Home / Urban / Tergoda Pesona Ibu Mertua / Bab 125. Keputusan yang sulit

Share

Bab 125. Keputusan yang sulit

last update Last Updated: 2025-05-25 09:54:56

Aku melirik Mama Siska, dan tatapannya membuatku tersentak. Ada kilatan cemburu di matanya, meski dia berusaha menyembunyikannya. Aku tahu gosip ini bisa memicu masalah baru, bukan hanya dengan Mama Siska, tapi juga dengan Daniel, tunangan Alicia, yang sempat marah padaku gara-gara isu serupa sebelumnya.

“Ma, Nay, ini cuma fitnah,” kataku cepat. “Aku dan Bu Alicia tidak ada apa-apa. Dulu aku memang sengaja pura-pura dekat sama dia buat bongkar perselingkuhan Tiara dan Alex. Kalian percaya aku, kan?”

Nayla mengangguk, senyum kecil muncul di wajahnya. “Aku percaya, Bang. Aku tahu Abang orangnya kayak apa. Itu cuma gosip murahan dari Alex!”

Aku tersentuh mendengar kata-katanya. Nayla, dengan sifatnya yang ceria dan polos, selalu bisa membuatku merasa didukung.

Mama Siska menatapku lembut, meski ada sedikit keraguan di matanya. “Aku juga percaya kamu, Raka. Tapi hati-hati, ya. Orang-orang seperti Alex tidak akan berhenti begitu saja.” Nada suaranya penuh perhatian, tapi aku tahu dia menye
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 125. Keputusan yang sulit

    Aku melirik Mama Siska, dan tatapannya membuatku tersentak. Ada kilatan cemburu di matanya, meski dia berusaha menyembunyikannya. Aku tahu gosip ini bisa memicu masalah baru, bukan hanya dengan Mama Siska, tapi juga dengan Daniel, tunangan Alicia, yang sempat marah padaku gara-gara isu serupa sebelumnya.“Ma, Nay, ini cuma fitnah,” kataku cepat. “Aku dan Bu Alicia tidak ada apa-apa. Dulu aku memang sengaja pura-pura dekat sama dia buat bongkar perselingkuhan Tiara dan Alex. Kalian percaya aku, kan?”Nayla mengangguk, senyum kecil muncul di wajahnya. “Aku percaya, Bang. Aku tahu Abang orangnya kayak apa. Itu cuma gosip murahan dari Alex!”Aku tersentuh mendengar kata-katanya. Nayla, dengan sifatnya yang ceria dan polos, selalu bisa membuatku merasa didukung.Mama Siska menatapku lembut, meski ada sedikit keraguan di matanya. “Aku juga percaya kamu, Raka. Tapi hati-hati, ya. Orang-orang seperti Alex tidak akan berhenti begitu saja.” Nada suaranya penuh perhatian, tapi aku tahu dia menye

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 124. Minta bantuan Pak Budi

    Pantas saja Alex tidak terlihat beraksi. Rupanya, Bayu jadi kaki tangannya. Aku memikirkan opsi untuk meminjam uang. Reza? Tapi dia sedang kesulitan dengan cicilan rumahnya. Liana? Mungkin dia punya uang, tapi aku tahu dia pasti minta imbalan—bukan uang, tapi sesuatu yang lebih personal. Aku tidak mau mengulang kesalahan masa lalu yang hampir merusak persahabatanku dengan Reza gara-gara Liana. Sarah? Dia baik, tapi aku ragu dia punya dana sebesar itu.Semakin kupikirkan, kepalaku semakin pusing. Aku tidak bisa terus berdiam di rumah seperti tikus yang bersembunyi. Aku harus bertindak.Aku pamit pada Mama Siska dan Nayla, “Ma, Nay, aku mau ke rumah Reza ambil draf kerjaan.” Itu cuma alasan; aku sendiri tidak tahu mau ke mana.Mama Siska memandangku khawatir. “Raka, kamu hati-hati, ya. Biar Tejo yang nyetir, aku tidak mau kamu kenapa-kenapa.”Aku mengangguk. “Iya, Ma, tenang saja.” Tejo mengambil kunci motor, dan kami berangkat. Di motor aku diam, pikiranku kacau. Kami berhenti di persi

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 123. Perjanjian dengan Mas Bayu

    Aku menatapnya tajam. “Aku beri dua pilihan. Pertama, aku bayar uang yang kamu minta, tapi kamu tidak boleh mengganggu Mama Siska dan Nayla lagi. Kedua, kalau kamu masih nekat bikin ulah, aku tidak akan bayar sepeser pun, dan aku pastikan polisi yang akan urus kamu. Pilihan ada di tanganmu!"Bayu terdiam sejenak, memandangku dengan curiga. Aku bisa melihat roda di kepalanya berputar, menimbang-nimbang. Akhirnya, dia mengangguk. “Baik, aku setuju. Aku tidak akan ganggu Siska dan Nayla lagi. Tapi 500 juta harus ada sekarang juga, dan sisa satu setengah miliar dalam waktu seminggu saja. Kalau tidak, jangan harap Tiara tanda tangani surat cerai dan aku pastikan hidup Siska dan Nayla tidak akan tenang.”“Sekarang bank tutup, ini hari Minggu,” kataku. “Aku bisa kasih 500 juta besok pagi, tapi kita ketemu di tempat lain, bukan di sini. Aku tidak mau ada keributan lagi di depan rumah.”Bayu mengangguk, meski wajahnya masih penuh curiga. “Apa taruhanmu kalau kau ingkar janji? Aku tidak mudah p

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 122. Ancaman semakin serius

    Pagi-pagi sekali, aku terbangun ternyata masih berada di kamarnya Mama Siska, aku buru-buru pakai baju dan kembali ke kamarku. Tapi saat keluar, aku tersentak—Nayla berdiri di depan pintu kamarnya, matanya melebar. Pukul 04:30 pagi, tidak biasanya dia bangun sepagi ini.“Eh, Nayla, Abang tadi benerin engsel lemari Mama,” kataku cepat, lalu kabur ke kamar tanpa tunggu jawabannya.Jantungku berdegup kencang, apakah dia curiga? Aku mencoba untuk melupakannya, rasa kantukku sudah hilang dan aku putuskan untuk olahraga ringan saja di kamar. Sekitar setengah lamanya, aku istirahat sebentar lalu setelah itu mandi. Aku berharap, Nayla tidak akan curiga dan tidak menanyakan kembali yang baru saja terjadi.Setelah mandi, aku cek ponsel. Dua pesan masuk.Dari Budi Santoso[Raka, Tiara tidak mau menandatangi berkas cerai. Kamu mungkin harus bicara sendiri sama dia. Aku akan atur pertemuannya, nanti aku kabari!]Aku balas pesannya[Baik Pak, nanti aku akan ngobrol langsung dengan Tiara, maaf sebel

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 121. Hasrat tak terbendung

    Malam ini, makan malam kembali hangat seperti dulu, penuh tawa dan canda. Nayla, yang kemarin murung, kini ceria, kembali menggodaku dengan cerita lucu dari kampus.“Bang, gara-gara berita kemarin, jadi banyak orang yang minta foto padaku malah ada yang minta tanda tangan juga. Apa sebaiknya aku bikin vlog aja ya, lumayan kan?” katanya, matanya berbinar.Aku tertawa, “Ciee... artis kampus, nih! Jangan lupa kasih Abang royalti nanti karna semua ini berkat Abang!”"Tenang aja, nanti aku traktir makan deh!" Nayla semakin bersemangat.Mama Siska ikut tertawa, tapi matanya tidak bisa bohong, ada kecemasan di balik tawanya. Aku tahu mereka masih takut pada Bayu, pria yang mengaku suami Mama Siska dan ayahnya mereka. Pikiranku pusing, dari mana aku bisa dapat 750 juta untuk lunasi tuntutan Bayu? Tabunganku tidak seberapa, separuhnya saja tidak ada. Setelah makan malam, aku duduk di teras, ngobrol dengan Bambang, Tejo, dan Supri. Mereka bergantian jaga, dua orang standby sementara satu istir

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 120. Rahasia yang tersimpan lama

    Aku ingin tanya lebih jauh tentang pria misterius itu pada Mama Siska, tapi dia langsung ke dapur, untuk mencuci piring.“Raka, sebaiknya kamu istirahat saja di kamar. Kamu masih belum pulih,” katanya, suaranya lembut tapi tegas, menghindari tatapanku.Aku menghela napas, masuk kamar, dan berbaring di kasur, pikiranku kembali pada pria itu. Wajahnya terus terbayang, usia sekitar 50-an, rambut beruban, tinggi sekitar 170 cm, perut agak buncit dan kulitnya sawo matang. Entah kenapa, mata dan hidungnya mirip dengan Tiara. Apakah dia benar-benar ayahnya Tiara dan Nayla?Kalau memang suaminya Mama Siska masih hidup, kenapa mereka mengatakannya sudah meninggal? Aku jadi ingat, setiap tanya pada Tiara tentang makam ayahnya, Tiara selalu mengatakan “jauh,” tidak pernah jelas tempatnya dimana, berbeda dengan makam ibunya yang pernah aku kunjungi bersamanya.Aku merasa bosan di kamar, tidak terbiasa berdiam diri di rumah. Aku ingin kembali bekerja, bergerak bebas, bukan terkurung seperti ini. S

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 119. Muncul pria asing

    Tidak lama kemudian, sebuah mobil Mercedes-Benz S-Class hitam mengkilap parkir di depan rumah, memancarkan kemewahan. Seorang pria muda keluar, berpakaian rapi, membukakan pintu belakang dengan sopan. “Tuan Raka, silakan masuk,” katanya, suara penuh hormat.Aku terpana, merasa seperti bangsawan. “Ehm, makasih,” kataku, masuk ke dalam, kulit jok mobil terasa mewah di bawahku.Pria itu, yang memperkenalkan diri sebagai Herdi, mengemudi dengan hati-hati..“Tuan, kita akan ke kantor pusat. Pak Budi dan Pak Hendra sudah menunggu,” katanya, ramah. Aku tersenyum kaku, “Herdi, panggil Raka saja, jangan panggil aku tuan.”Tapi dia tertawa, “Maaf, Tuan, ini perintah dari Pak Budi.”Aku menggeleng, teringat ketika aku berada di apartemennya Ayah, di perlakuan serupa.Perjalanan hampir satu jam membawaku ke pusat kota, di depan gedung pencakar langit megah bertuliskan "PT Nusantara Group". Aku terbelalak, perusahaan ini salah satu perusahaan terbesar di Indonesia, sering jadi berita karena proye

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 118. Sebenarnya, mereka kenapa?

    Aku duduk di sofa, pikiranku berputar. Mereka sepertinya sedang menyembunyikan sesuatu, apa Alex mengancam mereka?Malam tiba, kami makan malam bersama, tapi suasana terasa canggung. Nayla lebih pendiam, hanya sesekali cerita soal kampus.Aku coba menggodanya, “Nayla, sekarang wartawan masih ngejar-ngejar lagi gak? Keren, sekarang kamu jadi artis kampus, nih!”Dia tersenyum kecil, tapi tidak seceria kemarin."Nggak Bang, sudah gak lagi." jawabnya singkat.Setelah makan selesai, Mama Siska dan Nayla melarangku untuk membantunya.“Raka, sebaiknya kamu istirahat saja! Kamu belum sembuh betul!” kata Mama Siska.Aku menggeleng, “Ma, aku beneran sudah sembuh!”Tapi mereka bersikeras, Nayla bahkan mendorongku ke kamar. “Abang, kata dokternya juga harus banyak istirahat kan, jadi jangan bandel!” katanya, bikin aku tergelak.Baru beberapa menit berbaring, suara berisik di luar menggangguku. Aku membuka gorden jendela, melihat Bambang, Tejo, dan Supri sedang ngobrol keras dengan seorang pria as

  • Tergoda Pesona Ibu Mertua    Bab 117. Ada apa dengan mereka?

    Aku menelan ludah, takjub tapi ragu. “Pak, saya hanya ingin melindungi keluargaku. Tentang Alex sendiri, saya sedang mengumpulkan bukti bisnis ilegalnya yang memang sedang di intai oleh kenalannya Ayah."Budi mengangguk, “Bagus, Raka. Tapi untuk sekarang ini biar kami yang bertindak, nanti akan aku perintahkan kenalanku untuk mengintai mereka. Tentang perceraianmu juga kamu terima beres saja,”Aku tersentuh, tapi juga merasa sungkan. “Pak, sebenarnya saya tidak terbiasa hidup seperti ini, tapi… makasih banyak, demi keselamatanku aku bersedia,” kataku. Pak Hendra tersenyum, “Kamu itu anaknya Henri. Jadi sudah aku anggap seperti keluarga sendiri.”Pak Budi menambahkan, "Besok, kami akan mengirim orang untuk jemput kamu, akan kami kenalkan pada ke teman-temannya Ayahmu untuk membantumu juga. Tapi itu juga kalau kamu sudah sembuh, kalau masih sakit lain kali saja.”Aku mengangguk, “Saya sudah baikan ko, Pak. Kepalaku sudah sembuh tidak terasa sakit lagi.”Mereka tersenyum, lalu setelah i

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status