Suasana masih dalam keadaan tegang, tidak tanggung-tanggung, Lucia sedikit menghardik pangeran Xander, yang kala itu tetap bersikeras tidak ingin menjalin kerjasama dengan kami dan juga para petinggi dunia Immortal.
Bangsa Vampir memang terkenal dengan keangkuhan dan kesombongan mereka. Namun, baru kali aku bertemu dengan salah satu dari kaum itu, yang kesombongan dan keangkuhannya mencapai langit ke tujuh.
Papa nampak sangat kesal dibuatnya, beberapa kali aku bisa mendengar papi Dave menggeram, seperti ingin berganti shift dengan papa dan memberi pelajaran pada Vampir angkuh itu. Namun, hal itu tentu saja tidak akan dibenarkan oleh papa.
Adikku El pun terlihat kurang suka, namun ia dengan tingkahnya seperti biasa, mencoba untuk calm dan diam serta terus mengamati. Entah mengapa, aku bisa merasakan beberapa dari kaumku sudah sangat muak dengan kelakuan pangeran Xander. Tapi disatu sisi, aku masih mempercayai perkataan Dami, bahwa bagaimana pun pangeran arogan itu b
"Baik, aku akan bergabung. Dengan syarat, lindungi klanku dengan sekuat tenaga kalian" Ucapnya dengan tubuh bergetar.Mendengar hal itu, Dami tersenyum dengan kemenangan. Begitu pula dengan ku dan beberapa dari kami yang ikut merasa senang dengan keputusan pangeran Xander, walau keputusannya sedikit dengan paksaan.Setelah acara jamuan makan-makan itu berlangsung, para tamu berniat untuk pamit dan kembali ke tempat mereka masing-masing. Tak lupa Orlambus turut mengantar Ratu Abeth hingga ke perbatasan. Orlambus, seperti yang dikatakan Dami, ia adalah Halfblood yang dialiri darah peri. Sehingga, meskipun ia melayani Lord kaum Werewolf, namun ia juga tetap menghormati Ratu Abeth sebagai Ratu di Dunia Peri.Sebelum beranjak dari wilayah kami, Lucia sudah mengingatkan ku dan Dami untuk kedepannya mengirim bala bantuan Shadow Guardians untuk para kaum/klan yang hari telah bekerjasama dengan kami, begitupun sebaliknya. Setelah aku dan Dami berganti shift kembali, Lucia l
"Kau senang dengan keadaanmu yang sekarang, Lord?" Ucap salah seorang wanita dengan tatapan sinis darinya.Wajah yang cantik, kulih yang putih pucat namun terlindungi dengan lipstik merah darah yang ia kenakan dibibinya, benar-benar menambah pesona penampilannya."Tapi, siapa dia?" Batinku, menatap haluan wajahnya dengan seksama.Tiba-tiba saja semuanya terlihat tampak gelap. Perlahan aku membuka mataku, nanar cahaya menembus keretina dengan samar-samar. Aku memalingkan mataku kesekeliling ruangan, memastikan jika yang ku tempati sekarang benar, adalah kamar tidurku."Hah (sembari menyeringai), mimpi ternyata" Timpalku, berbicara dengan nada pelan.Aku mulai sedikit terusik dengan mimpi yang berulang kali datang menghantui pikiranku beberapa hari ini."Kau sungguh tidak tahu siapa wanita itu?" Ucapku, menanyakan kepastian pada Dami melalui mindlink."Hm, seperti katamu. Aku tidak mengenalnya" Sanggahnya dengan datar.Aku hanya
"Kami tahu kau ingin kembali menciptakan The Koloni yang baru, bukan? Untuk itu kami datang menawarkan kesepakatan!" Aku hanya tertegun mendengar ucapan mereka."The Koloni? Hah?" Timpalku menatap tajam kearah mereka dan tersenyum sinis."Jelaskan padaku, Damicielle!" Gertakku melalui mindlink.***Suasana saat ini benar-benar membuatku bingung."Kesepakatan? The Koloni yang baru? Apa maksudnya ini?" Batinku.Seketika Dami mengambil alih tubuhku, "hey! Apa yang k.." ucapku terhenti ketika ia mulai mengabaikanku dan menimpali perkataan para Godwolf, tanpa menjelaskan sedikitpun mengenai rencana yang ia ciptakan tanpa sepengetahuanku.Ku pikir satu raga akan menyatukan kami, nyatanya dalam raga yang kami diami, tetap ada dua pemikiran yang berbeda.Perlahan aku merasakan aura Dami berubah, mendatangkan getaran-getaran yang menakutkan untuk beberapa werewolf lainnya, termasuk pada kawanan para Godwolf yang datang berkunjung.
Kicauan burung terdengar, menapaki silauan senja yang terlihat dibalik pegunungan yang menjulang indah di depan mata. Aku sedang menikmati waktu senggang ku bersama papa, mama dan El, menikmati secangking teh hijau tepat di halaman belakang kastil Bloodmoon. Kembali mengenang masa dimana kami masih tinggal dan berbaur bersama para manusia."Pa, bagaimana dengan usaha Cafe yang papa tinggalkan?" tanyaku menaruh penasaran dengan nasib usaha yang pernah papaku tekuni untuk menghidupi dan memenuhi segala kebutuhan kami."Rencananya, jika keadaan menjadi lebih membaik, papa dan mama akan berkunjung ke dunia manusia untuk mengecek segala sesuatunya dan juga mungkin, ini hanya kemungkinan yang akan terjadi, papa dan mama akan menetap disana untuk waktu yang belum bisa dipastikan." jawab papa seraya menjelaskan beberapa planning yang telah ia pikirkan dan sepakati bersama dengan mama.Aku cukup terkejut dengan keputusan yang mereka buat, hanya saja, aku tidak ingin bert
Alexa, Guard yang ditempatkan menjadi kepala untuk para warrior penjaga perbatasan menyalakan petasan tanda sesuatu hal yang genting sedang terjadi dan berasal dari pintu perbatasan utara, membuat ku yang saat itu berada di perbatasan selatan bersama Groovin sedikit terkejut, Groovin terdiam menunggu perintah dariku, aku mencoba memindlink Alexa dari jarak jauh dengan kekuatan yang ku punya."Alexa, kau bisa mendengarku?" ucapku."Bisa, Alpa" timpalnya."Apa yang terjadi?""Perbatasan diserang oleh beberapa rogue, vampir liar dan seorang black witch. Semua tampak diluar kendali, Alpa. Mereka menyerang dengan membabi buta" ucap Alexa terdengar sedikit panik."Baiklah aku mengerti, bertahanlah sejenak, aku akan meminta yang lain untuk menyusul, kau bisa ku andalkan, kan?""Baik, Alpa" ucapnya sebelum memutuskan mindlink denganku.Aku meminta Groovin mengarahkan seperempat pasukan gerbang selatan untuk membatu para warrior dan wolf
Suasana kembali tegang seketika Dami menampilkan senyum sinisnya menatap tamu yang dibawah Orlambus untuknya."Selamat datang, my new Guard." ucap Dami, yang membuat beberapa orang terkejut, termasuk diriku.*****"Wah, kau merekrut guard baru tanpa memberitahuku terlebih dahulu?" hardikku, melalui mindlink.Tak ada jawaban darinya, benar-benar membuatku kesal dan ujung-ujungnya, hanya akan membuat ku terdiam dan menjadi pengamat yang baik atas segala tindakan yang ia lakukan."Selamat datang di gubuk kami Fikarus Alezo." pungkas Dami.Pria itu hanya tersenyum kecil, meraih tangan ku dan menggenggamnya lembut."Senang bisa melihatmu lagi, kau tak kalah cantiknya seperti dulu." ucap pria itu."Uh, dia melayangkan godaan padamu" hardikku kembali tak kalah sarkasnya, namun tetap saja perkataanku seperti tak terdengar olehnya."Untung saja Arrone tak disini, kali ini aku bisa memaklumi tindakanmu." batinku.Dami tampa
"Arbyon!" tuturku terkejut melihat pemuda itu dipenuhi baluran darah segar disekujur tubuhnya.Tatapan tajam dengan kilauan nanar hitam nan pekat menggambarkan segala hal yang terjadi padanya. "Arbyon..." ucapku lagi, namun kali ini dengan nada yang terdengar lebih pelan dan lembut."Apa yang terjadi?" tanyaku.Hening melanda kami hingga beberapa saat. Aku melempar tatapan disegala sisi ruangan, tercium bau amis darah segar memenuhi sekitar kami. "Sama sekali tidak ada tanda-tanda kehidupan, selain dari kami berdua." pikirku."Mereka semua pergi meninggalkanmu!" ucapnya datar. Perlahan kabut gelap menutupi tubuh pemuda itu, membawanya lenyap dalam sekali kedipan mata, dan sekejap saja ruangan dimana aku berada terlihat seperti pemakaman maut.Mereka.. mereka semua..."Aarrgg.. hah, hah, hah!"***Aku menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya setelah tenggorokanku terasa sulit untuk menelan salivah. Mataku menjelajahi sel
Malam ini terasa panjang dan menggairahkan setelah ku lalui bersama dengan Arrone. Kami menuangkan segala kerinduan yang mendalam setelah terpisahkan jarak dan waktu yang cukup lama.Perlahan tanganku menyusuri setiap lekuk wajah mateku, menancapkan kerinduan yang mendalam pada rona wajahnya. Pandangan kami bertemu satu sama lain dengan nafas dan detak jantung yang memburu, Arrone perlahan kembali memberikan sensasi yang menaikkan adrenalin untuk menghabiskan malam panjang kami.***Silauan cahaya matahari menembus sela-sela jendela, perlahan aku membuka mata dan beranjak dari tempat tidur terlebih dahulu tanpa membuat Arrone terbangun. Aku merasakan keberadaan Anthoni di balik pintu seakan menunggu kami hingga tersadar."Anthoni.." ucapku melalui mindlink."Ya Alpa, selamat pagi. Maaf membuat anda terbangun.""Tak apa, kalian sudah siap?" tuturku lagi."Sudah, Alpa. Alpa Christ dan Luna Diana sedang menunggu di ruang jamuan unt