Chapter: Bab 41. Efek susu Mbak Dini Saat aku hendak makan, ponselku berbunyi ada notifikasi dari situs OF. Aku terkejut dengan tulisannya "Ayo kita keluar bareng! Mau di bantuin apa mau sendiri?" dengan gambar seorang wanita seksi tanpa memakai bra sedang meremas buah dadanya bukan Nadira tapi orang lain.Untungnya aku sudah berada di rumah, situsnya aku sembunyikan. Tiba-tiba pikiranku kembali teringat peristiwa panas semalam bersamanya. Tubuhnya yang bergoyang di atasku, desahannya pelan saat aku meremas buah dadanya, keringat kami bercampur hingga basah kuyup.Aku duduk di kursi mulai makan, sendok pertama menyentuh ikan bakar rasanya sangat lezat dagingnya empuk, bumbu kecap manis pedas meresap sempurna. Sayur bayamnya juga segar, kuahnya gurih dari kaldu ayam, tempe gorengnya kriuk di luar tapi lembut di dalam. Nasi merahnya juga masih hangat, ini menu makan malam yang sempurna.Setelah selesai makan, aku beristirahat sebentar di sofa kaki selonjoran, mata setengah terpejam, aku menghembuskan napas panjang.Sudah w
Last Updated: 2025-09-22
Chapter: Bab. 40. Janda genit Dia mengangguk pelan, matanya tetap fokus ke jalan tapi ada kilau di sana. “Mereka yang membuat hari-hariku indah dan tidak merasa sendiri. Melihat senyuman mereka membuatku semakin bersemangat. Di kantor kadang capek, tapi pas ke sini… semuanya hilang.”Aku ingin bertanya lagi, apa maksud dari perkataannya itu? Kenapa dia mengatakan 'sendiri' bukannya orangtuanya masih lengkap? Bukan hanya itu, Mbak Renata dari keluarga berada punya segalanya, tapi aku urungkan. Hingga kami sampai di kantor, renovasi masih berlangsung, tapi lantai atas sudah lumayan rapi.Aktivitas di kantor seperti biasanya, kami membahas tentang meeting tadi pagi pada mereka. Aku duduk di meja sementara di lantai atas ini, melanjutkan gambar detail balkon, sesekali diskusi email dengan Mbak Renata tentang masukan klien.Hingga tidak terasa sebentar lagi jam waktu pulang tiba, Mbak Vania mendekati mejaku, tas di bahu, senyumnya lebar seperti biasa.“Bim, besok kan hari libur, jadi jangan lupa ya setengah tujuh pagi
Last Updated: 2025-09-21
Chapter: Bab 39. Di balik sikap dingin Mbak Renata Meeting diadakan di kantor klien, sebuah gedung modern di kawasan bisnis Sudirman. Ruangannya luas, meja konferensi kayu jati mengkilap, dinding kaca menghadap skyline kota. Klien ada empat orang: tiga pria dan satu perempuan.Dua pria sudah berumur sekitar 50-an, berjas formal dengan dasi polos, wajah mereka serius seperti eksekutif bank. Yang satu lagi seumuran denganku, memakai pakai kemeja biru lengan digulung, tersenyum ramah.Perempuan itu sepantaran Mbak Renata, rambut pendek rapi, mengenakan blazer hitam ketat yang memeluk tubuh proporsionalnya.Mbak Renata memulainya dengan salam profesional, “Terima kasih sudah menyempatkan waktu. Kami dari tim arsitektur hadir untuk presentasikan desain perumahan minimalis dengan sentuhan Eropa.”Aku berdiri, memproyeksikan denah di layar besar. “Ini layout utama, Pak, Bu. Setiap unit mempunyai balkon kecil untuk ventilasi alami, taman depan fungsional dengan elemen hijau ramah lingkungan seperti saran Bu Sandra. Biaya estimasi per unit sek
Last Updated: 2025-09-20
Chapter: Bab 38. Meeting Aku keluar dari unitku, di koridor pagi ini cukup sepi. Saat akan masuk lift, tiba-tiba Mbak Dini muncul dari belakang, tas besar di bahu, sepertinya dia akan pergi ke salon.Pagi ini dia mengenakan blazer ketat berwarna hitam dan rok pendek seperti biasanya. Rambut pendeknya rapi dengan riasan tebal yang membuatnya terlihat segar.“Pagi, Mas Bima,” sapanya ceria, masuk lift bersamaku.“Pagi, Mbak,” balasku, tersenyum sopan.Lift bergerak turun pelan. Mbak Dini melirikku, matanya menatapku. “Mas, sekali lagi maaf ya semalam. Barang-barangnya sudah ada yang beresin." Lalu dia memperhatikanku lebih dekat, "Oh ya, kelihatannya hari ini kamu sangat senang, ada apa nih?"Aku tersenyum, mengingat pagi tadi. “Gak ada apa-apa, Mbak. Mungkin karena hari ini di kantor ada proyek besar, jadi seneng bisa dapat bonus.”Mbak Dini mengangguk, tapi tatapannya masih penuh arti. “Lumayan ya, buat ibumu di kampung. Eh, Nadira masih belum pulang ya? Aku kemarin sempat nanya ke Pak Jamal, katanya dia pula
Last Updated: 2025-09-19
Chapter: Bab 37. Seperti punya istri Pagi harinya, aku terbangun karena mencium aroma harum. Aku bangkit dari tempat tidur, aku masih memakai celana dalam saja mengingat peristiwa semalam yang cukup panas bersama Nadira.Aku buru-buru memakai celana pendek dan kaus oblongku, lalu berjalan keluar kamar. Suara gemericik dari dapur membuatku penasaran.Nadira berdiri di sana, punggungnya membelakangiku, sibuk mengaduk sesuatu di wajan. Pagi ini, dia memakai daster longgar berwarna biru muda yang jatuh sampai lutut, tapi kainnya tipis dan sedikit transparan di bawah cahaya pagi, memperlihatkan siluet tubuhnya yang sempurna.Rambut panjangnya tergerai basah, seolah dia sudah mandi lebih dulu, dan aroma sabun strawberry-nya bercampur dengan bau nasi goreng yang menggoda.Dia menoleh saat mendengar langkahku, tersenyum manis dengan wajah polos tanpa riasan pipinya sedikit merona, matanya lentik dan cerah.“Selamat pagi, Mas,” katanya lembut, suaranya seperti angin pagi yang menyegarkan. Dia memegang spatula di tangan kanan, yan
Last Updated: 2025-09-18
Chapter: Bab 36. Gairah panas berakhir nikmat Sebelum aku bisa menjawab, Nadira melangkah lebih dekat, tubuhnya kini menempel padaku. Dadanya yang montok terasa hangat, gaun tipis itu seolah tidak ada. Dia menarik wajahku mengangkat wajahnya, bibirnya hanya beberapa senti dari bibirku. Napasnya hangat, bercampur aroma mint dari permen yang tadi dia kunyah. Aku bisa merasakan tarikan magnet yang hampir mustahil untuk dilawan. “Mas… cuma malam ini,” bisiknya, suaranya hampir seperti permohonan. “Aku gak minta apa-apa lagi. Aku cuma ingin merasakan kehangatan tubuhmu… " Aku menutup mata sejenak, mencoba mengumpulkan sisa-sisa kendali yang masih ada. Pikiranku berlomba-lomba, Nadira sedang rapuh, dia butuh perlindungan, bukan seperti ini. Tapi tubuhku sebaliknya, sialan, si Gatot malah bereaksi. Jantungku berdetak kencang, tanganku tanpa sadar meraih pinggangnya, merasakan kelembutan kulitnya di bawah kain satin yang tipis. “Nad, kita gak—” kata-kataku terputus saat bibirnya menyentuh bibirku, lembut tapi penuh hasrat. Ciumannya
Last Updated: 2025-08-24
Chapter: Bab 316. Jebakan di Pinggir KotaAkhirnya, setelah perjalanan panjang yang melelahkan, truk pasir Baron memasuki pinggiran kota yang ramai. Suara klakson mobil dan hiruk-pikuk pedagang kaki lima menyambut mereka, tapi Baron tidak langsung menuju pusat kota.Sebaliknya, ia mengarahkan truk ke sebuah lokasi pembangunan gedung tinggi yang masih dalam tahap pondasi. Tumpukan pasir dan batu bata berserakan di mana-mana, pekerja berhelm kuning berlarian dengan gerobak dorong.Baron memarkir truk di depan gerbang proyek, mesin berderu pelan sebelum mati."Kalian tunggu ya, Neng. Nanti Abang antar sampai ke apartemennya," kata Baron dengan senyum ramah yang kini terasa semakin palsu, tatapannya sesekali melirik ke arah Nayla dan Lila yang duduk lelah di kabin."Iya, Bang," jawab Nayla polos, hatinya penuh syukur. Lila mengangguk di sampingnya, meski matanya mulai curiga dengan jalan yang mereka tempuh.Baron turun, berbincang singkat dengan mandor proyek sambil menurunkan muatan pasir. Butiran pasir beterbangan seperti kabut
Last Updated: 2025-09-21
Chapter: Bab 315. Supir truk mesum dan aksi Alex Tom dan teman-temannya saling pandang sekilas, hati mereka berdegup kencang. Tanpa buang waktu, mereka meloncat ke mobil dan melaju pergi, meninggalkan debu yang beterbangan lebih tinggi.Di perjalanan, Ethan memecah keheningan. "Apa maksud pria tadi katanya pria itu mata keranjang?"Jack mengerutkan kening. "Apa mungkin pria itu bukan orang baik-baik?""Berarti kita harus segera menghentikan truk itu, sebelum terjadi sesuatu pada Nayla dan Lila," tegas Sam, suaranya penuh kekhawatiran.Mobil melaju semakin kencang, mata Tom terpaku ke jalan raya di depan, mencari truk dengan plat Z1223IP di antara lalu lintas yang mulai ramai.Sementara itu, di kabin truk tua yang berderit, Nayla dan Lila duduk di kursi penumpang depan, tubuh mereka bergoyang mengikuti guncangan jalan berbatu.Baron, sopir truk berusia sekitar 35 tahun, menyetir dengan satu tangan santai, matanya sesekali melirik ke arah kedua gadis itu melalui kaca spion. Pria itu tinggi besar, badannya kekar seperti preman, kulitny
Last Updated: 2025-09-19
Chapter: Bab 314. Kehilangan jejak Sementara itu, di desa terpencil dekat hutan, Nayla dan Lila berjalan kaki dengan semangat tapi juga merasa lelah. Ransel kecil di punggung mereka berisi makanan sederhana dari Nenek Siti yaitu Ikan bakar dan goreng, nasi, singkong rebus dan juga uang walaupun jumlahnya tidak banyak.Udara pagi masih sejuk, tapi jalan tanah yang berdebu membuat kaki mereka pegal. Saat berpisah tadi, hati Nayla dan Lila terasa berat meninggalkan nenek tua yang baik hati itu."Jaga diri ya, Neng. Hati-hati di jalan, semoga segera bertemu dengan keluarga kalian," kata Nenek Siti sambil memeluk mereka erat, air matanya menetes. Tapi mereka harus pergi, tujuan mereka adalah tempat penambangan pasir di depan, di mana truk-truk besar datang dan pergi, membawa harapan untuk menumpang ke kota.Tak lama setelah Nayla dan Lila menghilang di tikungan jalan, suara mesin mobil terdengar mendekat. Tom, Liam, Sam, Jack, dan Ethan kelima pemuda itu datang untuk menyelamatkan Nayla dan Lila, sedang menyusuri jalan des
Last Updated: 2025-09-19
Chapter: Bab 313. Gairah panas di kosan Sore itu, suara motor matic Rina terdengar mendekat ke kosan sederhana Pak Bambang di pinggiran kota. Ia memarkirkan motornya dengan hati-hati, membawa tas berisi cemilan favoritnya yaitu keripik singkong, kue kering, dan secangkir teh hangat yang masih mengepul dari termos. Rina tersenyum lebar, hatinya berbunga-bunga. Sudah lama ia merindukan momen seperti ini, bertemu dengan Pak Bambang tanpa terganggu tugasnya di apartemen. Ia mengetuk pintu dengan lembut, dan segera pintu terbuka. "Om!" seru Rina saat melihat wajah Pak Bambang yang tersenyum ramah. Tanpa ragu, ia melangkah masuk dan langsung memeluk pria itu erat, hidungnya menyerap aroma familiar yang membuatnya tenang. "Om, aku senang bisa bersama Om lagi. Aku kangen pengen berduaan seperti ini," gumam Rina sambil menempelkan pipinya ke dada Pak Bambang, tangannya merangkul pinggangnya. Pak Bambang tertawa pelan, tangannya membelai punggung Rina dengan lembut. "Om juga, ya mau gimana lagi, sudah tugas. Ayo masuk, Rin.
Last Updated: 2025-09-18
Chapter: Bab 312. Siasat untuk Alex Mobil SUV hitam Pak Budi melaju pelan di jalan raya pagi yang mulai ramai, sinar matahari menyusup melalui kaca depan, menciptakan bayangan panjang di dashboard. Mr Henri duduk di kursi belakang, tangannya mengepal di pangkuan, matanya tajam memandang ke depan seperti elang yang mengintai mangsa.Di sebelahnya, George sibuk memeriksa ponsel, mencoba melacak sinyal terakhir Alex melalui aplikasi rahasia yang dibuat tim IT Dupont.Siska, di kursi depan, memegang tas kecil berisi obat dan air, wajahnya tegang tapi tegar ia sudah terbiasa dengan badai seperti ini sejak masa lalunya dengan Bayu.Tiba-tiba, ponsel Mr Henri berdering nyaring, nada dering khas Prancis yang lembut kontras dengan suasana tegang di dalam mobil. Layar menunjukkan istrinya.Mr Henri langsung angkat, suaranya rendah tapi mendesak."Halo, Bu? Apa kabar di sana?"Suara Mrs Sariani terdengar tenang tapi tegas dari seberang, seperti biasa saat ia mengendalikan situasi."Yah, sebaiknya jangan dulu ke apartemen sekarang.
Last Updated: 2025-09-17
Chapter: Bab 311. Kejahatan tidak akan abadi Semakin lama, perasaan itu semakin kuat. Mereka duduk di teras, memandang sawah yang hijau bergoyang. "Nek, penambang pasir itu sampai kapan adanya?" tanya Nayla pelan, suaranya bergetar."Biasanya sampai sore, Neng," jawab Nek Siti, sambil mengikat sanggulnya. "Oh ya, Nenek bikinin bekal ya untuk di jalan. Tadi ikan bakar dan goreng, bawa aja.""Gak usah, Nek. Untuk di sini saja, jangan repot-repot," tolak Lila cepat, matanya berkaca."Iya, Nek. Kami sudah terlalu banyak ngerepotin Nenek," tambah Nayla, suaranya parau.Nenek Siti tersenyum lembut, tapi matanya juga mulai berkaca-kaca. "Gak apa-apa, jangan bilang itu terus. Nenek sangat bahagia ada kalian. Nenek memang sengaja masak ikan untuk kalian, dan untuk bekal juga selama di perjalanan."Tak kuasa lagi, Nayla dan Lila bangkit, memeluk Nenek Siti erat. Pelukan itu penuh haru tubuh Nenek Siti yang ringkih terasa hangat, seperti pelukan ibu yang lama hilang.Air mata Nayla jatuh pelan ke bahu kebaya Nenek Siti, "Terima kasih, Nek.
Last Updated: 2025-09-16
Chapter: Suasana semakin tegang Malam itu, aku duduk di dalam mobil Om Martin, jari-jariku bermain di ujung gaun yang kukenakan. Hawa dingin dari AC menyelimuti tubuhku, tapi pikiranku justru terasa panas, berputar-putar memikirkan semua yang telah terjadi hari ini."Kamu capek?" suara Om Martin terdengar lembut, membuyarkan lamunanku. Aku menoleh dan melihatnya tersenyum, tatapan matanya yang teduh membuat dadaku berdesir.Aku menggeleng pelan. "Nggak, aku cuma... banyak mikir aja."Dia mengangguk seakan mengerti. "Kalau ada yang ingin diceritakan, aku siap mendengar."Aku menghela napas, mencoba menyusun kata-kata. "Aku cuma merasa aneh. Rasanya... terlalu nyaman berada di dekat Om. Seperti ada sesuatu yang mengisi ruang kosong di hatiku. Tapi di sisi lain, aku takut kalau ini hanya perasaan sesaat."Om Martin terdiam sejenak sebelum menjawab, "Aku juga merasakannya, Laura. Aku tahu aku bukan ayahmu, dan aku tidak akan pernah bisa menggantikannya. Tapi kalau keberadaanku bisa membuatmu merasa lebih baik, aku berse
Last Updated: 2025-04-05
Chapter: Semakin rumit Laura menatap sosok di hadapannya dengan napas tertahan. Jantungnya berdebar kencang saat dia mencoba memahami apa yang baru saja terjadi. Orang itu berdiri di ambang pintu, matanya menatap Laura dengan campuran perasaan yang sulit dijelaskan."Kamu... kenapa bisa ada di sini?" suara Laura bergetar.Pria itu tersenyum kecil, langkahnya mendekat. "Aku selalu ada di sekitarmu, hanya saja kau tidak pernah menyadarinya."Reno yang berdiri di samping Laura menatap pria itu dengan sorot tajam. "Siapa dia, Laura?"Laura menggeleng, seakan mencoba mengusir kebingungan di kepalanya. "Aku... aku tidak tahu. Aku pernah mengenalnya, tapi aku tidak mengerti kenapa dia muncul sekarang."Pria itu tertawa kecil, suara rendahnya penuh misteri. "Laura, aku tidak muncul tiba-tiba. Aku datang karena waktunya sudah tepat. Ada sesuatu yang harus kamu ketahui."Ketegangan semakin meningkat. Reno maju selangkah, posisinya protektif di depan Laura. "Aku tidak peduli siapa kamu. Kalau niatmu buruk, sebaiknya p
Last Updated: 2025-04-04
Chapter: Malam yang menegangkan Malam itu, hujan turun deras, menciptakan suasana tegang di dalam ruangan yang dipenuhi oleh ketegangan yang menggantung. Laura menatap pria di depannya, napasnya tercekat saat kata-kata yang baru saja diucapkan pria itu menggema di kepalanya."Aku sudah tahu semuanya, Laura," kata pria itu dengan suara berat dan tajam.Jantung Laura berdebar kencang. "Maksudmu apa?" tanyanya, mencoba tetap tenang.Pria itu mengeluarkan sebuah amplop coklat dan meletakkannya di atas meja. Dengan tangan gemetar, Laura mengambilnya dan membuka isinya. Matanya melebar saat melihat foto-foto di dalamnya. Itu adalah foto dirinya bersama seseorang dari masa lalunya—seseorang yang seharusnya sudah tidak ada dalam hidupnya."Bagaimana kau mendapatkan ini?" suaranya bergetar, campuran antara marah dan ketakutan.Pria itu tersenyum tipis. "Aku punya sumberku sendiri. Dan aku yakin, kau tahu bahwa seseorang sedang mengincarmu."Laura menelan ludah. Dia tahu persis siapa yang dimaksud pria itu. Sosok yang seharus
Last Updated: 2025-04-03
Chapter: Konflik Memuncak dan Kejutan yang Tak TerdugaLaura merasa jantungnya berdetak kencang saat melihat seseorang dari masa lalunya muncul tiba-tiba di depan pintu apartemennya. Pria itu berdiri dengan wajah serius, seolah membawa kabar buruk yang akan mengubah segalanya. "Kita perlu bicara," katanya dengan nada mendesak.Sementara itu, di tempat lain, Arya dan Reza sedang mencoba menghubungi Laura setelah menyadari ada sesuatu yang aneh dengan pesan yang dikirimkannya sebelumnya. Liam yang biasanya ceria juga terlihat lebih serius. "Aku nggak suka firasat ini," gumamnya sambil menggenggam ponselnya erat.Di dalam apartemen, Laura menatap pria itu dengan perasaan campur aduk. "Kenapa kamu di sini? Aku pikir kita sudah selesai bertahun-tahun lalu," katanya dengan suara bergetar.Pria itu, yang ternyata adalah mantan kekasih Laura yang menghilang tanpa jejak, menghela napas panjang. "Aku tahu aku banyak salah, tapi aku kembali karena ada sesuatu yang harus kau tahu. Ini tentang keluargamu… tentang ayahmu."Kata-katanya langsung membuat
Last Updated: 2025-04-02
Chapter: BAYANGAN MASA LALUMalam semakin larut, tetapi suasana justru semakin tegang. Napasku memburu, pikiranku berputar cepat. Aku tidak pernah menyangka akan bertemu dengannya lagi—seseorang yang seharusnya sudah lama menghilang dari kehidupanku.Dia berdiri di sana, bersandar santai di pintu belakang ruangan ini, seakan kedatangannya adalah hal yang wajar. Senyumnya tipis, nyaris seperti ejekan.“Lama tidak bertemu, Laura,” suaranya tenang, tapi dingin.Aku menelan ludah. “Kenapa kau di sini?”Dia tidak langsung menjawab. Malah, dia melangkah maju dengan perlahan, membuat jantungku berdebar lebih kencang. Reno dan Arya sudah bersiap siaga di sampingku, siap melakukan apa pun jika keadaan memburuk.“Kau tahu, aku selalu tertarik melihat bagaimana kau berkembang setelah semua yang terjadi,” katanya sambil menatapku tajam. “Aku hanya ingin melihat sendiri apakah kau masih sekuat dulu… atau justru lebih lemah.”Aku mengepalkan tangan. “Aku tidak punya waktu untuk permainanmu.”Dia tertawa kecil. “Permainan? Ah,
Last Updated: 2025-04-01
Chapter: Konflik baru Malam itu, udara terasa lebih dingin dari biasanya. Langit hitam pekat tanpa bintang, seakan menyembunyikan sesuatu yang tak ingin terlihat. Di dalam ruangan yang remang, suasana penuh ketegangan.Laura menatap seseorang di depannya dengan napas memburu. Sosok itu tersenyum samar, tatapannya sulit ditebak."Kau pasti tak menyangka akan bertemu denganku di sini, bukan?" suara baritonnya terdengar begitu akrab, tapi ada sesuatu yang janggal di baliknya.Laura menelan ludah. "Kenapa kau ada di sini? Apa maumu?"Sosok itu hanya menghela napas, lalu berjalan mendekat dengan langkah perlahan. Setiap langkahnya bergema di ruangan yang sepi.Di saat bersamaan, di tempat lain, Reno berlari menerobos lorong sempit, mencoba mencari Laura. Ada firasat buruk yang mengusiknya sejak tadi. Jantungnya berdebar kencang, dan tanpa sadar, tangannya mengepal erat.Sementara itu, di dalam ruangan, Laura berusaha tetap tenang meskipun pikirannya berkecamuk. Sosok itu kini berdiri di hadapannya, menyodorkan
Last Updated: 2025-03-31