Aku mengamati tubuh yang terkulai lemah di lantai kamar mandi itu.
Setelah memastikan itu memang Tiwi, aku berjongkok disisinya dengan cemas.
"Tiwiii ... Tiwiii ..." Aku menepuk-nepuk pipi Tiwi sambil memanggil namanya, berharap dia segera bangun. Namun Tiwi tidak merenspon sedikit pun, membuatku cemas.
"Tiwiii ... Tiwiii ... bangun sayang!" Aku mengangkat tubuhnya. Namun, Tiwi masih diam.
Aku mulai panik!
Aku memegang leher Tiwi, mencari denyut nadi di sana. Meski tubuh istriku terasa dingin, namun nadinya masih berdenyut.
Tidak ada pilihan lain, aku harus segera membawa Tiwi ke kamar.
Ke kamar?
Walau tubuh Tiwi telah berada dalam pelukanku, namun langkahku terhenti. Tertahan dalam diam dengan tubuh Tiwi berada di gendonganku.
Ya, aku ingat ...
Tadi ketika keluar dari kamar, Tiwi masih di atas ranjang. Tapi kenapa aku menemukan dia pingsan di kamar mandi?
Tak mungkin Tiwi telah mendahuluiku dan langsung pingsan di kamar mandi!
Aku kembali mengamati tubuh yang ada dalam pangkuanku, memperhatikannya dengan cermat.
Benar! Ini adalah Tiwi, istriku!
Lalu, siapa yang kutinggalkan di kamar tadi? Siapa yang merajut asmara denganku tadi?
Aneh ... ini benar-benar aneh! Tapi masa bodohlah, yang terpenting sekarang aku harus menyelamatkan Tiwi.
Dengan cepat aku melangkah menuju kamar, ingin segera membaringkan Tiwi di atas ranjang dan berusaha untuk membuatnya bangun kembali.
Langkah kakiku terhenti, ketika akan memasuki kamar.
Suara senandung ...
Ada senandung yang membuat langkahku terhenti. Mataku mengarah ke arah suara tersebut.
‘Derajat!’ Sekali lagi aku terkejut, seolah jantung ini berhenti berdenyut. Serasa darah tidak mengalir lagi yang membuat pucat pasi.
Tubuhku gemetar dengan Tiwi masih dalam gendonganku.
Di sana, di kursi sofa panjang tempat kami bercengkerama tadi, terlihat sosok Tiwi duduk dengan bertumpang kaki. Menatap tajam ke arahku, dengan wajah pucatnya.
Aku menatap dia silih berganti dengan Tiwi yang ada dalam pangkuanku.
"Siapa kamu?!" bentakku dengan suara bergetar pada sosok mirip Tiwi yang duduk di sofa.
Aku sangat yakin, bahwa istriku adalah yang ada bersamaku saat ini.
Bentakanku seolah tidak digubris oleh makhluk itu. Dia melotot tajam ke arahku. Wajahnya tampak pucat yang membuat aku bergidik.
"Pergi dari sini!!" teriakku dalam rasa takut yang luar biasa.
Terasa kaki ini gemetar, seolah tidak kuat menopang berat badanku sendiri ditambah dengan berat tubuh Tiwi.
"Kauuu hhahhrus berthanggug jhawab denghan aphaa yhang bharuu khita lhakukan," ucapan yang mendesah dari mulut makhluk itu.
Suara yang tidak begitu jelas, namun dapat kutangkap samar dan membuat rasa takutku semakin menjadi.
'Makhluk apakah itu?' batin Ronal.
BAB KE : 12O AKHIR SEBUAH CERITA 16+Kakek itu hanya bisa berharap seperti itu, karena yang maha mengetahui hanya Tuhan, apakah berdosa atau tidak berdosanya seseorang ketika melakukan suatu perbuatan hanya Tuhan yang bisa menentukan. Mungkin dari segi ilmu fiqih ada keterangan berdosa bila melakukannya, tapi Tuhan maha mengetahui niat seseorang. Tuhan lebih mengetahui kenapa orang tersebut sampai terperosok ke dalam dosa tersebut. Tidak boleh menghakimi bila sesuatu perkara itu belum terang oleh kita, itu prinsip yang dipakai oleh Galogentang. "Aamiin!" Ronal dan Ucil hampir serentak mengucapkan kata penutup doa tersebut menyambut ucapan Galogentang. "Tapi, belum tentu juga kamu tidak berdosa." Kalimat Galogentang yang ini membuat Ronal memiringkan mulutnya dengan mata menyipit menatap kakek tersebut sambil mengangkat bahu. "Ya, mungkin dosa kamu akan dipungut dari sisi kebodohan ...""Kebodohan bagaimana maksudnya?" Ronal memotong kalimat Galogentang."Dalam hidup itu, kita
BAB KE : 119 GALOGENTANG DAN UCIL SABARUCIL DATANG KE RUMAH RONAL 16+"Kakek Galogentang!" seru Ronal tertahan sambil bergegas ke arah mobil, karena dari balik mobil itulah kepala Galogentang menyembul. Senyum lepas dari bibir Galogentang, begitu pula dengan Ronal, setelah dekat mereka berpelukan. Jelas kegembiraan terlihat di wajah mereka. Bagi Ronal ini adalah pertemuan yang tidak disangka-sangka. Pertemuan yang membuat bahagia. "Eh, Ucil Sabarucil juga ada!" Senyum Ronal berubah jadi tawa lepas, ketika melihat makhluk kerdil juga ada di sana. Tadi Ronal tidak melihat, mungkin karena Ucil terlalu kecil, sehingga luput dari pandangan mata Ronal. Setelah melepaskan pelukan dengan Galogentang, Ronal bersimpuh di depan Ucil. Walau telah bersimpuh, Ronal tetap lebih tinggi dari Ucil. Kemudian mereka pun berpelukan. "Ayo, masuk! Kita bicara di dalam saja," ajak Ronal sesaat kemudian. "Mau bikin heboh orang yang ada di dalam rumahmu? Mereka kan tidak dapat melihat kami, nanti ka
ADA CINTA ANTARA TIKA DAN RAHMAN BAB KE : 118 "Memangnya Tika belum kenalan sama Rahman, Pak Hansip?"Semua mata mengarah pada Bu RT ketika beliau melepaskan pertanyaan tersebut. Berbagai ekspresi terlihat dari wajah mereka yang ada di ruangan tersebut. Ada yang tertawa, ada yang tersenyum, ada yang senyumnya sengaja dikulum, bahkan ada pula yang cengengesan. Rahman dan Tika juga ikut tersenyum, tapi cuma sebentar, karena tahap berikutnya wajah mereka memerah dan buru-buru menunduk. "Bu RT ngomong apa sih?" Sungut Tika pada Bu RT sebelum menunduk. Wajah Tika memang rada cemberut, tapi hatinya serasa terbang dengan sejuta bunga-bunga yang bermekaran, penuh kebahagiaan. Mungkin memang begitu sifat orang yang sedang jatuh cinta, kata hati dan ekspresi wajahnya suka tidak sama, kadang hati berkata iya, tapi kepala menggeleng diselingi anggukan. "Kenalan secara formal mungkin belum, Bu RT. Cuma rasanya, hati dan jiwa mereka sudah saling menyelami, dan sama-sama merasakan suka yan
BAB KE : 117 ADA APA DENGAN TIKA 16+Ternyata peristiwa di kampung jin benar-benar jadi pelajaran yang berharga bagi Ronal dan istrinya. Selama ini pasangan suami istri tersebut tidak begitu mempercayai akan adanya alam gaib yang mirip dengan perkampungan manusia. Mereka juga tidak percaya dengan adanya aturan tata krama dan adab terhadap makhluk-makhluk tersebut. Bahkan mereka tidak percaya sama sekali kalau makhluk astral bisa mengganggu kehidupan manusia. Namun, pengalaman telah mengajarkan mereka untuk mempercayai adanya kekuatan dari makhluk gaib, bukan sekedar percaya akan adanya Tuhan saja, tapi harus mempercayai adanya makhluk gaib yang diciptakan Tuhan.Kini mereka baru mengerti, bahwa tidak semua kejahatan dapat dilihat dengan nyata, sebab itu perlu berserah diri dan minta perlindungan pada Tuhan, tentu jalannya dengan takwa dan berdoa. Bermacam doa pun mulai mereka hapal, doa masuk ke kamar mandi sampai doa ketika mau berhubungan antara suami dan istri pun mereka haf
BAB KE : 116 RONAL KEMBALI PULANG 16+Dua lelaki yang kelihatan sebaya itu keluar dari gubuk. Sesaat Nursalim menatap ke arah gubuknya yang berjarak tidak begitu jauh dari gubuk Kartim, terlihat istrinya masih sibuk mengusir burung yang silih berganti mampir di sawah mereka. Nursalim berjalan di depan, diikuti Kartim dengan hati yang masih diliputi rasa was-was. Sambil berjalan mereka terus berbincang, membicarakan dan menebak apa gerangan yang ada di sana. Bahkan Nursalim pun telah melupakan niat awalnya ke gubuk Kartim, yang sebenarnya hendak meminjam korek api, entah kenapa hari ini dia lupa membawa benda tersebut. Padahal biasanya benda yang satu itu selalu nyempil dalam kantongnya. "Sepertinya ada mayat!" kata Nursalim sambil menghentikan langkah ketika mereka telah hampir sampai di tempat Ronal. Kartim memanjangkan leher, mengintip dari belakang Nursalim. Mata Kartim cukup lama meneliti sosok lelaki yang tergeletak tanpa bergerak itu, yang jaraknya tidak jauh dari tempa
BAB KE : 115RONAL DIKIRA HANTU 16+Tidak jauh dari tempat Ronal pingsan, dari sebuah gubuk yang ada di sawah tersebut, terlihat seorang bapak-bapak berumur sekitar empat puluh lima tahun. Sebelum matahari menyinari bumi, dia telah berada di sawahnya, dengan maksud untuk menjaga padinya dari incaran burung liar. Ada keanehan yang dia rasakan pagi ini, tak ada satu pun burung yang hinggap di area sawahnya. Sementara temannya yang lain pada sibuk berteriak mengusir burung yang mampir untuk mencicipi bulir padi milik mereka.Keanehan itu memang sempat mengganjal hatinya, tumben burung-burung pada enggan mampir di petak sawahnya, padahal biasanya padi milik dialah sasaran utama dari burung-burung tersebut, karena petak sawah bapak tersebut berada persis di bawah kaki bukit, tempat di mana burung-burung bersarang.Rasa heran di hatinya semakin menjadi, ketika melihat asap tipis yang mengudara di bagian ujung sawahnya. Batin lelaki itu mengira ada api di sekitar sana. Tapi siapa pula y