Bismillahirrahmanirrahim. Ketua KUA langsung membacakan doa terlebih dahulu sebelum mengucapkan ijab kabul nya. Setelah itu baru lah mengucapkan ijab kabul.
“Saya nikahkan engkau Radit Rajendra bin Abdul Qodir dengan Rachel binti Muhammad Syafiq dengan mas kawin dan seperangkat alat Shalat di bayar tunai,”
Dengan cepat dan sigap Radit meraih tangan penghulu dan mengucapkan kata-kata.
“Saya terima nikahnya Rachel binti Muhammad Syafiq dengan mas kawin dan seperangkat alat shalat dibayar tunai,”
“Bagaimana saksi? Sah?”
“Sah!”
“Alhamdulillah,” semua yang hadir turut mengucapkan hamdalah.
Setelah selesai proses akad, Rachel mencium tangan Radit. Begitu juga Radit mencium kening Rachel. Dua hati yang terikat dalam satu cinta kini bersatu dalam bahtera rumah tangga.
Sesuai yang di inginkan, Radit dan Rachel akhirnya menikah secara agama dan hukum. Namun itu bukan kebahagiaan yang sebenarnya Rachel rasakan. Dia terus teringat perjanjian yang sudah dia tanda tangani. Meski dia bahagia telah bersama Radit, tapi selalu ada yang kurang dari pernikahan mereka jika tidak di karuniai seorang anak.
Dua polisi sudah menanti dan akan membawa Ayahnya Rachel kembali ke penjara setelah selesai menjadi wali untuk Rachel.
“Nak, selamat ya sudah menjadi istri. Berbaktilah dengan suami kamu, ayah hanya bisa sedikit bantu dan menemani kamu sampai di sini. Ayah harus kembali ke penjara.”
“Terima kasih, Ayah. Baik lah, Ayah juga jaga diri baik-baik ya?”
“Iya, Rachel.”
Ayah kembali di borgol dan pergi dari acara pernikahan tersebut, sebelum dia pergi juga menepuk bahu Radit dengan sebuah senyuman getir di bibirnya dan melontarkan beberapa kata saja.
“Ingat janji kamu!”
“Iya pasti, Yah. Jangan khawatir!” Ayah mengingat kan janji Radit yang akan menjaga Rachel.
Di sela beberapa tamu memberi ucapan selamat dengan kedua mempelai, datang Leo menghampiri mama papa juga yang lainnya.
“Ma, Pa! Kenalkan, ini calon istri yang aku pilih untuk aku nikahi nanti.” Di tengah pesta yang pernikahan, adiknya Radit sedang memperkenalkan pacarnya bernama Arin.
“Wah, cantiknya. Ini baru calon menantu idaman,” ujar Mama.
“Hai, Tante, Om,” Arin menyalami tangan Mama papanya. Dengan gaya yang anggun dan menjadi pusat perhatian semua tamu undangan. Pakaian yang modis, rambut ikal dengan warna pirang nan panjang tergerai dengan indah, Kulit putih bersih dan wajah yang cantik.
“Iya dong, Ma. Dia juga berpendidikan loh,” sambung Leo.
“Bagus dong! Jadi bisa meneruskan keturunan yang baik di keluarga kita. Tidak seperti istrinya Radit,” tutur papa. Hal itu di dengar oleh Rachel, namun Radit tidak dengar karena asyik bicara dengan teman-teman yang datang.
“Ya Allah, sebenci itukah mertuaku karena latar belakangku? Kasihan Ayah mendekam di penjara, tapi hal ini Ayah tidak boleh tahu,” gumam Rachel.
“Dan pasti kamu dari keluarga terpandang bukan?” Mama memastikan bahwa pacar yang di bawa Leo berasal dari keluarga baik-baik. Arin hanya tersenyum malu dengan pertanyaan tersebut.
“Duh, Ma. Jelas keluarganya orang terpandang. Mana mungkin juga aku sembarang memilih pasangan,” lagi-lagi yang menjawab Leo.
“Bagus kalau begitu, jadi Mama dan Papa tidak ragukan lagi hubungan kalian. Jadi kapan mau nyusul nikah?”
“Kalau bisa secepatnya nanti, Ma. Soalnya sekarang Arin lagi selesai kan proyek. Iya kan, Rin?”
“Iya, Mas,” jawab Arin.
“Baru juga menjadi pacar, tapi Arin sudah mendapatkan perlakuan yang baik. Sedangkan aku,” gumam Rachel sedih.
Beberapa hari setelah menikah, bukan mendapat kebahagiaan yang utuh. Namun selalu ada pertengkaran kecil menjadi besar. Berharap sebuah pernikahan yang romantis layaknya pasangan lain, tapi berbeda dengan yang Rachel dan Radit rasakan.
“Mas, apa kamu tidak bisa bujuk mama papa untuk batalkan perjanjian kemarin?”
“Percuma ngomong sama papa, dia tidak akan dengarkan kita, Chel.”
“Tidak ada salahnya kita terus mencoba. Siapa tahu papa terbuka hatinya untuk kita. Coba saja, Mas. Mumpung papa ada di ruang tamu itu.”
“Baiklah. Kali ini akan aku coba!.”
Sebelumnya Rachel sudah meminta kepada Radit suaminya, untuk membatalkan niat kedua orangtuanya Radit. Namun, ketika Rachel berdiri di balik pintu untuk mendengarkan Papa mertuanya lagi berbicara dengan Radit saat itu, bahwa perjanjian sebelum menikah kemarin akan tetap Papa buat. Dengan alasan tidak mau punya menantu keturunan dari seorang koruptor. Sebenarnya hal itu sudah di bantah berulang kali oleh Radit, Tapi tidak membuat papanya untuk membatalkan niatnya.
“Pa, kenapa Papa harus buat perjanjian ini? Tujuan menikah adalah untuk memiliki keturunan.”
“Papa tidak buat perjanjian ini, tapi karena keinginan kamu lah yang membuat semua ini terjadi.”
Radit tidak punya pilihan lain selain mengikuti keinginan orang tuanya. Karena bagaimana pun mereka tetap saling mencintai.
“Tapi, Pa. Apa tidak ada hal lain yang bisa membatalkan perjanjian tersebut?”
“Keputusan Papa sudah bulat. Tidak ada hal lain yang bisa membatalkan kecuali kamu dan Rachel bercerai saja.”
“Pa? Tidak bisa begitu dong. Rachel hanya korban, dia hanya anak dari yang tersangka bukan pelakunya.”
“Bagi Papa, mau tersangka mau pelaku tetap sama saja. Tidak ada bedanya. Sudahlah, Papa tidak mau bahas lagi soal ini. Papa capek, mau istirahat.”
Nyatanya percuma saja bicara kan hal itu lagi kepada Papa, karena tetap saja papa bersi keras untuk mempertahankan surat perjanjian tersebut. Baginya harta tahta dan martabat sangat lah penting, apa lagi untuk pewarisnya kelak.
“Gimana, Mas? Apa berhasil?”
“Berhasil apanya? Yang ada malah kena ceramah. Sudahlah, aku tidak mau bertanya soal ini lagi dengan Papa. Percaya saja suatu saat pasti hati mereka akan luluh kok.”
“Iya, tapi mau sampai kapan semua ini. Yang ada semakin berlarut mereka akan semakin tidak peduli.”
“Ya kamu yang sabar dong. Baru juga beberapa hari kita menikah.”
“Tapi, Mas!”
“Sudahlah, kamu jangan membantah.”
“Aku tidak kuat jika kamu terus-menerus seperti ini, Mas. Aku juga ingin punya anak, tapi aku juga tidak mau kena resiko dari perjanjian itu.”
“Ya mau tidak mau harus kita jalani, toh kita sama-sama mau menikah kan kemarin. Jadi untuk apa di sesali.”
Lagi-lagi Rachel hanya bisa pasrah dengan keadaan. Tapi bukan berarti dia menyerah, hampir tiap hari dia katakan itu dengan suaminya. Namun, Radit yang terlalu penurut dengan kedua orang tuanya.
“Ya, Allah. Kenapa ini semua terjadi padaku. Kenapa kedua mertua aku siksa batinku seperti ini. Bahkan suamiku sendiri tidak peduli dengan perasaan aku. Sampai kapan aku akan begini, tidak mungkin harus selamanya mengikuti perjanjian itu.”
Tangis dan doa dalam sujud Rachel meminta petunjuk dari Allah atas beban dalam hidupnya. Kian hari kian makin tersiksa dengan perilaku mamanya yang seenaknya atur-atur kehidupan juga masalah pekerjaan Rachel.
“Sebenarnya ini kesempatan aku untuk melukai mas Joe. Tapi tidak mungkin aku ke sana bawa anak ini. Lalu jika aku tertangkap, dan aku masuk penjara, siapa yang akan urus anak ini?” Bella terus bicara dengan diri sendiri di dalam kamar sembari menenangkan anaknya yang sedikit rewel.“Ada apa, Bel? Kenapa dengan anak kamu. Kok sejak tadi rewel saja?” Ucap mama dari luar kamar.“Tidak apa-apa kok, Ma. Mungkin dia sedikit kangen dengan Ayahnya saja. Ini lagi tenang kan, sebentar lagi juga tidur.” Sahut Bella beralasan.“Ssttttttt...!!!” Bella berusaha mendiam kan anaknya dengan telunjuk jarinya. Mama pun sudah tidak bertanya-tanya lagi.
“Tidak mungkin aku katakan itu sekarang pada Joe. Apa lagi sekarang dia lagi sekarat di rumah sakit. Tapi kasihan, dia juga menjadi korban perselingkuhan. Memang benar-benar kurang ajar Bella. Tidak tahu diri!” Rachel menggerutu sendiri dalam kamarnya. Sembari menunggu kabar selanjutnya tentang keadaan Joe sekarang.“Nanti ada saatnya, pasti akan aku katakan kebenarannya. Aku tidak peduli lagi dengan mas Radit. Tapi di sisi lain, Joe juga harus tahu semua suatu saat nanti,” gumamnya lagi.*** Keadaan di rumah sakit mama, papa dan juga Bella sedang berlari cepat untuk segera menuju ruangan di mana Joe di rawat. Sesampainya di ruang rawat kondisi sangat mengejutkan. Joe yang sudah t
“Non Rachel, non tidak apa-apa kan?” Bibi menempelkan kupingnya dan memastikan keadaan Rachel yang menangis terisak-isak di dalam kamarnya. Tidak sengaja bibi melewati kamar Rachel dengan suara tangisan. Ketika di tanya bibi, tak sepatah kata pun di ucapkan Rachel. Bibi terus bertanya untuk memastikan keadaan Rachel.“Kenapa, Bi?” Tiba-tiba Radit di belakang mengejutkan bibi yang sedari tadi kuping dan pipinya menempel pintu kamar.“Ini Den, dari tadi Non Rachel menangis gak berhenti. Bibi takut dia kenapa-kenapa, dan pintu terkunci.”“Coba biar aku yang tanya, Bi.” Radit mengganti kan posisi bibi berdiri di depan pintu lalu bertanya dengan Rachel. Memang benar, suara tangisan tak henti-hentinya di dalam. Terdengar seperti sangat pilu yang sedang di alami.“Jangan-jangan Non Rachel ingin melahirkan, Den?” tanya Bibi lagi.“Kalau memang dia ingin melahirkan, tidak mungkin dia ha
“Apa peduliku, kenapa juga aku masih memikirkan tentang parfum itu. Kalau memang Mas Radit selingkuh, ya biarkan saja. Toh dia juga tidak peduli dengan aku.” Rachel berusaha menguatkan kembali dirinya sendiri ketika mengingat hal tersebut. Namun dia seperti orang linglung dan kebingungan. Terkadang dia merasa curiga, bahkan bisa saja tidak peduli sama sekali.“Tapi kenapa aku hati aku merasa cemburu ya? Padahal semua itu juga percuma aku pikirkan. Ah, entah lah.” Rachel menghempaskan tubuhnya di tempat tidur.“Nak, kamu yang sabar ya sayang. Kamu harus tetap bertahan. Sebenarnya ibu sudah tidak tahan tinggal di sini. Tapi ibu tidak punya uang untuk biaya melahirkan kamu nanti. Semua ini demi kamu sayang. Seperti apa pun nanti kamu, ibu akan selalu menyayangi kamu. Biarkan saja Ayah dan kakek nenekmu tidak mengakui kamu, tapi ada ibu yang akan selalu ada untuk kamu sayang.” Tidak terasa air mata Rachel menetes bergulir membasahi pipi
Usia kandungan Rachel kini sudah memasuki delapan bulan. Artinya, hanya menunggu waktu satu bulan lagi dia akan segera melahirkan. Karena semua orang akan mengusirnya ketika nanti sudah melahirkan, tidak membuat Rachel sedih. Bahkan waktu itu lah yang dia tunggu-tunggu untuk segera keluar dari rumah yang seperti neraka.“Bau parfum siapa ini?”Tidak seperti biasa, kali ini Rachel ingin mencuci baju kerja Radit yang kotor di bak baju kotor. Namun dia menemukan keganjalan dengan mencium bau-bauan parfum yang berbeda atau memang dia tidak pernah beli sama sekali. Wangi ciri khasnya seperti parfum wanita.“Ini seperti parfum wanita,” lagi-lagi Rachel terus mencium bau wangi itu. Tiba-tiba dia teringat akan sesuatu.“Bukannya wangi aroma ini pernah aku cium di dalam rumah ini, tapi apa mungkin Mas Radit punya wangi parfum ini ya? Coba aku cek dulu deh.”Karena penasaran, Rachel mencoba untuk mencari kebenaran bau itu.
Hari terus berlalu, dan bulan berganti bulan. Meski sudah ada pembantu baru di rumah, tidak membuat Rachel untuk bermalas-malasan. Dia ingat akan pesan ibunya semasa masih hidup dulu. Bahwa ketika nanti di rumah mertua, kaya atau pun miskin, dia tidak boleh berleha-leha. Karena bagaimana pun, wanita adalah kunci keharmonisan rumah tangga. Jika menjadi istri atau pun menantu harus tetap rajin agar tidak di nilai pemalas. Lagi pula karena kehamilan Rachel sudah masuk tujuh bulan, dia harus banyak bergerak agar membantu mudahnya persalinan nanti. Tapi, semenjak kehamilan Rachel. Tak seorang pun yang peduli pada kandungannya. Sehingga dia tidak pernah periksa keadaan kandungannya. Meski pernah mencuri waktu untuk keluar, namun dia tidak di perbolehkan. Alasan mertuanya adalah, tidak mau sampai kalau para tetangga Rachel sedang hamil.Jadi, kegiatan Rachel hanya berdiam diri di rumah dan sesekali membantu pekerjaan pembantunya.“Non Rachel, ini Bibi buatkan jus untuk