Share

Bab 5

Author: Evie Yuzuma
last update Last Updated: 2022-09-19 09:03:45

“Gelang ini mirip banget punya kamu, ya! Padahal ini tuh Bibi beli yang imitasi tempo hari. Nah sore tadi baru jadi. Pas Bibi amati, kok mirip banget punya kamu, Nur! Tuh ‘kan mirip! Tapi ini bukan punya kamu, kok!” tukasnya seraya memutar-mutar tangan di depan wajahnya. Namun wajahnya tampak tak tenang apalagi tatapan Nuria yang mengantakan seolah tak percaya.

“Oh gitu, Bi?” Nuria tersenyum simpul. Dia masa bodo sebetulnya jika betul pun gelang itu miliknya. Rasanya semangat hidupnya sudah tergadai dengan semua keadaan ini.

“Iya, Nur! Bibi berangkat dulu, ya! Bibi mau pergi kondangan!” Bi Lela tersenyum seraya menepuk pundak Nuria. Satu paper bag yang dia incar sudah beralih ke dalam tentengannya. Alat make up lengkap yang akan digunakan olehnya.

Nuria hanya mengangguk. Lalu menutup pintu kamar setelah Bi Lela meninggalkannya. Lagi-lagi dia hanya menghabiskan waktu dengan duduk bengong dan memeluk lutut di dalam kamarnya. Semua barang mewah yang Juragan Arga kirimkan tak bisa membeli kebahagiaannya.

Setengah jam berlalu, dia hanya tepekur sendirian. Suara ketukan pada daun pintu diiringi orang yang mengucap salam terdengar. Meskipun enggan, Nuria tetap berjalan menuju ruang tengah dan membukakan pintu.

“Assalamu’alaikum, Nur!”

Sejenak Nuria bergeming, menyeka kedua matanya karena tak percaya pada apa yang dia lihat. Sesosok tubuh jangkung dengan kumis tipis yang menjadi ciri khasnya. Sorot mata itu, mata itu masih sama seperti ketika dia berjanji akan kembali datang dan menghalalkannya setelah sukses nanti.

“Hey, jawab dong salamku. Kok malah bengong!”Raditya Pramudita mengulangkan tangannya di depan wajah Nuria.

“W--wa’alaikumsalam, Dit! Mari duduk!” Nuria mempersilakan tamunya untuk duduk di teras. Ada dua kursi di sana yang biasa dipakai Paman Nursam menghabiskan waktu.

“Makasih, Nur!” Lelaki itu menjatuhkan bokongnya pada satu kursi kayu yang terhalang meja. Nuria berpamitan sebentar untuk mengambilkan air minum untuk Radit. Tak berapa lama dia keluar dengan segelas air putih. Lalu dia pun duduk menunduk pada kursi yang berseberangan dengan tamunya.

Hening, tak ada obrolan terjadi beberapa saat. Nuri menatap ujung kakinya yang memakai sandal dan menempel pada lantai semen di bawahnya. Bagian luar rumah Paman Nursam hanya menggunakan lantai semen.

“Aku ganggu, ya?” Radit memulai percakapan. Nuria mengangkat wajah sekilas lalu menggeleng pelan.

“Enggak, kok.” Dia hanya menjawab singkat.

“Nur, kamu masih ingat janji aku?” Radit menatap tajam pada Nuria yang ada di depannya.

“Sudahlah, Dit. Kamu tahu sendiri aku sekarang akan menikah.” Nuria mengangkat wajah dan menatap sekilas lelaki jangkung yang duduk di seberangnya.

“Bukannya kamu janji akan nunggu aku hingga aku sukses, Nur?” Suara Radit meninggi. Nuria terdiam. Namun tak berapa lama dia berusaha menjelaskan.

“Aku gak janji apapun, Dit. Aku hanya bilang tak mau pacaran.” Nuria masih ingat apa yang dia katakan ketika Radit menyatakan perasaannya menjelang akhir kelas tiga sekolah menengahnya.

“Iya, tapi kamu janji akan nerima aku jika nanti aku dan keluargaku datang dan melamarmu, tapi kenapa kamu malah menerima lamaran si tua bangka itu, Nur?” Suara Radit terdengar geram.

“Bukankah Ibumu tak menyukaiku, Dit. Kata Ibumu kamu harus sukses dulu kelarin kuliah S1, harus jadi PNS dulu dan nanti Ibu kamu juga bilang, dia berharap jika kamu dapetin perempuan yang sepadan. Aku ini apa? Hanya anak yatim yang miskin, Dit? Ibuku juga hanya seorang TKW yang bahkan gak pulang-pulang.” Nuria menunduk menyembunyikan rasa sedih yang bergelayut.

Terdengar helaan napas dari Radit. Dia menatap perempuan yang disukainya dalam-dalam.

“Apa kamu akan menolak lamaran lelaki tua itu jika aku mengajak keluargaku untuk datang?” tanyanya.

Nuria menghela napas kasar. Lalu menyeka sudut matanya.

“Semua tak semudah itu, Dit. Asal kamu tahu, aku menerima lamaran Juragan Arga demi balas budi karena jika aku menikah dengannya, maka semua hutang paman yang puluhan juta itu akan dianggap lunas.” Nuria mulai terisak.

“Nur! Itu bukan tanggung jawab kamu! Kita berhak bahagia, Nur!” Radit berdiri lalu bersimpuh di depan Nuria. Dia mendongak menatap wajah yang tampak murung itu.

“Aku tahu, Dit. Namun aku gak punya pilihan. Hanya di sini rumah tinggalku. Aku gak punya siapa-siapa lagi selain Paman dan Bibi.” Nuria menjelaskan dengan dada yang mulai terasa sesak.

“Katakan padaku, Nur! Apa kamu mencintai tua bangka itu? Lelaki gak tahu malu yang masih doyan daun muda, cih!” Radi hendak meraih tangan Nuria, tetapi gadis dengan kerudung instan itu menepisnya.

“Apapun itu, aku bilang. Aku gak punya pilihan.” Nuria terisak. Lalu menyeka sudut matanya yang basah.

“Aku ada cara untuk membatalkan pernikahan kamu dengan lelaki tua bangka itu jika kamu mau, Nur! Kamu pun gak akan disalahkan akan hal ini!” Radit berucap dengan penuh penekanan.

Nuria menatap wajah Radit. Ingin sekali tahu, tetapi dia takut jika apa yang dikatakan Radit adalah hal yang akan menyulitkan. Namun rasa penasaran mendorongnya untuk bertanya.

“Gimana caranya?” Nuria bertanya dengan datar.

Radit bangkit lalu duduk kembali di kursinya yang tadi dia duduki. Dia meneguk air dalam gelasnya hingga tandas.

“Ngomong-ngomong sepi banget rumah ini, Nur?” Dia belum menjawab pertanyaan Nuria. Namun malah melemparkan pertanyaan lainnya.

“Paman, Bibi sama Rina pergi kondangan, Dit.” Nuria menjelaskan sejujurnya.

Ada senyum mengembang pada bibir Radit, lalu dia menoleh pada Nuria.

“Kamu beneran ingin tahu cara agar pernikahan kamu batal dengan Juragan tua itu, Nur dan kamu tak disalahkan?” tanyanya. Nuria mengangguk.

“Tolong ambilkan dulu segelas air lagi untukku, Nur!” Radit mengangsurkan gelas kosong itu pada Nuria.

“Apa ada hubungannya dengan gelas ini, Dit?” Nuria merasa heran. Radit terkekeh lalu menggeleng.

“Ambilkan saja, nanti kamu akan tahu seperti apa rencananya.”

Nuria akhirnya menurut saja, dia meninggalkan Radit menuju dapur untuk mengambilkan segelas air untuknya. Berharap lelaki itu benar-benar memberikan solusi agar dia terlepas dari pernikahan itu dan tak ada orang yang menyalahkan dirinya.

“Dit!” Nuria sedikit kaget ketika dia kembali dari dapur dan mendapati Radit sudah berada di ruang tengah dan sedang mengunci pintu depan.

“Mari aku kasih tahu caranya, Nur! Pasti juragan tua itu gak akan menikahimu!” tukasnya seraya membuka pakaiannya lalu melemparnya begitu saja. Dia mendekat ke arah Nuri dengan tatapan mendamba.

Nuria menggeleng kepala, feelingnya sudah semakin tak karuan. Dia gegas berbalik hendak melarikan diri melalui pintu dapur. Namun sayang, gerakannya kalah cepat. Kedua tangan Radit berhasil merengkuhnya dari belakang.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • TERPAKSA MENIKAHI JURAGAN TUA   Bab 75 - End

    Gus Rasyid berjalan dengan wajah datar tanpa ekspresi, dia tak menjawab dengan tepat pertanyaan dari Juragan Arga, tetapi langsung menghampiri Abimanyu. Lelaki yang tingginya hampir sama dengannya itu pun berdiri. Sepasang mata mereka bersirobok. “Sebesar apa kamu yakin bisa membahagiakan Celia lebih dari aku?” Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Gus Rasyid yang menatap intens pada Abimanyu yang memandangnya dengan wajah tenang. “Insya Allah sangat yakin. Aku sudah lama mengenalnya dan sangat tahu wataknya. Dia keras, tetapi lembut. Dia galak, tetapi baik. Dia itu pemarah, tetapi penyayang. Aku tahu banyak tentang dia … lebih dari yang kamu perkirakan!” Ucapan Abimanyu yang tampak tenang dan datar membuat Gus Rasyid tersenyum kecut. Dia pun menoleh pada Juragan Arga dan menatapnya lekat. “Papa … andai benar Celia memiliki perasaan padanya, sepertinya saya tak pantas lagi mempertahankan dia lebih keras. Karena menghapus jejak itu akan jauh lebih sulit dari pada membuat

  • TERPAKSA MENIKAHI JURAGAN TUA   Bab 74

    “Dia Ibu saya, Non!” Sapaan khas itu sontak membuat Celia menoleh dan mencari sumber suara. Seketika kedua matanya membeliak melihat sosok yang tengah tersenyum dan berdiri tak jauh dari mereka. “A—Abimanyu?” lirihnya dalam gumaman. Tiba-tiba ada yang berdesir hangat dalam dada ketika manik mereka saling terpaku beberapa saat. “Masya Allah cantik sekali pakai kerudung seperti ini, Non.” Abimanyu tersenyum lalu menunduk lagi, seperti biasa dia tak berani memandang wajah manis itu lama-lama. Gegas dia melangkah dan memilih duduk pada tempat kosong di samping ibunya. Celia menunduk, dia menggigit bibir bawahnya dan sekuat tenaga menahan air mata yang menyeruak terjatuh. Hatinya yang tadi terasa hangat mendadak sakit. Perih ini bukan tanpa alasan, tetapi kenapa Abimanyu datang begitu terlambat. Kini bahkan hari pernikahannya hanya tinggal menghitung hari, lalu buat apa kedatangan lelaki itu ke sini. “Kakak … ayo duduk!” Nuria menarik lengan Celia agar duduk. “Enggak usah, Ma! Aku su

  • TERPAKSA MENIKAHI JURAGAN TUA   Bab 73-B

    “Hmmm?” Nuria menatap lekat dan menunggu jawaban.Celia menarik napas panjang, lalu dia pejamkan mata seolah tengah menimbang. Namun tak lama, terdengar ucapan lirih dari bibirnya.“Abi … manyu.” Kedua sudut bibir Nuria tersenyum. Dia lalu bangkit dan berjalan meninggalkan kamar Celia yang sepertinya penasaran atas pertanyaannya yang tiba-tiba. Namun, Celia memilih diam. Sudah sebulan lalu dia kehilangan semangat hidupnya. Hanya menghitung hari, menunggu masa hari pernikahan yang sedikit bergeser itu akan tiba. “Mama harus berbuat sesuatu untuk kamu, Kak! Semoga tak terlambat!” batin Nuria seraya lekas berjalan menuju kamarnya. *** Dua minggu lagi hari pernikahan yang dijanjikan pun terasa sangat lama. Meskipun, Celia tak terlalu peduli ketika tampak ada beberapa perubahan rencana, termasuk surat undangan yang tak jadi disebar. Rasa heran dan penasaran pun tak dia lontarkan, Celia lebih memilih diam. Dirinya yang sudah patah arang hanya pasrah, Celia sudah tak lagi peduli pada apa

  • TERPAKSA MENIKAHI JURAGAN TUA   Bab 73-A

    Semenjak hari pernikahannya dengan Gus Rasyid diputuskan. Celia menjadi lebih pemurung dari biasanya. Sehari-hari, selama sebulan ini hanya dia habiskan dengan mengurung diri di dalam kamar.Karena hal itu juga, Nuria menjadi lebih sering datang ke kamar putri sambungnya itu. Kadang mengajak Surya dan bermain di sana, kadang hanya duduk dan bercerita. Padahal Nuria berharap ada hal yang bisa dia dapatkan, sekecil informasi apapun akan sangat berguna untuk menjadi pertimbangan. Nuria paham, dijodohkan itu bukan hal indah yang diinginkan. Hanya saja, Celia sama sekali tak bercerita apakah ada lelaki lain yang dia inginkan.“Kak, Mama pinjam ponselnya bentar, ya! Mau telepon Papa! Quota Mama habis soalnya!” Nuria mengetuk pintu kamar Celia, lalu mendorongnya perlahan.“Hmm, ambil!” Celia menjawab dengan malas. Bahkan tak melirik ke arah Nuria yang berjalan mendekat ke arahnya. Dia sibuk dengan tablet baru yang isinya hanya games online dan tak ada akses ke sosial media mana pun. Dia mala

  • TERPAKSA MENIKAHI JURAGAN TUA   Bab 72

    “Loss contact dengan?” Mutia melambatkan langkah lalu menatap wajah serius Abimanyu. “Dengan tujuan masa depanku, Mut yaitu Celia.” Abimanyu mengucap nama itu dengan senyuman yang mengembang. Raut wajah Mutia yang berbinar seketika mendadak murung. Ada sesuatu yang kasat mata terasa begitu sakit menusuk hatinya. Lelaki yang ada di depannya bahkan dengan begitu ringan menyebut nama perempuan lain di hadapannya. “Abi, aku mau ngomong sesuatu.” Mutia menghentikan langkahnya seraya menunduk. Dia mengumpulkan segenap keberanian. “Eh, tumbenan kayak serius banget?” Abimanyu menoleh pada Mutia yang tertinggal beberapa langkah di belakangnya karena menghentikan langkah mendadak. “Iya, Abi. Ini hal paling serius yang ingin aku bicarakan sama kamu. Bisa ke kantin?” Mutia menatap wajah lelaki yang lama-lama bisa menarik perhatiannya. Dulunya dia memilih Abimanyu karena dia melihat sosoknya yang lurus dan gak neko-neko. Selain itu, penampilannya yang teramat sangat ketinggalan zaman membuat

  • TERPAKSA MENIKAHI JURAGAN TUA   Bab 71-B

    Abimanyu sedikit kaget ketika dia mendapati kabar kepulangan Celia dari Bu Ratna. Namun mendengar kabar katanya Celia sakit, akhirnya Abimanyu mengerti. Anak seperti Celia, mungkin tak bisa fighting sendiri sehingga ketika sakit harus kembali dekat dengan keluarga. Abimanyu berulang menghubungi Celia, tetapi nomornya selalu di luar jangkauan. Dirinya tak sadar, jika jemari yang dibubuhi segenap rasa cemburu itu sudah memblokir kontaknya. Akhirnya Abimanyu menghubungi Juragan Arga dan sedikit lega ketika mendengar kabar jika Celia baik-baik saja. Namun, sidang skripsi yang sudah ada di depan mata membuatnya harus fokus menyelesaikan semua hal yang harus diselesaikan. Masih ada satu kali lagi revisi yang harus dia kejar demi bisa ikut wisuda tahun ini. Abimanyu begitu bersemangat mengingat apa yang diucapkan Celia pagi itu. Kalimat tersirat yang seolah meminta dirinya peka dan memperjuangkannya. “Lili, doakan … semua sidang skripsinya lancar … setelah itu, aku baru akan fokus berjua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status