menuju kamar mandi karena terbangun mendengar pekikan istrinya.

”Hantu, Mas. Ada hantu! Itu di cermin!”

Ardan berdecak. ”Jangan kebanyakan minum kamu, jadi nggak ngigo terus bawaannya.”

”Yakin, Mas. Aku nggak bohong. Aku lihat ada wajah Melisa berbelatung di sana!”

Ardan menarik tangan istrinya kencang, kemudian membawa Alina keluar seraya membuka pintu kamar Melisa.

”Gimana bisa Melisa jadi hantu sedangkan dia masih hidup?! Lihat!”

Derit panjang terdengar saat Ardan membuka pintu, Alina tak membuka mata ketika Ardan justru mengajaknya masuk ke ruang gelap pribadi Melisa.

”Di-dia ....”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TEH ... AKU DI SINI   46. Pengorbanan dan Berkorban

    Baku tembak antara pengawal yang dibawa oleh Rose dengan sekawanan orang memakai jas tak terelakkan. Clara sudah bersimbah darah karena kepala Rose yang tertembak terus menerus mengucurkan darah. Clara hanya memejamkan mata, mencoba menerima jika ia akan dijemput oleh ajal saat itu juga. Tubuhnya gemetar hebat. Malaikat maut seakan mengintai hendak mencabut nyawa siapa pun yang ada di sana. Desing peluru telah berhenti. Clara masih memejamkan mata dan mulai berpikir, kali ini ia akan menjadi tawanan oleh orang berbeda. Tangan dan kakinya terbebas, Clara membuka mata dan mendapati sepasang mata yang ia kenali memindahkan jasad Rose. Lantai kayu ini berubah berwarna merah dan berbau anyir. Semua pengawal Rose telah kalah telak oleh anak buah Dipta. ”Kita mau ke mana?” Dipta terus saja menarik tangan Clara setelah ke luar dari rumah itu. Dipta menarik tangan Clara memasuki hutan yang masih lebat. Riko dan Panji membabat habis pohon yang menghalangi jalan dengan parang.”Kita ambil tu

  • TEH ... AKU DI SINI   45. Sahutan Pistol

    Dunia benar - benar berjalan seperti apa yang diharapkan untuk penjahat besar. Mereka bahkan bisa mempermainkan seseorang seperti bidak catur yang digerakkan maju, atau mundur. Alina masih saja meringkuk, menatap kotak berisi jari mungil manusia yang ia perkirakan, adalah jemari beberapa bayi atau anak-anak.”Nyokap Erika udah pergi?” ujarnya bermonolog.Alina menyelinap diam-diam, sembari mengingat ucapan Erika tentang patung dan buku kuno yang ada di perpustakaan. Alina ingin mengetahui perihal ini. Ia ingin memperjelas, jika orang tua Erika tidak terlibat soal ini. Tangga ini meliuk seperti ular kobra yang menganga. Tidak tidur membuat otak Alina berhalusinasi. Rumah bercahaya temaram, dan beberapa ruangan tidak dinyalakan, membuat Alina merasa menggigil.”Tolong kami ....””Siapa itu?” Suara bisikan saat Alina sampai di tangga terakhir ia dengar. Suaranya serak, dan bergetar. Menoleh ke sana ke mari, tidak ada apa-apa. Meyakinkan diri, jika salah dengar, Alina kembali menapaki la

  • TEH ... AKU DI SINI   44. Semakin Tidak Mengerti

    Kengerian yang dirasakan oleh Clara membuat sekujur tubuhnya terasa dingin. Dingin yang dirasakan tubuhnya bukan perihal pakaian yang telah ditanggalkan, tetapi perasaan takut yang kini hinggap ketika melihat wajah Melisa begitu ayu dalam balutan jasad yang masih hidup. Beruntung tali yang mengikatnya terlepas secara ajaib. Baju yang berserakan Clara punguti sebelum gadis berwajah sama persis dengan Melisa menyadari ia telah pergi. Clara bertelanjang kaki, bersahabat dengan kerikil dingin yang semakin menusuk. Ia sudah terbebas dari bangunan setengah jadi itu. Dikejauhan, terdengar olehnya teriakan dari gedung tinggi itu. Clara semakin mempercepat langkah.Brug!Baru saja menginjakkan kaki di jalan besar, sebuah mobil mengkilap hampir menabraknya. Clara tergelincir, bajunya yang sudah compang camping itu tidak bisa menahan p4ntatnya mendarat ke aspal. Clara mengaduh, dan mendengar mesin berhenti. ”Rose ....”Seorang wanita berwajah bule berdiri di hadapannya, mengernyit. Mungkin wan

  • TEH ... AKU DI SINI   43. Menjadi Tawanan

    Kepala ketiga wanita ini terasa ringan, bahkan tubuhnya merasa melayang. Sejak pocong berukuran besar itu menyuarakan mantera, asap keabuan seakan menyelimuti rumah ini hingga ketiga wanita itu pun tak sadarkan diri. Derak langkah segerombolan orang merangsek masuk, tak mengindahkan wajah-wajah seram yang masih berdiri di kiri kanan. Segerombolan orang itu tetap memanggul satu per satu tubuh si wanita.Gadis cantik berjubah merah turun dari mobil, membunyikan lonceng, membuat para wajah seram itu kembali ke tempat pengap di sana. Gadis ini hanya menampilkan ekspresi datar memandangi para lelaki tengah saling bahu membahu membawa ketiga wanita. Ini sudah hampir subuh. Segerombolan orang-orang ini seakan tidak merasakan kantuk. Mereka menyalakan obor untuk menerangi ruangan di lantai empat. Tidak ada satu pun kendaraan yang akan lewat pada area ini. Orang-orang ini bekerja tanpa suara, seolah sudah di luar kepala apa saja yang hendak dilakukan.”Alina?”Wajah Alina masih saja diam kare

  • TEH ... AKU DI SINI   42. Pembawa Obor

    ***Ada saja hal yang seharusnya tidak perlu kita mengerti, meski sebagian dari dalam diri seakan mendengar bisikan untuk mencari tahu agar mengetahui. Sebagian besar memilih untuk mundur dibanding terlibat terlalu dalam.---Clara mendorong pintu yang terasa sangat berat, napasnya tak beraturan, keringatnya bercucuran. Hanya suara deru napasnya saja yang terdengar, dibarengi tapak langkah banyak orang di depan rumah. Clara sudah menutup tirai, dan tidak ingin membukanya hanya untuk menegaskan apa yang ada di benak. Sahut-sahutan suara memanggil namanya, tetapi Clara tetap saja diam meringkuk di balik pintu. Clara benar-benar dikuasai rasa takut. Sekelebat memori saat di hutan perawan itu kembali memenuhi kepala. Clara takut Melisa yang saat itu mengejarnya pun turut ada di antara banyaknya pocong yang tengah mengerubungi di depan rumah sewaan ini. Sudah 15 menit berlalu, langkah-langkah itu tak lagi sekeras tadi terdengar. Langkah kaki mulai terdengar menjauh dari pekarangan, tetapi

  • TEH ... AKU DI SINI   41. Bermuka dua

    Ada saja hal yang tidak bisa dijelaskan dengan baik, seperti situasi yang dihadapi orang-orang yang memiliki pertanyaan besar perihal ... siapa gadis yang memiliki wajah begitu mirip dengan Melisa? 2 jam lalu, adalah 2 jam yang menegangkan. Alina berhasil lepas dari cengkraman tangan Melisa misterius itu karena Melisa yang melepasnya dan kembali pergi. Erika yang memilih mengemudi karena Alina beberapa kali menghirup inhaler dan udara yang terasa menipis. Erika merasa kasihan pada sahabatnya itu, karena ketika terserang panik dan takut, tubuhnya akan memberi respon dan berujung sesak napas. Ia sering kali meminta Alina untuk diam saja di rumah, akan tetapi rentetan masalah ini, sahabatnya itu tetap ingin bertanggungjawab dan tak mau melimpahkan segalanya pada Erika.”Lo udah lebih baik?” tanya Erika, sesekali ia melirik sahabatnya yang masih memegangi inhaler di tangan kiri.Alina tak kuasa menjawab, hanya mengangguk saja karena tengah menetralkan pernapasan. Inhaler kembali Alina hi

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status