“Kak, kok diam saja? jawab dong pertanyaan aku!” pinta Amelia.Nadya hanya mengedikkan bahunya sambil tersenyum tipis. Dia sendiri belum tahu bagaimana hubungannya dengan Devan ke depannya nanti. Masalah hubungan mereka, sepertinya akan dia serahkan sepenuhnya kepada Devan. Dia akan menunggu kekasihnya itu untuk mengambil keputusan yang terbaik bagi mereka berdua.“Kok malah bengong sih, Kak. Kasih tahu dong gambaran tentang hubungan kalian ke depannya nanti. Apakah kalian akan mengikuti jejak kami? mengingat hubungan kalian juga ditentang oleh orangtua kita.” Amelia tersenyum menatap kakaknya yang biasanya tegas dalam memimpin perusahaan mewakili ayahnya, tapi kini terlihat pasrah apabila sedang membicarakan hubungan cintanya.“Aku dan Mas Devan belum membicarakan lebih jauh lagi mengenai nasib hubungan kami ke depannya. Jadi aku belum tahu bagaimana kelanjutan hubungan aku dan Mas Devan ini, Mel,” sahut Nadya mengangkat bahunya pasrah.“Tapi, aku lihat Kak Devan cinta banget lho sam
"Kita mau langsung kembali ke Jakarta, atau istirahat dulu di hotel yang Doni pesan selama kita di Yogyakarta?" tanya Devan saat sedang memasukkan pakaiannya ke dalam tas ransel.Nadya terdiam sejenak. Dia sedang mempertimbangkan pertanyaan Devan."Aku sepertinya ingin di Yogyakarta dulu sehari. Aku ingin istirahat dulu memulihkan tenaga dan pikiran sebelum menghadapi Papa." Nadya menghela napas ketika teringat ayahnya yang pastinya akan marah besar, mengetahui Amelia sudah menikah dan tidak mau kembali ke rumah dalam waktu dekat ini."Ok," sahut Devan. Dia kemudian menggandeng tangan Nadya keluar kamar untuk check out dan kembali ke Yogyakarta.***Setelah menghabiskan waktu selama kurang lebih satu jam perjalanan, mereka akhirnya tiba di hotel tempat mereka menginap sebelumnya, ketika matahari sudah terbenam."Mas, kita makan malam dulu di restoran itu sebelum ke kamar, ya. Aku sudah lapar," ucap Nadya ketika mereka baru tiba di hotel yang Doni pesan untuk mereka.Devan menganggukka
Nadya dan Devan tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta tepat pukul sepuluh pagi. Mereka kemudian naik taksi menuju rumah sakit tempat ibu Nadya dirawat. Nadya terdiam selama dalam perjalanan, pikirannya terus tertuju pada ibunya. Semenjak Amelia pergi dari rumah, kesehatan ibunya langsung menurun. Dan itu yang membuat dia dilema, di satu sisi dia senang melihat adiknya bahagia, tapi di sisi lain dia sedih karena ibunya sakit disebabkan oleh kepergian adiknya itu.Akhirnya mereka tiba di rumah sakit setelah menempuh perjalanan selama tiga puluh menit.“Mas, sepertinya aku saja yang menemui Mama. Di sana pasti ada Papa yang sedang menjaga Mama. Dan aku sudah pastikan kalau Papa akan marah besar saat melihat aku kembali tanpa Amelia ikut serta.” Nadya memegang tangan Devan, berusaha membuat supaya pria itu mengerti dengan kondisi keluarganya saat ini.Devan menganggukkan kepalanya. Dia mengerti yang Nadya maksud. Orangtua Nadya yang tidak menyukainya hanya ayahnya saja sedangkan ib
“Papa tahu darimana kalau Devan sudah menikah dan hidup berbahagia dengan istrinya?” tanya Nadya dengan tatapan menyelidik ke arah ayahnya.“Papa menyuruh orang untuk mengikuti gerak-gerik Devan. Dan hasilnya sudah jelas dia hanya ingin mempermainkan kamu saja. Selain mempermainkan kamu, dia ingin mengincar harta yang kamu miliki. Dan sudah jelas kalau David lebih baik dari pria yang selalu kamu puja itu.” Indra tersenyum mengejek seolah memberitahukan bahwa selama ini penilaian-nya terhadap Devan benar adanya.“Kalau begitu beritahu aku kapan pastinya Devan menikah dan menikah dengan siapa?” tanya Nadya lagi yang ingin mengetahui kebenaran dari ucapan ayahnya.“Mana Papa tahu siapa istrinya? dan menurut Papa itu tidak penting karena dia juga sudah putus sama kamu. Dia sendiri yang berkirim surat ke kamu dan memutuskan hubungan, lalu menikah dengan wanita lain, bukan?” Indra menatap anaknya dengan senyum penuh kemenangan.Sedangkan Nadya, menatap ayahnya dengan tatapan penuh kecurigaa
“Mau kemana kamu?” tanya Indra saat dilihatnya Nadya yang bersiap akan pergi setelah bercengkrama dengan ibunya.“Pulang, nanti aku kemari lagi,” ucap Nadya. Dia lalu meraih kopernya, kemudian melangkah ke arah pintu. Namun, saat akan membuka handle pintu, tampak pintu itu terbuka dari luar dan menampilkan sosok pria yang berperawakan tinggi tegap dan memiliki sorot mata yang tajam.“Hai, Nad!” sapa pria itu sopan.Nadya seketika merotasi matanya malas, kala tatapannya bertemu dengan pria yang sangat tidak dia harapkan kedatangannya.“Hai, mau bertemu Papa? Itu Papa sedang duduk di sofa,” ucap Nadya. Dia lalu menunjuk Indra dengan dagunya.“Tidak, aku kesini mau ketemu sama kamu. Cukup lama juga kita tidak bertemu,” sahut pria itu yang membuat Nadya tiba-tiba merasa mual.“Tapi, aku mau pulang, mau istirahat. Aku baru saja pulang dari Yogyakarta, jadi aku lelah.” Nadya kemudian melangkah keluar melewati pria itu.Pria itu kemudian berusaha untuk mensejajarkan langkah Nadya. Dia mengik
Nadya termenung di dalam taksi yang membawa dia kembali ke apartemennya. Hari ini merupakan hari yang penuh kejutan untuknya. Pertama, dia mengetahui alasan ayahnya menjodohkan dirinya dengan David, yang ternyata adalah sebuah kesepakatan bisnis antara ayahnya dan keluarga David. Dia sangat kecewa dengan ayahnya yang menjadikan dirinya sebuah alat tukar dari saham yang diinvestasikan perusahaan David di perusahaan ayahnya. Kedua, dia berkenalan dengan seseorang yang sangat mirip dengan kekasihnya, Devan. Kemiripannya itulah yang membuat mereka pernah ditangkap oleh sekelompok orang, saat mereka sedang mencari keberadaan Amelia. Mereka ditangkap karena Devan sangat mirip dengan orang yang mereka cari, yang mereka dengar bernama Kayden. Dan kini dia bertemu bahkan berkenalan dengan orang yang bernama Kayden itu, yang ternyata memang sangat mirip dengan Devan.Nadya menghela napas, menyadari kebodohannya yang tidak bertukar nomor telepon dengan Kayden. Bukannya dia ingin mengenal lebih j
“Halo, Mas.” Nadya menyapa sambil menaikkan handuk yang membungkus tubuh rampingnya.“Halo, kamu lagi ngapain itu, Nad?” tanya Devan yang seketika mengernyitkan keningnya, kala melihat Nadya yang bergerak-gerak sambil menaikkan handuk yang dipakainya.“Aku baru saja mandi. Dan tadi waktu Mas telepon, aku masih di kamar mandi. Saat aku akan mengangkat teleponnya, sudah Mas tutup.” Nadya tersipu-sipu ketika dilihatnya Devan hanya diam, tapi matanya tertuju pada handuk Nadya.“Mas! ngapain sih bengong gitu?” tanya Nadya yang langsung menutup layar telepon genggamnya dengan telapak tangannya.Devan seketika tertawa melihat ulah Nadya. Dia jadi rindu pada gadisnya itu, padahal baru beberapa jam tidak bertemu. Kebersamaan mereka selama di Yogyakarta membuatnya seperti ketergantungan pada wanita itu. Dia sepertinya tidak bisa jauh dari wanita cantik yang sudah sukses mencuri hatinya.“Aku terkesima dengan handuk kamu, Nad.” Devan terkekeh kala melihat mata Nadya seketika membulat ketika dia
“Kamu mau ajak aku kencan kemana, Mas?” tanya Nadya yang kini bergelayut mesra di pelukan Devan. Matanya menatap manik mata Devan yang sedang menatap dirinya dengan tatapan mendamba. “Aku mau ajak kamu nonton. Tapi, sebelumnya aku akan ajak kamu makan malam terlebih dahulu di restoran yang tidak jauh dari gedung bioskop,” sahut Devan. Dia lalu mengecupi bibir ranum milik Nadya dengan lembut. “Ya sudah sekarang saja kita jalannya, yuk!” ajak Nadya, yang tiba-tiba mencium pipi Devan. “Katanya mau jalan sekarang, tapi kalau mencium terus begini kapan kita jalannya?” ucap Devan tersenyum ketika melihat wajah Nadya yang merona. “Habis kamu dari tadi mengecupi bibir aku terus. Jadi aku juga ingin mencium kamu,” sahut Nadya tekekeh. Devan ikut terkekeh mendengar pengakuan Nadya. Dia kemudian mengangkat tubuh Nadya untuk turun dari pangkuannya. Lalu mereka keluar dari unit apartemen dan menuju lift yang akan membawa mereka turun ke lobby. Mereka kemudian berjalan sambil bergandengan tanga