Saat ini Renata sedang duduk di perpustakaan kampusnya, ia sedang membaca novel kesukaannya bersama dua sahabatnya, Edel dan Visya. "Kamu yang namanya Renata, ya? Cewek yang sok dekat dengan Pak Kevin?" tanya seorang cewek yang berpenampilan seksi di hadapannya. Renata hanya diam tidak menanggapi pertanyaan itu. Ia masih asyik membaca novelnya. Bahkan ia tak peduli sama sekali dengan kehadiran cewek itu."Aku bicara sama kamu, apa kamu itu budek dan tuli?" tanyanya lagi."Hei, Mbak. Kalau bicara yang sopan. Ini perpustakaan, jangan bikin gaduh! Emang Mbaknya siapanya Pak Kevin?""Aku mantannya Pak Kevin dan gara-gara kamu aku diputusin sama dia. Kamu itu hanya duri dalam hubunganku. Kamu tahu kalau Pak Kevin masih mencintaiku dan gara-gara kamu kami tidak bisa balikan. Kakak kamu yang sok berkuasa itu selalu membelenggu Pak Kevin," ungkapnya marah.Renata hanya mendengarkan setiap ucapan cewek itu. Ia sama sekali tidak berniat menanggapinya, karena yang dituduhkan cewek itu padanya
Dari jauh Renata tahu Arka sudah datang, ia tidak mau mengecewakan hati Arka yang selalu ada untuknya. Untuk itu ia tetap kekeh menolak ajakan Kevin. Bahkan Renata tahu Arka mendengarkan pembicaraannya dengan Kevin. Ia membiarkannya karena memang diantara ia dan Arka tidak ada yang ditutupi. “Kamu beneran tidak mau aku antar pulang, Ren?” tanya Kevin memastikan. Ia menunjukkan wajah sedihnya supaya Renata iba dan luluh padanya. Namun, bukan Renata namanya yang mudah luluh dengan air mata palsu.“Iya, Kak. Maaf aku enggak bisa pulang sama Kakak, karena aku mau pulangnya sama Bang Arka, tolong hargai keputusanku,” ujarnya mantap. Kalau seperti itu, Kevin tidak mau lagi membujuk. Dibujuk pun percuma.“Baiklah, kalau begitu aku tinggal dulu. Kamu enggak keberatan ‘kan aku tinggal,” ujarnya. Ia masih berharap Renata mau ia antar. Ia ingin menguasai hati gadis itu dengan mengembalikan kepercayaan gadis itu padanya. Namun, ia tahu hal itu sangat sulit.Dengan berat hati Kevin meninggalkan
Kevin bingung harus menjelaskan apalagi pada gadis itu., Renata pasti sudah melihatnya bermesraan tadi. Dengan berat hati ia membiarkan Renata pergi. Ia melihat mobil Arka membawa Renata pergi dari tempat itu dengan perasaan bersalah. Di dalam mobil Renata masih diam, ia memalingkan muka ke samping dan sibuk dengan pemikirannya sendiri. Arka pun sama, ia hanya ingin memberi ruang untuk Renata berpikir. Ia tidak mau menjudge tentang Kevin. Arka memang mencintai Renata, tapi bukan sifatnya mencari kesempatan dalam kesempitan. Ia tidak mau mengompori Renata dalam mengambil keputusan. Jujur, hatinya juga sangat sakit melihat Renata disakiti. Bahkan ia sangat sedih bila melihat gadis cantik di sampingnya itu menangis.“Dek, kamu baik-baik saja?” tanya Arka khawatir. Ia tidak menyukai suasana seperti ini. Renata sejak masuk dalam mobil hanya diam saja. “Dek ...,” panggilnya lagi.“Hm ....” Renata hanya berdehem.“Kamu baik-baik saja?” tanyanya lagi memastikan. “Huwaaa!” tangis Renata
Pagi ini Afikah membuat bubur ayam cukup banyak. Ia mengajak Rayyan bersama dua buah cintanya untuk sarapan bersama keluarga besar mereka. Afikah sudah menempatkan ke dalam wadah yang sudah ia siapkan.“Sudah siap, Sayang?” tanya Rayyan lembut pada sang istri. Laki -laki tampan itu menggendong putri kecilnya, Aqila. Sedangkan Fawwas yang usianya sudah satu tahun lebih berjalan sambil dituntunnya.“Sebentar, Sayang. Tinggal sedikit ini,” ujar wanita cantik dengan hijab instan rumahan dan daster ala kadarnya itu. Meskipun penampilannya seperti itu Afikah tetap cantik, Rayyan bahkan semakin mencintainya. “Aku bawa anak-anak ke dalam mobil dulu, ya, Sayang.”“Iya, nanti kalau aku kesulitan bawa aku panggil kamu.”“Oke siap, Sayang.” Sebelum menggendong Aqila tadi Rayyan sudah rapi dengan kemeja navy, celana bahanya, dan sepatu. Setelah sarapan di rumah keluarganya ia akan langsung berangkat bekerja, sedangkan Afikah dan kedua buah hatinya akan ia tinggal di sana sampai ia menjemputnya na
Saat ini keduanya sudah berada di salah satu mall terbesar di Jakarta. Afikah meletakkan Aqilah di baby strollernya, sedangkan Fawwas sudah tidak mau. Bocah tampan berusia hampir tiga tahun itu lebih memilih jalan sendiri di gandeng sang aunty.“Kita kemana dulu, Dek?” tanya Afikah. “Terserah Kakak saja, aku mah manut,” ujarnya.“Ya sudah kita belanja kebutuhan anak-anak dulu aja, ya,” ucap Afikah.“Menurutku belanjanya terakhir aja, kak. Biar Kakak enggak capek bawa belanjaan sambil gendong bocil. Kita kan masih lama di sini,” ujar Renata.“Iya, Dek. Siap! Aku setuju banget.” “Kita ke wahana permainan aja dulu, Kak!” ajak Renata.“Auncy, Awwas au es klim duyu,” ucap Fawwas dengan bahasa cadelnya.“Kak, Fawwas minta beli es krim.”“Ya sudah, kita belikan dulu. Biar dia tidak rewel nantinya.”“Ini uangnya, Dek. Kamu ajak sekalian Fawwas. Kakak nunggu di wahana permainan anak sana Aqila,” ujar Afikah sambil menyerahkan selembar uang seratus ribuan. “Enggak usah, Kak. Pakai uangku sa
Keharmonisan sebuah keluarga terletak pada tanggung jawab juga terbangunnya komunikasi sehat di antara keluarga. Dengan begitu kita akan mendapatkan kenyamanan di sana.(Untaian Cinta Renata)Renata dan Afikah sampai di rumah terlebih dulu. Mereka langsung masuk dan ikut bergabung setelah mengucap salam pada anggota keluarga yang bersantai di ruang keluarga. “Ya Allah, Dek. Kamu pasti nyusain Kak Afikah, ya?” tanya Amirah sambil mengambil alih sang cucu, Aqila. Sedangkan Fawwas di pangku Vika.“Enggak, kok, Bun. Aku enggak nyusain,” ujarnya.“Iya, enggak nyusain, tapi bikin kelelahan istriku, Bun. Afikah harus nunggu dia sampai ketiduran di sofa ruang tunggu bersama anak-anak,” sergah Rayyan yang baru saja datang. Afikah tersenyum geleng kepala. Renata langsung mencibir.“Iya, Sayang. Kamu bikin kelelahan Kak Afikah?” tanya Amirah lagi.“Enggak, Bun. Renata malah selalu gantiin aku jaga anak-anak. Kak Rayyan cuma godain Renata aja,” ujar Afikah ikut menimpali.Gadis cantik bermata
Tanyakan pada hatimu. Apa benar itu cinta? Kamu hidup karena suatu alasan jadi jangan pernah menyerah. Kalau kamu menyerah berarti kamu gagal menemukan cinta sejatimu.***Setelah mengetahui kebenaran tentang sang adik dan sang sahabat yang membuatnya menahan emosi, Rayyan mengajak Afikah pulang. Ia sudah tenang karena Afikah dan keluarganya berhasil menenangkannya.Renata memeluk sang bunda dan sang ayah yang duduk mengapitnya“Terima kasih, Ayah. Terima kasih, Bunda. Aku lega bisa melanjutkan hidupku dengan tenang tanpa ada ikatan taaruf yang membelengguku. Aku juga terbebas dari mantan-mantan Kak Kevin yang tingkahnya bar-bar dan membuatku malu saja,” ungkapnya tersenyum cantik.“Alhamdulillah, Sayang. Bunda dan Ayah juga lega. Masalahmu terselesaikan, kami juga sudah tenang tidak menutupinya dari Kakak. Kakak juga enggak marah dan terlihat tenang, meskipun Bunda tahu dia susah payah menahan kemarahannya,” ujar Amirah sambil menghela napasnya lega. “Iya, Ayah sangat bangga padamu,
Kesetiaan sangat dibutuhkan dalam menjalin sebuah hubungan, maka jaga kesetiaanmu jangan pernah sekali-kali mengkhianatinya.(Renata)Saat ini Renata dan Edel sedang berada di kantin fakultas kedokteran. Mereka menunggu Visya yang berbeda fakultas dengan mereka. “Maaf, nunggu lama, ya? Kelasku baru selesai. Banyak banget tugas. Bete banget pokonya. Dosennya killer lagi gantiin Pak Kevin pagi ini,” ucap Visya.“Emang kenapa Pak Kevin?” tanya Edel penasaran.“Pak Kevin sakit. Emang kamu enggak tahu, Ren?” Renata menggeleng. “Aku dan keluargaku sudah memutus proses taaruf dengannya,” ucapnya lirih.“Beneran, Ren?” tanya keduanya bersamaan.“Iya, benar. Dan sekarang aku bebas udah enggak ada yang membelengguku. Aku juga enggak perlu takut dan kesal bila dilabrak sama mantan-mantannya Pak Kevin.“Alhamdulillah. Akhirnya ... kami turut senang, Ren. Beneran deh,” ucap Edel tulus.“Iya, aku juga. Semoga kamu dapat pengganti yang lebih baik dari dosen playboy itu,” ujar Visya sedikit berbisi