Baru puluhan menit Winter pergi, kini makam Kimberly Feodora kembali kedatangan tamu yang ingin bertemu dengannya.Sore yang cerah terlihat sangat indah dan terasa hangat menciptakan bayangan pergerakan lembut seseorang yang bergerak mendekati makam Kimberly. Bayangan itu bergerak di atas bebatuan jalan.Rumput-rumput bergerak di terpa angin membuat bunga dandelion berterbangan di udara dan di bawah langit yang cerah, bunga-bunga yang terbang itu seakan menyambut kedatangannya yang sering datang.Bayangan itu terhenti ketika dia sudah berada di depan makam Kimberly.Sebuah tangan menggenggam seikat bunga mawar putih bersimpul biru dengan dengan jumlah daun enam tangkai, ujung tangkai itu basah dan beraroma mandarin kesukaan Kimberly.Tangan itu menjatuhkan genggaman tangannya dari bunga yang dia bawa dan membuat bunga itu terjatuh di atas rerumputan.Manik matanya yang kekuningan terkena sinar matahari sore terlihat cerah dan tajam, matanya yang indah itu bergerak melihat bunga yang d
“Vincent, apa kau merasakannya?” Benjamin bertanya dengan serius.Vincent membulak-balikan document dan membacanya dengan teliti, “Apa maksud Ayah?” tanya balik Vincent terlihat acuh.“Winter, dia sudah berubah.”Vincent langsung menutup document di tangannya. Tanpa perlu Benjamin katakan sekalipun, Vincent sudah bisa merasakannya.Cukup lama Vincent terdiam, pria itu mengingat banyak hal mengenai perubahan Winter yang sudah terlalu jauh bagi Vincent. Meski dia memakluminya, namun perubahan Winter membuat Vincent merasa sedikit asing dengan adiknya.Vincent sangat bahagia dengan Winter yang berubah, dia berpikir bahwa adiknya akan kembali menjadi Winter yang ceria penuh dengan kebahagiaan dan rasa percaya diri seperti waktu kecil.Akan tetapi, perubahan Winter melampaui apa yang Vincent harapkan.Perubahan adiknya itu perlahan menjadi perhatian yang serius Vincent, perhatian serius Vincent terjadi usai mengetahui jika Winter sudah sudah tidak lagi memiliki trauma dengan air, Winter ti
Suara tawa terdengar di bawah, Winter berjalan penuh kehati-hatian dan berdiri di sisi pagar melihat ke bawah.Satu jam Winter menghabiskan untuk mandi luluran dan berdandan, dia tidak mempedulikan kedatangan Paula, bahkan Winter berharap Paula sudah pulang. Namun apa yang Winter harapkan tidak terjadi karena kini Paula masih berada di bawah menunggunya.Paula terlihat pandai menahan Vincent dan bermanja-manja kepadanya.Winter dapat melihat, ada ke tidak nyamanan yang tengah Vincent rasakan saat berbicara dengan Paula.Entah apa tujuan Paula bersikap manis kepada Vincent.Winter hanya menemukan dua jawaban..Paula ingin Vincent jatuh cinta kepadanya, atau Paula ingin Vincent menganggap dia adiknya, sama seperti kepada Winter.Winter mengibaskan rambutnya dan menegakan tubuhnya, gadis itu tersenyum miring teringat kejadian hari ini.Entah untuk apa Paula menemuinya sekarang. Winter ingin melihat apa yang akan Paula lakukan kepadanya sekarang.Winter segera turun meneruni satu persatu
Kaki Winter berjinjit menekan-nekan bel sebuah panthouse. Marvelo yang kemarin dia temui dan hari ini kembali tidak datang ke sekolah, mau tidak mau membuat Winter datang mencarinya. Winter membutuhkan jawaban Marvelo sekarang juga, dia tidak ingin menunggu lagi. Kali ini Winter sudah merasa yakin dan percaya diri untuk menemui Marvelo karena dia sudah memiliki bukti lain untuk mengancam Marvelo. Bahkan Winter tidak perlu menjelaskan apapun lagi kepada Marvelo karena Marvelo sendiri sudah tahu. Dan di sinilah Winter sekarang, berdiri di depan pintu sebuah panthouse mewah apartement tempat di mana Marvelo tinggal. Cukup lama Winter menunggu, jarinya tidak berhenti menekan bel. Tidak berapa lama pintu terbuka. Winter tersenyum lebar begitu Marvelo yang membuka pintu, sementara Marvelo menunjukan ekspresi dingin seperti biasa, Marvelo terlihat tidak begitu kaget dengan kedatangan Winter seakan ini bukan pertama kalinya Winter datang ke tempatnya. Senyuman Winter kian lebar melihat
Winter segera duduk di sofa yang tersedia dan memperhatikan Marvelo yang mengambil dua buah kertas dan balpoin. Perhatian Winter terpaku pada sebuah bingkai photo yang tersimpan di atas nakas, memperlihat sepasang suami isteri dengan kedua anaknya. Di sisi bingkai photo itu terdapat bingkai photo lain yang membuat Winter diam-diam tersenyum karena Marvelo memajang photo masa kecilnya bersama Winter. Winter menarik semua perhatiannya pada Marvelo yang kini sudah kembali. Mereka duduk saling berhadapan dan mulai menuliskan surat perjanjian yang berisikan tentang. Marvelo harus membantu Winter untuk bisa memenangkan kompetisi ratu sekolah dengan cara, memasukan Winter ke dalam lingkaran orang-orang populer di sekolah. Marvelo juga harus membantu semua proses Winter untuk memenangkan kompetisi. Semenatara untuk Winter. Winter harus berjanji, tidak akan pernah menyebar luaskan, membagikan kepada siapapun photo dan video Marvelo. Winter tidak akan pernah membicarakan rahasia Marvelo
Winter menggendong tasnya terlihat akan kembali menjalani rutinitas olahraganya seperti biasa. Winter pergi memasuki tempat pemeriksaan untuk mengetahui kondisi tubuhnya dan sejauh mana dia boleh melakukan olahraga lebih keras lagi. Audisi ratu sekolah akan di laksanakan satu minggu lagi, dia harus mempercepat rencananya agar bisa memenangkan segalanya. Tanpa sengaja Winter harus kembali bertemu dengan Marius. Bukan, mereka tidak sengaja bertemu. Melainkan Winter yang datang dan mengintip tempat khusus Marius berlatih. Setelah melakukan pencarian dan menemukan banyak fakta yang tidak terduga, kini Winter menyimpan sebuah rasa penasaran kepada Marius karena dia tidak mengingat sedikitpun tentang Marius. Kaki Winter berjinjit mengintip melalui celah kaca. Di lihatnya Marius yang kini hanya duduk dan merenung. Suasana hati Marius terlihat tengah buruk setelah kejadian kemarin. Marius merasa patah hati hanya karena melihat bunga di makam Kimberly. Katakanlah jika pria itu tidak nor
Pintu ruangan terapi terbuka, seorang pria berpakaian casual berwarna hitam berjalan dengan tegas mendekati Marius, di tangannya terdapat setumpuk document yang dia bawa untuk di berikan kepada Marius. “Felix,” panggil Marius dengan nada dingin. Felix, pria itu adalah mentor Marius di masa lalu yang sampai sekarang masih sering menemui Marius dan memantau keadaannya Marius meski kontrak kerjasamanya dengan Marius sudah berakhir. Felix tidak pernah menghapus harapan di hatinya akan kesembuhan Marius, meski kesembuhan Marius terasa mustahil. Felix hanya menunggu keajaiban. Keajaiban yang tumbuh di hati dan pikiran Marius untuk memiliki keinginan yang benar-benar ingin sembuh sebelum semuanya benar-benar terlambat. Sampai kapanpun Marius tidak akan pernah bisa berjalan, atau mungkin lumpuh selamanya jika pria itu tetap menjalani harinya tanpa semangat hidup. Marius menjalani terapinya setengah hati, tidak ada semangat dan optimisme di dalam hatinya untuk bisa kembali sembuh seperti
“Pecundang,” maki Winter dengan tajam, tepat di hadapan Marius yang langsung di buat terkejut atas ucapan yang keluar dari mulut Winter. Rahang Marius mengeras kian marah. “Kau tidak berhak mengatakan itu jika tidak tahu perasaanku.” “Kata-kata seperti itu semakin membuatmu menjadi terlihat semakin seperti pecundang,” jawab Winter lagi masih dengan komentar jahat dan cukup kasar. Winter menyeringai, melihat Marius mencengkram kuat sisi kursi roda karena tengah menahan kemarahan di dalam hatinya atas ucapan jahat Winter yang berkata seenaknya tanpa beban. Winter membalas tatapan dingin Marius dengan serius, gadis itu tidak memiliki penyesalan sedikitpun di dalam hatinya atas ucapannya kepada Marius. “Atas dasar apa kau berani berkata seperti padaku?” Geram Marius penuh penekanan. “Hidupmu adalah aturanmu. Kau berhak memilih kehidupanmu akan seperti apa. Kau berhak memilih ingin kembali sembuh atau tetap lumpuh seperti itu. Namun, jika kau tidak memiliki niatan untuk sembuh dan k