“Hari ini Felix akan menjemputku untuk melakukan chek up mengenai operasi.” “Kenapa sekarang, bukankah akan di lakukan lusa?” “Para dokter sudah datang lebih awal.” Jenita mengangkat wajahnya, melihat Marius dengan senyuman lembutnya. “Semoga berjalan lancar, ibu tidak sabar ingin melihatmu kembali berjalan.” Marius ikut tersenyum, dia segera memulai sarapan paginya sebelum memulai aktivitas paginya. Jenita yang duduk di hadapan Marius tidak segera makan juga, wanita itu hanya melihat Marius dengan ketelitian, puteranya terlihat kebih banyak menunjukan ekspresi di wajahnya seperti dulu, Jenita merasa sangat senang. “Ibu senang kau seperti ini Marius,” ungkap Jenita dengan senyuman bangganya. “Lebih banyak tersenyum, banyak berbicara dan matamu terlihat lebih hidup.” Marius menelan makanannya perlahan, dia sendiri mengakui perubahan suasana di hatinya akhir-akhir ini setelah banyak berkomunikasi dengan Winter. “Marius” panggil Jenita lagi dengan hati-hati, Jenita tidak ingin mem
“Kenapa diam? Jika tanganmu membusuk, kau hanya perlu mengamputasinya dan kau tinggal memiliki satu tangan. Itu cocok untuk seorang pencuri,” ucap Winter lagi senang hati. Paula bernapas dengan cepat, gadis itu tidak dapat berkata-kata memikirkan seberapa mengerikannya apa yang terjadi di masa depan jika memang tangannya harus di potong. “Kau tidak memiliki sesuatu yang ingin di ucapkan padaku?” tanya Winter lagi. “Kau..” geram Paula penuh tekanan, “Kau merencanakan semua ini?” “Apa maksudmu? Aku tidak mengerti apa yang kau katakan,” sahut Winter tetap berakting polos tidak tahu apa-apa. “Jawab saja sialan. Kau merencakan ini semua kan? Berpura-pura baik padaku, memberiku uang namun diam-diam mengumpulkan semua bukti untuk menjebloskanku ke sini. Mematahkan tanganku dan ingin membuat tanganku membusuk!” Winter menyeringai. “Aku tidak merencanakan apapun, aku hanya memberikan apa yang kau minta dan mengambadikan moment kita berdua melalui rekaman dan cctv.” “Jalang sialan kau W
“Kau sudah memikirkan perguruan tinggi mana yang akan kau masuki?” tanya Marvelo. “Sejujurnya aku belum memiliki rencana apapun, untuk sekarang aku hanya ingin fokus dengan masalah pengadilan.” Marvelo tersenyum. “Berjuanglah.” “Kau juga” Winter bergeser mengikis jarak di antara mereka. Sudah beberapa hari ini mereka tidak bertemu, tiba-tiba saja Marvelo datang mengunjungi rumah Winter tidak seperti biasanya. Lengan Winter menyentuh lengan Marvelo, gadis itu mendongkak melihat Marvelo lebih dekat, dapat dia lihat jika kini Marvelo terlihat memiliki masalah. “Kau terlihat tidak baik-baik saja, apa ada masalah?” tanya Winter hati-hati. Marvelo menggeleng, “Aku tidak tahu ini adalah sebuah masalah atau bukan. Aku merasa gugup dan tidak tahu apa yang akan aku lakukan jika aku pergi keluar dari Neydish.” “Apa mimpimu Marvelo?” Marvelo terdiam, pria itu menatap Winter dengan serius. Selama ini dia tidak pernah memikirkan sedikitpun sebuah mimpi dan tujuannya di masa depan, Marvelo ha
Felix terduduk di kursi kemudi terlihat panik menekan handpoennya, pria itu langsung berbicara agar mereka mau memberikan pengawalan perlindungan. Tidak berapa lama beberapa orang berpakaian serba hitam datang dan mengawal Marius bersama Felix keluar dari area rumah sakit menggunakan dua buah mobil. “Apa kau gugup?” Marius memperhatikan Felix yang menyetir dengan tidak fokus, pria itu bernapas dengan kasar dan kakinya tidak berhenti bergerak gelisah, sesekali Felix melihat ke sekitar. Felix masih merasakan ada yang mengintainya, firasat Felix tidak begitu baik malam ini. “Aku takut jika ini orang yang sama,” cerita Felix setengah berbisik. Marius terbelalak kaget, “Apa maksudmu?” “Satu minggu terakhir ini aku merasa di ikuti oleh seseorang, semua itu terjadi sejak aku memutuskan untuk membantu mengurus keperluan operasimu.” “Kenapa kau tidak menceritakan ini semua padaku?” Marius sedikit berteriak. “Aku pikir ini bukan apa-apa, ku pikir itu mereka hanya orang yang ingin mengaj
Jenita berlari bersama Levon melewati keramaian orang-orang di sekitarnya, keduanya tampak terburu-buru begitu mendengar kabar kecelakaan yang di alami Marius malam ini. Empat orang polisi berdiri di depan pintu menjaga keadaan begitu kecelakaan yang di alami Marius dan Felix adalah sebuah penyerangan yang di sengaja. Jenita tidak dapat membendung tangisannya lagi begitu kedatangannya hanya di sambut oleh polisi karena Marius sedang berada dalam penanganan dokter dan butuh melakukan operasi darurat, sementara Felix yang berada di ruangan sebelah ikut mendapatkan penanganan yang serius karena mengalami banyak pendarahan. Salah satu polisi langsung menenangkan Levon dan Jenita, polisi itu membawa keduanya ke ruangan sepi, lalu menjelaskan apa yang telah terjadi kepada Marius dan Felix. Di sisi lain Winter yang baru sampai ke rumah sakit langsung berlari pergi dengan cepat, gadis itu tidak lagi dapat berpikir rasional karena sebuah kekhawatiran yang begitu mencekik dirinya. Kaki Wint
Winter pulang terburu-buru, gadis itu langsung pergi ke kamarnya mengambil beberapa perhiasana hingga sisa uang yang dia milikinya, memasukannya ke dalam tas. Tanpa pertimbangan Winter berlari pergi ke ruangan kerja Benjamin untuk mencari-cari uang tambahan yang berjumlah besar. Winter menyusuri setiap laci dan meja kerja Benjamin. Setelah cukup lama mencari, akhirnya Winter menemukan brangkas rahasia milik Benjamin yang di letakan di dalam dinding. Beberapa kali Winter menekan tombol, semuanya salah. Gadis itu terlihat cukup frustasi mencoba menebak-nebak kode apa yang Benjamin gunakan di brangkas itu. di percobaan ke empat, Winter mencoba menggunakan tanggal lahir Vincent, dan ternyata brangkas itu terbuka. Ada banyak tumpukan document di dalam, beberapa emas batangan dan beberapa gepok uang yang mungkin tidak seberapa untuk seorang Benjamin. Winter memberanikan diri mengambil dua gepok uang di dalamnya, dia tahu konsekuensinya atas pencurian yang dia lakukan. Namun Winter tidak
Suara menggema tembakan terdengar keras di dalam sebuah ruangan, Mante menajamkan pandangannya melihat setiap sasaran boneka yang berjalan di hadapannya. Bayangan Jach yang masuk ke dalam ruangan latihan membuat Mante menurunkan pistolnya dan melepaskan penutup telinga. Sekilas dia melihat Jach yang kini tersenyum lebar dan mendekat. “Gadis itu kembali ke sini dan ingin bertemu denganmu lagi,” kata Jach. “Gadis yang mana?” “Winter Benjamin.” Mante tidak menjawab, pria itu melihat jam di tangannya yang sudah menunjukan pukul sebelas malam. “Aku tidak menerima klien di jam segini.” Jach bersedekap, menyandarkan bahunya pada sisi pintu. “Dia bilang ini penting.” “Tidak bisa,” tolak Mante dengan tegas. Dia tidak suka latihan menembaknya terganggu. Jach memperhatikan Mante yang kembali menembak dan tidak mempedulikan apapun di sekitarnya. Jach tetap berdiri di tempatnya sampai Mante gusar sendiri dengan keberadaanya sekarang. “Ada apa lagi?” tanya Mante lagi sambil mengisi peluru.
Winter berdiri di sisi pagar rumahnya, gadis itu terjaga sepenuhnya karena kegelisahan berbagai alasan malam ini. Winter gelisah karena kabar perkembangan Marius, Winter gelisah belum mendapatkan kabar dari Mante, dan Winter gelisah setelah mengetahui kebenaran jika ayah kandung Kimberly Feodora adalah Benjamin. Jiwa Kimberly masih belum bisa percaya, belum bisa menerima jika Benjamin yang selama ini dia anggap sebagai ayah yang sempurna dan begitu baik ternyata bagian dari pria bajingan jahat yang Kimberly benci. Jiwa Kimberly tidak tahu apa yang akan di lakukan kedepannya jika dia bertemu Benjamin, untuk menatapnya sekalipun dia tidak sudi. Jiwa Kimberly begitu kecewa, hatinya sangat terluka. Mengingat seberapa sulitnya dulu dia menjalani kehidupan dan harus berjuang di setiap injakan dan rintangan orang-orang berkuasa yang meremehkannya. Sangat tidak adil jika Benjamin memiliki kehidupn yang makmur dan selalu hidup dengan bahagia. Jiwa Kimberly sangat membenci ibunya yang tela