Share

Ga jelas

Penulis: Svaandin
last update Terakhir Diperbarui: 2021-09-03 21:22:49

     Hari ini Adila dan ke-dua saudaranya berada di kantin, yang kebanyakan adalah siswa-siswi kelas Adila. Sudah 3 hari yang lalu kejadian di mana Aqia tidak sengaja ketahuan memotret Raden, tetapi sampai saat ini dirinya masih di jadikan bualan oleh yang lain.

     "Fi, Fi pose dong,"  ucap Adila dan membentuk tangannya seperti kamera.

     Ya seperti Adila tadi contohnya, tetapi yang terparah adalah...

Flashback.

     "Kak Raden, Dedek Aqia nya malu-malu tapi mau nih!!!" teriak Adila, belum lagi Afia yang tiba-tiba menyahuti.

     "Kak Raden. Dedek Aqia nya mau panggil Mas, boleh enggak?" teriak Afia menyahuti.

     "Mas Raden!!!" bukan Aqia yang memanggil, tetapi Adila yang berteriak tepat di depan kelas Raden—lebih tepatnya mereka sejak tadi berteriak-teriak di depan kelas Raden.

     "Woi. Den, itu ada Dedek gemes yang naksir," ucap Erchan yang baru saja melihat keluar jendela karena mendengar keributan.

     Dan mulai hari itu Aqia benar-benar menyumpah serapahi ke-dua saudaranya yang rasa malunya entah tertinggal di mana.

*****

     Dengan senyum jahil, Adila mengambil sapu dan berdiri di atas kursi, "Jantungku berdetak saat kau..." nyanyi Adila saat Raden  dan teman-temannya memasuki kantin

     "Mati!!!" sahut Afia yang menunjuk Raden, yang membuat mereka tertawa. Berbeda dengan Raden yang terkejut karena tiba-tiba di tunjuk.

     "Bercanda...serius ajeh hidupnya!!!" ucap Adila yang membuat Raden menghembuskan napas lega.

     "Dengan mu..." lanjut Adila

     "Aku, bukanlah..." teriak Afia menyahuti.

     "Udinnn!" teriak teman-teman mereka yang membuat Aqia dan beberapa orang lainnya geleng-geleng kepala.

     Tiba-tiba angin bertiup kencang dan membuat rambut Jovan yang lebat berkibar.

     "Om, kepalanya terbang om!!!" heboh Adila sambil menunjuk Jovan. Dengan refleks Jovan memegang kepalanya dengan ekspresi yang membuat mereka tertawa.

     Jovan bersiap-siap melemparkan jas yang dia gunakan kearah Adila, tetapi terhenti karena ternyata mereka belum selesai.

     "Perdamaian-perdamaian"

     "Langit bumi bersaksi" lanjut Afia.

     "Ih, kayak monyet" Akhirnya yang di tunggu-tunggu bersuara. Dedek Aqia yang sedari tadi diam membisu, akhirnya bersuara yang membuat mereka kembali heboh.

     "Cepat putuskan samsoll!!!" teriak mereka menunjuk kearah Raden.

     "Salah gue apa sih. Baru juga mau masuk" dengan uring-uringan Raden berjalan melewati mereka.

     "Hati hancur berantakan" teriak mereka bersamaan.

     "Kiss jaman now" sahut Adila.

     "Emang generasi micin"

     "Ini kepala sekolah mungut anak modelan kek mereka dimana sih? Lama-lama ini sekolah jadi kebun binatang lag-" ucapan Erchan terhenti saat ingat sesuatu.

     Dirinya segera berdiri dan menatap siswa-siswi di sekitar yang juga menatapnya, "uuaa uu aa uuu aaa uuaa" teriaknya.

     Secara serempak mereka juga mengikuti dan membuat sekolah seperti kandang monyet seketika, "UUAA UU AA UUU AAA UUAA!!!"

     "Monyetnya terlatih ya Bund," Marvin terkekeh melihat kegilaan teman dan adik kelasnya.

     "Belum," ucap Revano singkat.

     Mereka yang merasa heran pun menatap Revano, dan yang di tatap mengarahkan pandangannya kearah meja Adila. Dan ternyata di sana sedang menanggap topeng monyet— siapa lagi jika bukan Adila dan Afia yang berusaha membuat Aqia tertawa.

     "Uuu aa" panggil Adila

     "Uuuu" sahut Afia.

     "Wawawa wawa uuuaaa" teriak Adila

     "Uauauaa"

     Aqia menggebrak meja dengan kencang yang membuat Adila dan Afia berpelukan karena terkejut, "Gue mau resign aja deh jadi saudara kalian"

     "Uauauaa"

     "Uuuuuwawawa"

     "Gue prustasi bang***"

     Dengan tiba-tiba Adila dan Afia tertawa sendiri melihat kegilaan mereka.

     "Udah. Gue capek, mau tidur"

     Dan berakhirlah acara mereka hari ini. Ini semua berawal mereka yang tidak tahu ingin melakukan apa di jam kosong, dan berakhir kejadian absurd itu.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • THE SIBLING'S   End

    Setelah pertandingan minggu lalu, Adila tidak masuk sekolah selama hampir satu minggu. Entah apa yang terjadi, saat ini dia seperti di musuhi satu sekolah, bahkan ke-dua sepupunya pun seperti membenci dia. "Bukan gue, La. Gue enggak ada hubungan apa-apa sama kekalahan lo di pertandingan." Adila mengernyitkan dahinya bingung. Tadi dia berencana menuju ke kantin untuk makan siang, tetapi entah datang darimana rubah sialan ini tiba-tiba menabraknya dan berperilaku seolah-olah dia sedang membully nya. "Kalah karena kemampuan sendiri yang buruk, tapi nyalahin orang." "Seketika gue menyesal karena merekomendasikan dia." "Kasihan Gina, padahal dia yang selalu membela Adila di saat yang lain menjelekkan nya." 

  • THE SIBLING'S   29

    Adila terbangun saat mendengar nada dering di ponselnya. Dia ingin menggerakkan tangan dan kakinya tetapi tidak bisa, seperti ada yang memeganginya. Adila membuka matanya dan melihat sekitarnya gelap, dia merasa seperti di sebuah ruangan yang sunyi dan dingin. "Gue enggak mati, 'kan?" gumamnya. Adila berteriak saat mengira jika dia sudah mati dan sedang berada di alam kubur. Di sisi lain Revano yang belum bisa tidur pun segera menghampiri kamar sebelah menggunakan senter handphone nya. Sekaramg jam tiga dini hari, dan sedang ada pemadaman listrik.Revano. Sudah satu jam gue hanya memandangi langit-langit ruangan yang gelap. Tepat pukul 03.00 listrik di sini mati. Gelap, sunyi dan dingin. Awalnya gue berniat membangunkan Raden, tetapi suara teriakan seseorang yang gue k

  • THE SIBLING'S   28

    Saat ini Adila dan yang lainya sedang berada di pasar, mereka berencana membuat nasi kuning. Sedangkan Erchan dan para laki-laki sedang mencari gudeg, sejak kemarin Erchan merengek meminta gudeg. "Barangnya udah semua, 'kan?" Aqia bertanya untuk memastikan tidak ada yang kurang, sehingga nanti mereka tidak susah-susah untuk kembali. Adila membaca catatan di kertas yang dia pegang, sedangkan Lisa dan Afia mengecek keranjang belanjaan yang mereka letakkan di bawah. Merasa sudah lengkap, mereka kembali berjalan menuju parkiran, sampai sebuah suara membuat mereka yang tadinya bercanda terdiam seketik— terutama Aqia. "Qia?" Aqia yang melihat laki-laki di depanya pun seketika terdiam, dia menunduk dan berjalan mendahului yang lain. Andre, laki-laki

  • THE SIBLING'S   27

    "Adila masih belum mau makan apa apa, Nek?" tanya Afia yang baru saja melihat Nenek nya keluar dari kamar yang di tempati Adila. "Belum. Anak itu kalau sakit ndak mau makan opo opo, Nenek sendiri 'akhire sek' pusing," jawab Nenek Indah. Karena belum berhasil membujuk Adila untuk makan, bahkan minum pun Adila enggan. "Gue bawain kue putu, nih." Lisa dan Erchan yang baru saja masuk langsung menyahuti yang membuat mereka semua menoleh. "Yang sopan dong Lis., ada Nenek ini, salim dulu napa." Erchan berucap sambil menoyor kepala Lisa. "Eh? Nek, saya Lisa. Temanya Adila," ucap Lisa, dan mengalami Nenek Indah. "Saya Erchan, Nek." "Kalau saya Bagas, bukan bagi ganas tapi Nek." Bagas tertawa saat nenek mengusap rambutnya gemas. "Temanya Adila b

  • THE SIBLING'S   26

    Setelah perjalanan cukup lama dan melelahkan, akhirnya mereka sampai di rumah nenek Adila dan ke-dua saudaranya. Rumah yang terbuat dari kayu tingkat dua, dengan sungai jernih di belakang rumah sebagai sumber air. Rumah Nenek Indah (Nenek Adila, Afia, San Aqia) termasuk di desa plosok, desa yang masih terjaga alam nya. Bertani dan berdagang adalah mata pencaharian utama mereka, Nenek Indah adalah seorang petani, umurnya 78 tahun. Meski pun sudah tua, beliau tidak bisa jika di suruh diam di rumah, Suaminya sudah meninggal saat umurnya 60 tahun. Saat melihat rumahnya di datangi 3 mobil sekaligus membuat tetangganya heran, mereka menebak-nebak siapa tamu Nenek Indah. Karena memang Nenek indah tidak pernah bercerita tentang anak cucunya di kota. "Nenek!" teriak Afia dan Aqia saat sudah keluar dari mobil. "Cucu Nenek sudah besar ternyata,

  • THE SIBLING'S   25

    Tepat jam tiga pagi Adila sedang bersiap-siap di kamarnya. Setelah menempuh ujian yang melelahkan, akhirnya hari ini dia bisa mengunjungi Nenek nya di Jogja. Dia sangat merindukan masakan buatan Neneknya, tidak hanya dia tetapi juga ke-dua saudaranya akan ikut bersama nya. "Gue tahu kalian di luar, masuk aja!" teriak Adila saat menyadari ke-dua saudaranya berbisik-bisik di depan pintu kamarnya. Setelah Adila berteriak Afia dan Aqia memasuki kmara nya dengan canggung. Adila tahu apa yang ingin mereka bicara'kan. "Kita minta maaf..." lirih Aqia. "Buat?" "Sikap kita sama lo. Selama ini kita enggak ada niatan buat jauhin lo, ini semua rencana Gina..." "Gue tahu." Adila berucap dengan mantap. "Aqia kemarin udah bilang sama gue" &nb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status