“Ibu Rachel sudah meninggal sejak Rachel kecil, dan Ayah Rachel baru beberapa Minggu yang lalu masuk tahanan,” jelas Radit dengan jujur.
“Apa? Kenapa bisa Ayah kamu masuk penjara, Chel?” tanya mama langsung kepada Rachel yang sedari tadi menundukkan kepalanya. Rachel kaget bak tersambar petir ketika mama Radit bertanya tentang Ayahnya. Dia bingung harus jawab apa. Menunggu jawaban dari Radit, namun tidak di jawab juga. Hingga pertanyaan kedua datang langsung dari papa.
“Jawab, kenapa Ayah kamu bisa masuk penjara? Apa dia sudah melakukan kesalahan yang fatal atau hanya sebuah kesalahan atas dasar fitnah yang dia dapatkan?” tanya Papa dengan suara yang menggelegar. Rachel sudah menduga, latar belakangnya tentu akan menjadi bahan pertimbangan di keluarga Radit. Tapi semua sudah terlanjur dan harus Rachel jawab sejujur mungkin dan siap terima apa pun itu nanti pendapat mereka.
“Ma-maaf, Om. Ayahku masuk penjara karena korupsi," jawab Rachel dengan gugup.
“Wah, kalau begitu Papa tidak setuju, Dit,” jawab papa cetus.
“Mama juga tidak akan pernah setujuin kalian berdua. Mama Papa tidak ingin punya menantu dari anak seorang koruptor. Bagaimana bisa nanti keluarga kita ini menerima menantu anak seorang koruptor? Yang ada tercoreng nama baik kita nanti. Memangnya kamu mau keluarga kita di kucilkan? Maaf, mama tidak bisa.”
Mama pun dengan yakin dan mantap dengan ucapannya.
“Tapi, Ma, Pa! Kita saling mencintai. Dan aku tidak ingin terpisah dari Rachel.”
“Sekali Mama bilang tidak ya tidak!”
“Papa juga tidak akan pernah setujuin kalian berdua sampai kapan pun. Karena bagi Papa lebih baik menjaga reputasi keluarga daripada merusaknya hanya gara-gara satu orang. Apa lagi orang itu bukan anggota keluarga kita sendiri. Papa tidak perduli kalian saling cinta atau tidak. Tapi itu sudah menjadi keputusan Mama dan Papa.”
“Pa, kasihan Rachel. Dia hidup sebatang kara. Aku ingin menjaga dia, Pa.” Radit minta toleransi dengan mama dan papanya.
“Jaga ya jaga saja, tidak perlu sampai harus menikah.”
“Sudah lah, Dit. Aku tidak apa-apa, aku memang pantas dapatkan hal ini. Aku pulang ya!” Rachel menyerah setelah mendengar semua hinaan yang dia dapatkan. Sejak tadi, Rachel hanya bisa menahan rasa sakit pada hatinya.
“Tunggu, Chel!” pinta Radit ketika Rachel berdiri untuk keluar dari rumah itu.
“Ma, Pa. Beri kan kami restu. Aku akan lakukan hal apapun itu atas perintah Mama Papa demi aku bisa nikah dengan Rachel. Aku mohon, Ma, Pa?” Radit berlutut di kaki kedua orang tua yang duduk di kursi tepat di depannya.
Melihat Radit, anaknya yang terlihat begitu mencintai Rachel. Mama Papa saling pandang sejenak untuk memutuskan hal terbaik untuk Radit.
“Sudah, cukup. Berdirilah! Jangan terus berlutut. Dan kamu Rachel, duduk lah Kembali. Dengarkan baik-baik aku bicara.” Papa tampak serius menekankan suara terhadap Radit juga Rachel.
“Papa restuin!”
“Pa?” Mama memandang Papa dengan tidak senang karena sudah menyetujui.
“Tapi dengan satu syarat!” cetusnya.
“Apa itu, Pa? Apa pun akan aku lakukan demi mendapatkan restu dari Mama Papa,” jawab Radit dengan penuh semangat. Di lanjut papa juga menjelaskan syarat yang ingin dia berikan.
“Tolong dengarkan baik-baik agar tidak ada lagi alasan tidak mengerti.”
Dengan seksama, semua ikut mendengar apa yang akan di katakan Papa saat itu.
“Syaratnya adalah, kalian berdua harus menandatangani surat perjanjian sebelum menikah di atas materai. Surat itu nanti akan aku tulis dan kalian baca. Setelah itu pikirkan baik-baik sebelum memutuskan.” Mama, Radit juga Rachel terlihat bingung dengan perjanjian yang akan papa buat. Namun papa berdiri lalu mengambil sebuah kertas dan pena di atas meja. Sejenak dia diam dan menulis surat perjanjian. Di tempelkan dua buah materai yang akan di tandatangani Radit juga Rachel nanti. Setelah selesai, surat itu pun di berikan kepada Radit. Dengan sangat hati-hati Radit mulai membaca isi surat tersebut. Setelah selesai membaca, dia berikan lagi kepada Rachel untuk di baca. Rachel kaget ketika membaca isi surat tersebut, bahwa perjanjian itu tertulis dia dan Radit bisa menikah asalkan tidak sampai memiliki anak.
“Pa, apakah tidak ada pilihan lain untuk perjanjian ini? Bagaimana bisa kami menikah tanpa memiliki keturunan?” tanya Radit.
“Tidak, pilihan hanya satu. Jika tidak sanggup ya silahkan mundur.”
“Baik, aku setuju,” jawab Radit tanpa berpikir panjang.
“Tapi, Radit?” potong Rachel tidak sangka kalau hal itu akan Radit setujuin. Melihat Radit langsung menandatangani surat perjanjian tersebut membuat Rachel berpikir ribuan kali. Entah apa yang sudah di pikirkan Radit sampai segitu besarnya pengorbanan hanya untuk bersama Rachel. Namun, di sisi lain perjanjian itu baginya sungguh tidak adil. Karena bagaimana pun tujuan menikah adalah memiliki keturunan. Jika tidak memiliki anak, lalu bagaimana nanti hsri-hari mereka tanpa seorang anak.
“Rachel, lakukan saja. Ini semua demi kita, dan aku sudah janji dengan Ayah kamu untuk selalu jaga kamu,” ucap Radit.
“Tidak perlu di paksa kan semua ini, Dit. Aku tidak apa-apa jika harus sendiri.”
“Tidak, lakukan sekarang juga, Chel. Aku tidak mau kehilangan kamu.’
Tanpa berpikir panjang lagi, karena banyak alasan hutang yang harus dia bayar. Mau tidak mau harus dia setujui cara itu. Dan Rachel pun menyetujui dan menandatangani surat tersebut.
“Sebenarnya ini kesempatan aku untuk melukai mas Joe. Tapi tidak mungkin aku ke sana bawa anak ini. Lalu jika aku tertangkap, dan aku masuk penjara, siapa yang akan urus anak ini?” Bella terus bicara dengan diri sendiri di dalam kamar sembari menenangkan anaknya yang sedikit rewel.“Ada apa, Bel? Kenapa dengan anak kamu. Kok sejak tadi rewel saja?” Ucap mama dari luar kamar.“Tidak apa-apa kok, Ma. Mungkin dia sedikit kangen dengan Ayahnya saja. Ini lagi tenang kan, sebentar lagi juga tidur.” Sahut Bella beralasan.“Ssttttttt...!!!” Bella berusaha mendiam kan anaknya dengan telunjuk jarinya. Mama pun sudah tidak bertanya-tanya lagi.
“Tidak mungkin aku katakan itu sekarang pada Joe. Apa lagi sekarang dia lagi sekarat di rumah sakit. Tapi kasihan, dia juga menjadi korban perselingkuhan. Memang benar-benar kurang ajar Bella. Tidak tahu diri!” Rachel menggerutu sendiri dalam kamarnya. Sembari menunggu kabar selanjutnya tentang keadaan Joe sekarang.“Nanti ada saatnya, pasti akan aku katakan kebenarannya. Aku tidak peduli lagi dengan mas Radit. Tapi di sisi lain, Joe juga harus tahu semua suatu saat nanti,” gumamnya lagi.*** Keadaan di rumah sakit mama, papa dan juga Bella sedang berlari cepat untuk segera menuju ruangan di mana Joe di rawat. Sesampainya di ruang rawat kondisi sangat mengejutkan. Joe yang sudah t
“Non Rachel, non tidak apa-apa kan?” Bibi menempelkan kupingnya dan memastikan keadaan Rachel yang menangis terisak-isak di dalam kamarnya. Tidak sengaja bibi melewati kamar Rachel dengan suara tangisan. Ketika di tanya bibi, tak sepatah kata pun di ucapkan Rachel. Bibi terus bertanya untuk memastikan keadaan Rachel.“Kenapa, Bi?” Tiba-tiba Radit di belakang mengejutkan bibi yang sedari tadi kuping dan pipinya menempel pintu kamar.“Ini Den, dari tadi Non Rachel menangis gak berhenti. Bibi takut dia kenapa-kenapa, dan pintu terkunci.”“Coba biar aku yang tanya, Bi.” Radit mengganti kan posisi bibi berdiri di depan pintu lalu bertanya dengan Rachel. Memang benar, suara tangisan tak henti-hentinya di dalam. Terdengar seperti sangat pilu yang sedang di alami.“Jangan-jangan Non Rachel ingin melahirkan, Den?” tanya Bibi lagi.“Kalau memang dia ingin melahirkan, tidak mungkin dia ha
“Apa peduliku, kenapa juga aku masih memikirkan tentang parfum itu. Kalau memang Mas Radit selingkuh, ya biarkan saja. Toh dia juga tidak peduli dengan aku.” Rachel berusaha menguatkan kembali dirinya sendiri ketika mengingat hal tersebut. Namun dia seperti orang linglung dan kebingungan. Terkadang dia merasa curiga, bahkan bisa saja tidak peduli sama sekali.“Tapi kenapa aku hati aku merasa cemburu ya? Padahal semua itu juga percuma aku pikirkan. Ah, entah lah.” Rachel menghempaskan tubuhnya di tempat tidur.“Nak, kamu yang sabar ya sayang. Kamu harus tetap bertahan. Sebenarnya ibu sudah tidak tahan tinggal di sini. Tapi ibu tidak punya uang untuk biaya melahirkan kamu nanti. Semua ini demi kamu sayang. Seperti apa pun nanti kamu, ibu akan selalu menyayangi kamu. Biarkan saja Ayah dan kakek nenekmu tidak mengakui kamu, tapi ada ibu yang akan selalu ada untuk kamu sayang.” Tidak terasa air mata Rachel menetes bergulir membasahi pipi
Usia kandungan Rachel kini sudah memasuki delapan bulan. Artinya, hanya menunggu waktu satu bulan lagi dia akan segera melahirkan. Karena semua orang akan mengusirnya ketika nanti sudah melahirkan, tidak membuat Rachel sedih. Bahkan waktu itu lah yang dia tunggu-tunggu untuk segera keluar dari rumah yang seperti neraka.“Bau parfum siapa ini?”Tidak seperti biasa, kali ini Rachel ingin mencuci baju kerja Radit yang kotor di bak baju kotor. Namun dia menemukan keganjalan dengan mencium bau-bauan parfum yang berbeda atau memang dia tidak pernah beli sama sekali. Wangi ciri khasnya seperti parfum wanita.“Ini seperti parfum wanita,” lagi-lagi Rachel terus mencium bau wangi itu. Tiba-tiba dia teringat akan sesuatu.“Bukannya wangi aroma ini pernah aku cium di dalam rumah ini, tapi apa mungkin Mas Radit punya wangi parfum ini ya? Coba aku cek dulu deh.”Karena penasaran, Rachel mencoba untuk mencari kebenaran bau itu.
Hari terus berlalu, dan bulan berganti bulan. Meski sudah ada pembantu baru di rumah, tidak membuat Rachel untuk bermalas-malasan. Dia ingat akan pesan ibunya semasa masih hidup dulu. Bahwa ketika nanti di rumah mertua, kaya atau pun miskin, dia tidak boleh berleha-leha. Karena bagaimana pun, wanita adalah kunci keharmonisan rumah tangga. Jika menjadi istri atau pun menantu harus tetap rajin agar tidak di nilai pemalas. Lagi pula karena kehamilan Rachel sudah masuk tujuh bulan, dia harus banyak bergerak agar membantu mudahnya persalinan nanti. Tapi, semenjak kehamilan Rachel. Tak seorang pun yang peduli pada kandungannya. Sehingga dia tidak pernah periksa keadaan kandungannya. Meski pernah mencuri waktu untuk keluar, namun dia tidak di perbolehkan. Alasan mertuanya adalah, tidak mau sampai kalau para tetangga Rachel sedang hamil.Jadi, kegiatan Rachel hanya berdiam diri di rumah dan sesekali membantu pekerjaan pembantunya.“Non Rachel, ini Bibi buatkan jus untuk