Share

Bab 4

Author: Patricia
Reagan terlalu banyak minum semalam. Selain itu, si berengsek Philip malah mengajaknya untuk minum lagi di tengah malam. Saat Reagan diantar pulang oleh sopir, langit sudah mulai terang.

Awalnya dia sudah terkapar di ranjang karena rasa kantuknya yang hebat. Namun, dia tetap memaksakan diri untuk pergi ke kamar mandi dan membersihkan dirinya sebentar.

'Kali ini Nadine seharusnya nggak akan marah, 'kan?' batin Reagan dalam pikirannya yang setengah sadar. Saat membuka mata kembali, rasa sakit yang hebat membuatnya terjaga.

"Ugh ...." Sambil menekan perutnya, Reagan berusaha untuk bangkit.

"Aku sakit maag! Nad ...." Saat hendak memanggil nama itu, Reagan terhenti seketika. Reagan mengerutkan alisnya sejenak. 'Hebat sekali Nadine kali ini, bahkan lebih keras kepala dari sebelumnya. Baiklah, kita lihat seberapa lama dia bisa bertahan.'

Akan tetapi ... di mana letak obatnya?

Reagan pergi ke ruang tamu untuk mengobrak-abrik laci dan lemari. Semua laci yang bisa menyimpan barang sudah digeledahnya, tetapi dia masih tidak menemukan kotak obat cadangan di rumahnya. Kemudian, Reagan menelepon Julia.

"Tuan cari obat maag ya? Ada di kotak obat."

Pelipis Reagan berdenyut keras. Sambil menarik napas panjang, dia bertanya, "Di mana kotak obatnya?"

"Di laci lemari pakaian di kamar tidur. Sudah disiapkan beberapa kotak. Nona Nadine bilang Tuan sering sakit maag setelah minum terlalu banyak. Jadi, dia menaruh obatnya di kamar supaya mudah diambil ...."

"Halo? Halo? Tuan masih dengar? Kenapa teleponnya diputus ...."

Reagan berjalan ke lemari pakaian dan benar saja, dia menemukan kotak obat di laci. Di dalamnya penuh dengan obat maag yang sering dikonsumsinya, totalnya ada lima kotak.

Setelah minum obat, rasa sakitnya pun mulai mereda dan sarafnya yang tegang perlahan-lahan mulai rileks. Dia menutup kembali laci dengan santai, tapi tiba-tiba gerakannya terhenti.

Perhiasan dan tas mewah Nadine masih ada, tapi semua dokumen milik Nadine, termasuk KTP, paspor, ijazah, dan sertifikat kelulusan, semuanya sudah hilang. Reagan kemudian melihat tumpukan koper di sudut kamar dan benar saja, kopernya berkurang satu.

Reagan mematung di tempat dengan kesal. "Hebat ... hebat sekali kamu," ucapnya sambil mengangguk. Wanita memang tidak boleh dimanja. Semakin dimanjakan, dia akan semakin keras kepala.

Pada saat ini, terdengar suara pintu dibuka dari lantai bawah. Reagan langsung turun.

"Kenapa malah kamu?" tanya Reagan.

Clarine yang sedang mengganti sepatunya merasa agak terkejut mendengar ucapan Reagan. "Kalau bukan aku, memangnya siapa lagi?"

Reagan duduk di sofa dengan lesu dan tampak tak acuh. "Ngapain kamu datang? Ada urusan?"

"Kata Bi Julia, penyakit maagmu kambuh? Aku datang sesuai perintah Ibu untuk menjenguk kakakku tersayang," kata Clarine sambil berjalan ke dapur, "Aku belum makan siang, kebetulan bisa numpang makan."

Salah satu alasan lain kenapa Clarine punya kesan baik terhadap Nadine adalah karena masakannya yang luar biasa enak. Namun, setengah menit kemudian ....

"Kak! Kenapa dapurmu kosong begini? Nggak ada makanan? Mana Nadine? Dia nggak di rumah hari ini? Seharusnya nggak begitu ...."

Biasanya pada waktu seperti ini, Nadine sudah menyiapkan makanan dan menunggu kakaknya turun untuk makan. Kalau beruntung, Clarine juga bisa ikut menikmati masakannya.

Nadine, lagi-lagi Nadine .... Reagan menekan pelipisnya, enggan untuk menanggapi Clarine.

Clarine keluar dari dapur dengan ekspresi kecewa, "Dia lagi nggak enak badan? Kemarin di rumah sakit kulihat wajahnya kurang sehat ...."

"Kamu ketemu dia di rumah sakit?" Reagan refleks duduk lebih tegak saat bertanya.

"Iya, kemarin aku ke Rumah Sakit Weston untuk jenguk Bu Freya dan ketemu Nadine di pintu gedung rawat inap. Kak, kukasih tahu ya, Bu Freya sudah setuju untuk beri aku kesempatan program doktor langsung!"

Pria itu mengernyit, "Kenapa dia ada di rumah sakit?"

"Kamu tanya aku? Kamu sendiri saja nggak tahu, mana mungkin aku tahu?"

Reagan terdiam.

"Mungkin bukan dia yang sakit? Mungkin dia hanya menjenguk seseorang? Tapi aku nggak pernah dengar kalau Nadine punya teman. Di kehidupannya ini selain ada kamu ... ya cuma kamu saja ...."

"Kamu sudah selesai bicara?" tanya Reagan.

Clarine menanggapi seadanya.

"Kalau sudah, cepat pergi. Aku masih ngantuk," kata Reagan sambil bangkit berdiri.

"Serius, kamu mau usir aku begitu saja? Oke, aku pergi sekarang," ucap Clarine sambil mengenakan sepatunya dengan kesal, "Oh ya, aku ke sini sebenarnya ada tugas."

Reagan sama sekali tidak ingin mendengarkan Clarine. Dia langsung berjalan naik ke lantai atas.

"Besok jam dua siang, di Restoran West Coast. Ibu sudah jadwalkan perjodohan untukmu, jangan terlambat!"

"Kamu ini cerewet sekali."

Clarine membuat wajah mengejek ke arah punggung Reagan sebelum akhirnya pergi. Baginya, perjodohan seperti ini sudah menjadi hal yang biasa. Lagi pula, tidak ada salahnya mencari pasangan yang sepadan secara status saat masih berpacaran dengan Nadine.

Selama bertahun-tahun, kakaknya tidak jarang menghadiri acara perjodohan seperti ini. Meskipun, sering kali memang hanya sekadar formalitas untuk menyenangkan ibunya. Setelah mengusir Clarine, Reagan pergi ke ruang kerja untuk menangani urusan perusahaan.

Beberapa tahun lalu, demi melepaskan diri dari kendali keluarganya, Reagan memutuskan untuk memulai usahanya sendiri. Tiga tahun pertama benar-benar sulit, apalagi dia menolak menerima bantuan dari keluarga. Satu-satunya yang ada di sisinya hanyalah Nadine.

Baru dalam dua tahun terakhir, kariernya mulai sukses dan dia berhasil mendirikan perusahaannya sendiri. Pada akhirnya, dia berhasil melepaskan diri dari citra "anak orang kaya" dan "pemuda tukang foya-foya".

Kini, sikap keluarganya mulai melunak. Mereka mulai mendekatinya kembali. Hal ini terlihat jelas dari bagaimana dulu mereka sangat menentang hubungannya dengan Nadine, tetapi sekarang seolah-olah telah membiarkannya begitu saja.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya, matahari juga sudah tenggelam. Langit di luar mulai gelap dan lampu-lampu kota mulai menyala. Barulah Reagan menyadari bahwa dia kelaparan.

Reagan mengambil ponselnya dan menelepon pacarnya, "Lagi ngapain?"

Terdengar suara deringan dari ujung telepon, diikuti dengan suara gadis, "Sayang, maaf ya, aku ada kelas. Setelah selesai nanti, kita ketemuan?"

Panggilan "sayang" itu membuat Reagan merasa tidak nyaman. "Hm, lanjutkan saja." Kemudian, dia langsung menutup telepon dan melemparkan ponsel ke samping.

Setengah menit kemudian, telepon berdering lagi. Reagan tidak memperhatikannya dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Barulah ketika perutnya mulai protes, dia terpaksa keluar dari ruang kerja.

Setelah janjian untuk makan malam dengan Philip dan teman-temannya, Reagan berganti pakaian dan bersiap untuk keluar. Gadis yang duduk di dekat pintu langsung berdiri saat mendengar ada suara. Dia lalu berbalik dengan senyuman malu-malu.

"Eva?"

"Maaf ya, aku sudah ketuk pintu, tapi sepertinya kamu nggak dengar. Jadi aku duduk di sini menunggu." Melihat jas yang disampirkan di lengan Reagan, Eva bertanya, "Mau keluar ya?"

Reagan tidak menjawab, hanya mengerutkan alisnya. "Kenapa kamu bisa nyari sampai ke sini?"

Eva menjawab dengan suara pelan, "Aku tanya temanmu ...."

"Philip?"

"Bukan, bukan, Teddy."

Reagan membalas, "Masuk dulu."

Gadis itu kembali tersenyum ceria, lalu melompat-lompat masuk ke rumah sambil melihat sekelilingnya dan mengeluh dengan nada manja, "Setelah kamu tutup teleponku, kamu nggak jawab panggilan dariku lagi. Aku jadi cemas ...."

Reagan keheranan, "Bukannya kamu ada kelas?"

"Aku bolos, pacar lebih penting, 'kan?"

Nadine tidak akan begini.

Saat Reagan mendekati Nadine dulu, Nadine baru saja masuk tahun pertama kuliah dan jadwalnya sangat padat. Namun, Nadine tidak pernah sekalipun membolos atau melewatkan kelas demi dirinya. Baru ketika mereka mulai berpacaran dan Nadine sudah berada di tahun terakhir dengan jadwal yang lebih sedikit, dia mulai punya waktu untuk menemani Reagan.

"Sayang, kamu belum makan, 'kan? Aku ...."

"Kamu bisa masak bubur untuk sakit maag?" Entah mengapa, Reagan menanyakan hal ini.

"Bubur untuk sakit maag?"

"Ya."

"Nggak bisa, tapi aku bisa belajar."

....

Setelah menolak secara halus isyarat Eva yang ingin menginap, Reagan menyantap makanan yang dia bawakan, kemudian mengantarnya kembali ke kampus.

Baru setelah itu, dia pergi menemui Philip.

Dalam perjalanan, saat berhenti di lampu merah, Reagan melirik ponselnya dan teringat bahwa Clarine menyebutkan kalau dia bertemu Nadine di rumah sakit.

Meskipun mereka sudah putus, hubungan mereka selama bertahun-tahun masih ada. Bahkan jika hanya sebagai teman biasa, dia merasa perlu menanyakan kabar Nadine. Reagan membuka WhatsApp dan mengetik pesan.

[ Kamu sakit? ]

Namun, sistem hanya menunjukkan centang satu.
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (3)
goodnovel comment avatar
Rna 1122
laki" bajingan rasain luu
goodnovel comment avatar
Tina Kartini
sangat apik alur cerita nya..bikin pena cayank
goodnovel comment avatar
gracemilka16
menarik dan bikin penasaran kepingin tahu selanjut nya
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 745

    "Aku memang belum pernah menerbitkan jurnal, belum ada hasil akademi. Tapi, gimana dengan hasil-hasil yang dimiliki Nella selama ini? Memangnya kamu nggak tahu apa-apa?"Mata Diana sedikit berkilat. "Aku nggak paham apa yang kamu maksud.""Kamu mungkin lupa, sebagai putri Keluarga Yudhistira, aku paling nggak kekurangan uang dan relasi. Cuma perlu sedikit uang, aku sudah bisa sewa orang buat cari informasi tentang Nella. Mudah saja. Kamu tahu apa yang aku temukan?"Diana tampak terkejut."Di dunia ini nggak ada hal yang begitu kebetulan. Bu, margamu dan marga Nella sama. Kalian punya hubungan keluarga, 'kan?""Terus, kenapa?" tanya Diana. Nada bicaranya keras, tetapi terkesan rapuh.Clarine tersenyum mengejek. "Kenapa? Nilai Nella waktu SMP jelek banget, tapi pas SMA tiba-tiba jadi genius. Bukan cuma menang berbagai kompetisi, dia juga menerbitkan makalah yang dimuat di majalah bergengsi. Apa perlu aku bantu kamu cari tahu semua detailnya?""Kamu ...." Diana terdiam, tubuhnya gemetar k

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 744

    Kompetisi Ilmu Hayati Mahasiswa Nasional diadakan setahun sekali. Tiga tahun lalu, kompetisi ini secara resmi masuk dalam daftar peringkat kompetisi mahasiswa nasional untuk perguruan tinggi umum yang dirilis oleh kelompok kerja evaluasi dan manajemen kompetisi perguruan tinggi asosiasi pendidikan tinggi.Sejak saat itu, kompetisi ini menjadi salah satu ajang akademik tingkat nasional yang diakui oleh kementerian pendidikan.Ini juga merupakan kompetisi paling bergengsi di bidang ilmu hayati untuk mahasiswa di seluruh negeri.Kompetisi ini terdiri dari dua kategori, penelitian ilmiah eksploratif dan inovasi kewirausahaan yang dibagi dalam jalur berbeda dan berlangsung dalam periode yang sama.Tujuannya untuk menguji kemampuan inovasi mahasiswa dan proses penelitian eksperimen mereka.Tanpa diragukan lagi, Nadine jelas akan ikut serta. Begitu mendengar kabar ini, Mikha dan Darius langsung bersemangat hingga menggosok tangan mereka. Bagaimanapun, bonus nilai di akhir semester saja sudah

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 743

    Bahkan, Jinny tidak panik meskipun nilai rata-rata ujian akhirnya hanya 70 dan ada beberapa mata kuliah yang nilainya pas-pasan. Toh dia memang tidak ambil pusing soal itu. Untuk apa capek-capek mikirin hal yang bukan prioritas?Sebagai perempuan, kuliah tinggi-tinggi, mengejar gelar dari kampus top, pada akhirnya tujuannya hanya untuk menikah dengan pria mapan dan hidup enak.Saat ini, dia duduk di antara Nella dan Clarine. Wajahnya tenang, tidak terburu-buru, seolah-olah dia hanya penonton yang tidak terlibat.Nella tahu Jinny punya pacar tajir dan sekarang tidak peduli lagi pada urusan akademik. Wanita ini hanya ingin menikah dengan pria kaya.Nella paling jijik dengan tipe-tipe perempuan yang hanya mengandalkan pria kaya dan ingin hidup sebagai istri manja.Namun, yang membuatnya bingung adalah Eden juga terlihat santai seperti Jinny. Laboratorium mereka sedang dalam masa perbaikan. Selain Diana, orang yang paling panik seharusnya adalah Eden!Beberapa topik riset penting yang dita

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 742

    Diana menantang, "Pergi saja! Kalau aku kena masalah, kamu juga bakal kena batunya!"Clarine membalas, "Siapa takut ...."Diana menyipitkan mata. "Clarine, kayaknya kamu lupa gimana dulu bisa keterima S2?"Langkah kaki Clarine langsung terhenti.Diana tertawa kecil. "Aslinya kamu itu nggak lulus tes. Kalau bukan karena aku buka jalan untukmu, kamu pikir kamu bisa berdiri di sini hari ini?""Silakan saja kalau kamu mau lapor, aku nggak akan halangi. Pokoknya kalau harus jatuh, kita jatuh bareng. Kalau aku dipecat, kamu yang masuk pakai cara kotor dengan sogok sana sini juga bakal kena. Bagus, 'kan?"Clarine sampai gemetar karena marah. "Dasar nenek sihir jahat!""Jahat?" Diana mendengus. "Kita sama saja."Tanpa nilai tambahan dari proyek, nilai akhir semester Clarine benar-benar menyedihkan. Dia gagal di tiga mata kuliah. Nilai mata kuliah lainnya pun rata-rata cuma 70-an. Kalau orang lain tahu, dia bisa ditertawakan. Bahkan nilai Kaeso si penjilat itu pun lebih bagus dari dia!Setiap k

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 741

    Selain itu, laboratorium atas nama Diana dilaporkan karena tidak memenuhi standar keselamatan kebakaran dan terpaksa menjalani perbaikan.Sampai sekarang pun perbaikannya belum juga disetujui. Selama masa itu, sudah pasti tidak mungkin ada hasil akademik apa pun. Jadi, dalam rapat kali ini, tim Diana jauh lebih sunyi dibanding sebelumnya.Kaeso yang biasanya setiap rapat selalu menyeringai sinis, kali ini justru diam seperti ayam di kandang.Wajah Clarine pun tampak masam. Karena laboratorium sedang dalam proses perbaikan, proyek riset yang sebelumnya susah payah dia rebut dari Diana juga ikut menguap.Saat dia mencoba meminta Diana mengaturkan proyek lain, dia malah langsung disemprot habis-habisan."Proyek! Proyek! Aku juga ingin proyek! Sekarang labku harus diperbaiki, semua proyek mandek. Terus, aku harus cari di mana buat kamu?""Lagi pula, kalaupun aku punya proyek, kamu yakin sanggup mengikuti ritmenya dan menghasilkan sesuatu yang konkret?""Jangan serakah kalau nggak sanggup!

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 740

    Nadine sempat termangu, lalu tertawa geli. "Ada! Tentu saja ada! Aku kasih ke kamu, kamu bantu kasihkan ke dia ya?""Oke, oke!"Nadine mengambil beberapa kaleng lagi dan meletakkannya di mobilnya."Hehe. Kak Nad, kamu baik banget!""Aku rasa kamu dan Darius cocok juga." Usai mengatakan itu, Nadine turun dari mobil, lalu menarik koper dan berjalan menuju gedung apartemen.Mikha sama sekali tidak menyadari nada menggoda dalam ucapan tadi. Dia mengeluarkan ponselnya dengan gembira."Halo! Darius! Kamu di apartemen nggak? Aku bawain dendeng dan saus daging sapi buat kamu! Ya, dari Kak Nadine."Di seberang sana, Darius menyahut, "Ya, aku di apartemen. Kamu datang saja.""Oke deh! Aku bakal sampai dalam 20 menit.""Hm, hm."Setelah menutup telepon, Darius segera berlari turun, mengenakan jaket, dan mengganti sepatu. "Nenek, siang ini aku nggak makan di rumah, malam ... malam juga nggak pulang!""Kamu mau ke mana?""Balik ke apartemen!""Eh? Bukannya sudah janji makan di sini hari ini?"Dariu

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 739

    Terutama Safir, selama dua hari ini tinggal di vila, matanya sudah membaik, pinggang juga tidak sakit lagi. Sepanjang hari dia tersenyum, makannya juga lahap sekali.Corwin sampai memanggil dokter pribadi, sopir, serta pengawal kemari. Sepertinya, mereka sudah siap untuk tinggal lama di sini.Irene sempat khawatir Jeremy tidak terbiasa. Hasilnya ...."Terbiasa dong! Kenapa nggak? Ibu bisa tanam bunga dan sayur bareng aku, Ayah juga bisa main catur sama aku."Sebelumnya, dia justru bingung apa yang harus dilakukannya selama liburan musim dingin. Irene kebanyakan menghabiskan waktu di ruang kerja untuk mengetik. Namun, sekarang Jeremy bukan hanya punya partner bercocok tanam, tetapi juga teman bermain catur.Irene hanya bisa tersenyum. Sepertinya dia yang berpikir terlalu jauh.Jeremy pun terkekeh-kekeh melihat istrinya. "Hehehe."Nadine hanya tinggal dua hari. Hari ketiga, dia langsung balik ke Kota Juanin. Eksperimen belum selesai, tesis juga harus dikejar sebelum tahun baru.Seperti o

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 738

    Rebut? Stendy langsung tersenyum dan berkata, "Kalau begitu, harus yakin bisa direbut juga."Paulus berkata, "Kalau nggak coba, bagaimana bisa tahu nggak bisa direbut?""Kenapa? Kamu ingin merebut Bibi Irene? Hah. Kamu harus bisa melewati Kakek dan Nenek dulu," kata Stendy.Paulus yang tidak tahu harus bagaimana menanggapinya pun langsung menatap Stendy dengan tajam. "Wanita mana yang sebenarnya sudah meninggalkanmu? Coba ceritakan."Stendy pun terdiam."Bukankah tadi kamu begitu pandai melawan? Kenapa tiba-tiba jadi diam?" sindir Paulus."Kamu juga nggak kenal," jawab Stendy.Paulus juga tidak bertanya lebih lanjut lagi, melainkan mengangkat gelasnya. "Sini. Kita jarang bisa bertemu seperti ini, ayo kita minum."Klang.Setelah mengatakan itu, keduanya bersulang dan menelan kembali kekhawatiran masing-masing.Saat malam makin larut. Stendy yang sudah minum cukup banyak pun pandangannya mulai kabur. Sebaliknya, Paulus yang sudah minum banyak pun ekspresinya tetap terlihat sadar dan tang

  • Tak Sudi Merajut Cinta Dengan Mantan   Bab 737

    "Apa? Pria berengsek ini begitu hebat? Datang ke bar untuk mabuk pun sampai bawa pengawal?" kata gadis itu."Mana tahu," jawab temannya.....Stendy sengaja meminta dua pengawal untuk mendekat. Setelah telinganya akhirnya tenang, dia kembali menuangkan segelas minuman untuk dirinya lagi. Namun, kali ini dia tidak minum dengan liar seperti semalam lagi, melainkan meminumnya perlahan-lahan dan ekspresinya datar. Pada saat itu, pandangannya tiba-tiba berhenti dan fokus pada tempat duduk yang tidak jauh darinya.Saat menyadari ada orang yang mengamatinya, Paulus melihat ke arah yang sama dan ternyata matanya bertemu dengan mata anaknya. Suasananya menjadi hening sejenak dan keduanya langsung mengalihkan pandangan mereka.Setelah berpikir sejenak, Stendy membawa botol minuman dan mendekati tempat duduk Paulus. Dia langsung duduk di samping ayahnya dan bertanya, "Wah, datang buat minum ya?"Paulus melihat ke sekeliling sekilas dan berkata, "Omong kosong."Jika datang ke bar bukan untuk minum

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status