Share

4

Harsa-

Benar kata budi, kalau begini terus dorongan seksual aku semakin gak kendali. Dan bodohnya taruh hasil check up di meja. cewek itu kembali melihat apa yang gak harusnya dia lihat. ini cukup buat aku tertekan.

“Sorry gue telat harsa.. macet banget di jalan” suara budi masuk ke kantorku, memang aku sengaja panggil dia kesini.

“oke no problem” jawabku yang mondar mandir di ruangan. memikirkan kalau ada mata-mata dari perusahaan lain, sepertinya aku memikirkan berlebihan karena mata-mata perusahaan biasanya ada di film film sana.

“Gak bisa besok? Apa, udah sore pula” budi langsung kasih amplop coklat, dan pasti isinya hasil yang kemarin.

“Gue mau kasih tau hal penting, bud..” kataku..

“Itu cewek lihat berkas gue checkup ke psikiater” lanjutku, budi langsung noleh dengan wajah yang terkejut.

“Maksud lo Office Girl itu?” aku cuman angguk pelan.

“gila, kenapa gak lo langsung pecat?, kalau dia kasih tau tentang lo, bisa jadi scandal besar di perusahaan lo sendiri harsa!”

“Gue tau bud… tapi gue terangsang berat sama body dia. Tadi juga hampir gue mau onani di depan dia lagi, untungnya tadi pagi gue udah.” Budi cuman duduk sambil menghela nafas.

“ceweknya cakep banget?”

“Iah, bodynya ideal menurut gue, karena tuubhnya gak terlalu tinggi, tapi buah dadanya cukup besar” jelasku,

“Harus cepet-cepet theatment harsa, durasi onani lo semakin sering belakangan ini. “ ucap budi dengan nada yang serius, tapi memang dalam situasi genting.

“Tapi sama siapa?”

“Ini masalahnya, lo gak punya cewek yang lo percaya gitu?” aku hanya menghela nafas, karena dalam mencari cewek sangat sulit bagiku.

“Kalau sama PSK gimana bud? Kita gak saling kenal, dan pasti dia jaga privasi kita.”

“NO!, gue gak rekomendasi lo ke PSK harsa, kalau lo kebablasan, bisa-bisa lo jadi penjahat kelamin.” Budi benar, lagi pula aku gak mua penisku ini masuk ke vagina cewek sembarangan,.

Aku dan budi terdiam sejenak, ini sangat sulit di banding masalah lainnya. Mencari seseorang yang bisa di ajak kerja sama.

Dan terlintas cewek itu, aku lupa ada janji sama dia sore hari ini juga. Aku langsung hubungi ibu ayu agar dia yang membawakan kopi ke ruanganku,

***​

Suara ketukan pintu, “ bud tolong bukain donk, tapi lo ngumpet di belakang pintu ya” pintuku, budi menuruti permintaanku.

Karena yang datang mengantarkan kopi ya cewek itu, “ini pak kopinya” suaranya sedikit lirih, seolah takut melihatku.

“ckrek” budi tutup pintu sekaligus langsung kunci. Cewek itu langsung terlihat terkjut ternyata ada orang selain aku disini.

“Duduk silahkan~” Dengan sedikit ragu dia duduk tepat di depanku.

“Ini orangnya?” bisik budi melangkah ke sampingku.

“Iah dia,” jawabku, budi tak berkedip melihat dia, dan gak berani lama-lama pandangin dia karena penisku mulai ekresi kembali.

“Ada alasan saya panggil kamu kesini, selain ambil kopi” bersamaan budi langsung noleh ke arah gue.

“Satu hal penting.. hanya kalian berdua yang tau masalah saya,”

“Maaf” ucap cewek itu, aku sendiri lupa namanya. Aku langsung cari namanya di email yang ibu ayu kasih.

“Nia, nama kamu kan?” tanyaku

“Iah pak” jawabnya tundukin kepala.

“Untuk itu, saya sudah putuskan hari ini Kamu saya pecat hari ini juga” kataku,

“ta ta tapii pak, tadiii” sontak dia langsung menatap kearahku, dengan tatapan kosong. Dari raut wajahnya dia menahan buat tak menangis, dan mencoba mengalihkannya dengan gigit bibirnya sambil menghela nafas.

“Sebagai gantinya, kamu saya terima jadi sekretasis pribadi saya, mulai besok” nia langsung menatapku dengan wajah terkejut, termasuk budi juga,

“Seketaris?” tanyanya masih agak terkejut.

“iah,”

“Dengan satu syarat, kamu mau?” anggukannya dengan yakin,

“Saya mau, saya siap, dan saya gak akan pernah ingat soal kejadian sebelumnya, sa saya janji!!” jawabnya duduk bersikap sempurna.

“Tapi apa syaratnya?” tanyanya pelan.

“Kamu jadi patner treatment saya nanti..” kataku udah putuskan sementara memilih dia jadi patner.

“treatment apa pak?”

“Harsaaa gila lo??” budi terlihat terkejut saat aku ambil keputusan seperti ini.

“Dokter budi, tolong jelaskan,” budi cuman menghela nafas, dan membuka amplopnya. semoga budi juga percaya keputusanku untuk menjadikan nia seketaris, dalam arti lain patner.

“Yang kamu perlu tahu, sebelum menjadi patnernya, kalau Harsa itu teman baik saya, dan dia mempercayakan masalahnya selain diri saya,”

“ada hal sedikit ini bocor keluar, harsa dan saya gak akan tinggal diam” ucapnya lirik kearahku

“Silahkan membaca” ucapnya, menggelengkan kepalanya, seolah tak setuju keputusanku untuk merektrut nia sebagai patner.

Budi langsung memberikan hasil kemarin , aku bisa menilainya sedikit. Dia benar-benar membaca dari awal, dan terlihat serius. Aku rasa dia bukan orang kebanyakan. Dalam arti dia orang yang berpendidikan. insting aku gak pernah salah soal menilai orang dari sikapnya memperhatikan suatu hal.

Selesai membaca dia langsung terdiam sejenak, “Sudah baca semuanya?” Tanya budi, nia cuman angguk pelan.

“kesimpulannya apa?”, Tanya budi lagi, tapi kalau dia bisa menyimpulkan ke intinya, bearti dia orang berpendidikan.

“Ituuu”

“Jawab aja, kamu udah bukan Office girl saya lagi, ” kataku,

“Pak boss harsa mempunyai kelainan gen, yang mengakibatkan menjadi kelainan seksual, dan butuh treatment,”

“gangguan seksual yang di alami adalah, Paraphila, dimana seseorang mempunyai ketertarikan seksual pada objek yang bukan umumnya. Dan karena itu libidonya gampang meninggi” Ucapnya, buat gue cukup kagum. Simple padat.

“smart girl,” ucap budi sambil tepuk tangan lirik ke arah gue, sama sepertinya aku kagum,

“Tapi saya, gak mau menjadi sex patnernya, walau kerjaan saya rendah seperti ini. Bukan bearti saya bisa di beli dengan jabatan” ucapnya lagi di luar dugaan,

“no no no. bukan seperti itu” potong budi,

“Saya jelaskan, dalam hal ini, bukan kamu membantunya dengan berhubungan sex, melainkan kamu yang mengatur ejakulasi harsa sampai dia normal”

“Ada jaminan untuk itu?”

“kamu mau jaminan apa?”

“Kalau Pak boss harsa melanggar, dalam arti dia memasukan itu nya ke ini saya, dia harus membayar dendan senilai satu miliar” katanya buat aku kembali terkejut. Jelas dia bukan cewek sembarangan sampai berani memberikan tuntunan setinggi itu.

“Karena saya masih virgin, dan tidak pernah melakukan hubungan sex” lanjutnya dengan nada tegas. Aku sama budi saling tatap sebentar.

“Baiklah saya setuju, tapi begitu juga saya, kalau penis saya masuk ke vagina kamu dengan sengaja tau tak sengaja, kamu harus bayar denda dua miliar” ucapku serius, karena bisa saja dia akan sengaja melakukannya agar aku membayar denda.

“gimana?” tanyaku lagi saat dia terdiam, dugaan aku benar, pasti dia akan berpikir untuk melakukannya demi uang sebesar itu.

“Tapi gaji saya untuk satu bulan?”

“untuk sementara lima juta per bulan, dan akan bertambah selama treatment” kataku,

“Cukup?”

“Jadi perkerjaan saya sebagai seketaris sekaligus partner treatment sampai selesai?” angguk aku bersamaan dengan budi.

“yup, sampai selesai, apa uangnya kurang?” aku berharap dia menerimanya, karena akan susah lagi mencari orang yang sudah tau masalah yang aku alami sekarang.

“Saya siap, dengan perjanjian tadi” aku langsung print surat perjanjian kontrak, dengan isi inti tidak melakun hubungan intim masing-masing. Dan mengikuti prosedur yang udah di susun sama budi.

Tanda tangan selesai, dengan begini surat perjanjiannya sah. akku berharap gak salah merekrut nia sebagai patner ku, aku harus yakin demi kesembuhanku juga.

***​

Mada-

Kalau lapar udah menerpa cocoknya makan warteg, karena disini satu-satunya warteg yang satu porsinya kayak dua porsi di rumah. Dan pasti habis gue makan semua,

‘eeegghhhh, kenyangggg’

“tehhh eka berapa?”

“lima belas ribu, gak nambah gorengan?” tanya teteh eka,

“gak ah, sariawan” gue makan memang tunggu sepi, karena lebih menikmati. Lain sisi teteh eka janda anak dua, banyak yang godain. makanya pasti banyak yang makan kesini kalau jam dua belas keatas.

Dia janda karena laki nya kawin lagi, dia milih jadi janda di banding nikah lagi. Walau usianya masih empat puluhan, itu yang gue dengar dari orang-orang yang coba dekatin teteh eka.

Dan yang jelas masakannya enak untuk perut seorang kuli kayak gue, satu porsi cukup sampai nanti sore.

“mad.. lagi ada kerjaan gak?” Tanya bang nasir, dia mandor di pasar, kerjaan mandorin bongkar muat di pasar ini. Agar semua terbagi rata gak ada yang iri satu sama lainnya.

“Gak kok, kenapa bang?”

“Bongkar tepung terigu, kayak biasa?”

“ boleh, dah., tapi ke mana?”

“Nohh.. si nci, “ tunjuknya ke kios yang jual aneka kue, memang panggilannya nci, karena keturunan Chinese, walau udah usia enam puluh tahunan, tapi masi semangat buat macam-macam kue, termasuk roti juga.

Dan pesanan terigunya khusus buat dia semua satu mobil pick up. Gue bongkar berdua sama bang nasir. Walaupun dia cuman cek doang, dan sepenuhnya gue yang angkutin barang.

Bukan karena yang lain gak mau, tapi memang lagi gak ada orang buat bongkar, dan bayarannya lumayan buat beli pecel.

Sekitar tiga puluh menitan udah kelar, karena gue sekali bawa dua karung sekaligus. Waktu dulu satu karung terigu udah sesak nafas.

“makasih nci” kata gue pas dia kasih bayaran buat gue.Nci buat kue ber empat sama kedua anaknya termasuk suaminya, yang gue dengar anaknya sekarang buka usaha lain, jadi yang kerja cuman berdua, dan sisanya ada karyawannya.

Hampir semua gue tau latar belakang yang dagang di pasar ini, dan mereka semua juga kenal gue. Sedikit senang juga,

Paling gak senang sama gue para preman pasar, cuman mereka doang yang menurut gue gak bersahabat selama ini, tapi gak masalah asal dia gak ganggu gue, dan sebaliknya.

Kalau di Tanya gue takut apa engak, jawabannya ya tergantung. Tergantung masalahnya apa, kalau dulu memang gue takut, tapi sekarang lebih baikan.

“Mattt.. tuh duit bonus karena lo bongkar sendiri” kata bang nasir,

“sip, makasih bang” lambaian tangan gue terima duit dua puluh ribu.

***​

Belum terlalu sore, masih jam lima lewat. Matahari juga masih terang, gue pilih duduk sambil ngobrol sama kuli yang lainnya,

Gak terlalu akrab memang, tapi bergaul menurut gue gak pandang itu namanya siapa. Karena gue pangil semuanya abang.

Udah gak ada kerjaan gue pilih pulang, ya siapa tau jam segini ketemu tuh cewek lagi. “Sial” gumam gue kepikiran lagi buah dadanya.

“Wah, baru di omongin udah nongol” dia lagi mondar mandir sambil kipas –kipas hidungnya seperti menahan bau pasar. Pasti ada sesuatu dia tunggu, gak mungkin dia tungguin gue. Siapa gue.

“Heiii” teriaknya pas gue lewatin dia, sengaja gue liatin siapa tau memang dia gak ada keperluan sama gue.

“sayaa??” Tanya gue tunjuk diri sendiri”

“Iah” dia lari kecil, secara kasat mata ada yang bergejolak di dalam kemejanya.

“Ada apa?” Tanya gue gak turun dari motor.

“Aku belum ucapin terima kasih, “ ucapnya senyum, ini cewek imut juga, atau tepatnya chubby, gue gemes pas dia senyum gitu, Dan lagi, gue cuman kagumin dia aja gak lebih.

“Buat?”

“Antar aku tadi pagi, dan kita belum kenalan, aku nia, kalau kamu?” dia langsung julurin tangan.

“Mada, panggil aja mamat, hehe, maaf tangan kotor banget” gue langsung tunjukin telapak tangan yang udah kayak adonan kue, campuran antara, terigu, minyak, dan sebagainya menjadi satu.

“Okeh, gak apa-apa” ucapnya, reflek gue bersihin tangan di baju gue sendiri dan langsung berjabat tangan.

“Mau nebeng lagi?, kali ini gratis karena kita satu arah” tawaran gue, ada udang di balik bakwan.

“boleh” nia langsung naik di belakang, sama seperti kemarin arah ke rumah dia jalannya tak terlalu bagus. Dan lagi terasa punggu gue terdorong saat motor gue lewatin salah satu lubang agak besar.

“sorry” nia cuman diam aja, tangannya pegang ujung baju gue. Seolah takut jatuh. Gue gak banyak bicara karena buah dadanya bikin salah focus.

“Thanks” lambaikan kecil langsung ke rumahnya, gue juga ikut lambaikan tanganya,

Seperti biasa gue pulang lewatin rumah si iwan, dan biasanya dia nongol kalau sore kayak gini. Emang hobinya nongol setiap sore.

“Nah kan” baru juga di omongin.

“Stoopppp Oi haraaaaa!”

“Nyokap lo telepon, dan mau ngomong sama lo, seriusan!” teriaknya lagi pas gue sengaja ngebut pas lewat depan rumahnya. Dan gue langsung rem mendadak.

“Tanya apaan?”

“Tanya aja sendiri, telepon gak di angkat katanya dari pagi” iwan langsung masuk ke dalam rumah, gue langsung cek telepon gue yang ternyata mati,

Gue langsung ngebut ke kontrakan, sepertinya gue lupa cas tiga hari. Biasanya sampai empat hari baru batreinya mati, ponsel gue emang jadul. yang penting itu cukup buat nerima telepon, kalau mau tau ponselnya nokia 3310.

Tarikan nafas panjang pas telepon balik lagi ke mama, dua sampai tiga kali gak di angkat. Mungkin lagi sibuk urusan restorannya

“Kamu kemana aja udah tiga hari susah di hubungin!!!” ucap mama antara kesal sama gregetan.

“Hehe, lupa gak di cas ponselnya ma” jawab gue sambil tawa pelan.

“Ganti yang bagusan, mama kirimin lewat iwan yah” kini suaranya berubah sedikit kwahtir, seolah tak tega gue seperti ini.

“gak usah ma, hara udah terbiasa jalanin kayak gini” helaan nafas panjang.

“ayolah har, lupain masa lalu sama papa kamu” gue cuman terdiam kalau bahas masalah gue sama papa dulu, masalah yang membuat gue pilih kehidupan seperti ini. Sakit tak berdarah dan sedikit sesak.

“Mama telepon hara cuman tanya itu?”

“Gak kok, mama mau dengar kondisi kamu aja secara langsung, mama kangen ketemu kamu, tatap muka,”

“tapi kamu selalu hindarin,” lanjut mama,

“Ada alasannya kok ma, ada saatnya hara kasih tau kenapa, mama jangan kwahtir, Kak max, kak yua, sama si harsa apa kabarnya ma?” gue coba alihin pembicarannya, karena percuma gue gak akan jawab tentang hal itu.

“Baik semua kok seperti sebelum kamu tinggalin, cuman bedanya kak yua empat bulan lagi nikah, kamu harus datang yah?”

“lihat kondisi ma, dengar semua baik-baik aja udah cukup kan.”

“kalau harsa ma?” gue belum dengar jawaban tengang itu orang.

“dia ganti posisi kamu di perusahaan yang harus kamu pegang, harsa bilang ke mama, kalau dia suruh mama minta kamu pulang, karena jabatannya bukan hak nya”

“haaaa,~~”

“cocok kok si harsa jadi BOSS, dia lebih baik dari hara, lagian hara udah gak berhak apapun” kata gue sambil lepas nafasa panjanga,

“yang jelas hara baik-baik kok disini, mama jangan kwahtir, oke “ lanjtu gue saat mama terdiam saat telepon.

“iah, jaga diri baik-baik yah, mama cuman bisa tunggu dari kalian berdua siapa yang mau mengalah” lanjut mama, gue cuman senyumin aja.

Kalau mama telepon gue, biasanya satu bulan satu kali, pertanyaan yang sama dan jawabam yang hampir sama.

Dan belum saatnya gue pulang ke rumah, entah kapan…..

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status