Winter segera duduk di sofa yang tersedia dan memperhatikan Marvelo yang mengambil dua buah kertas dan balpoin. Perhatian Winter terpaku pada sebuah bingkai photo yang tersimpan di atas nakas, memperlihat sepasang suami isteri dengan kedua anaknya. Di sisi bingkai photo itu terdapat bingkai photo lain yang membuat Winter diam-diam tersenyum karena Marvelo memajang photo masa kecilnya bersama Winter. Winter menarik semua perhatiannya pada Marvelo yang kini sudah kembali. Mereka duduk saling berhadapan dan mulai menuliskan surat perjanjian yang berisikan tentang. Marvelo harus membantu Winter untuk bisa memenangkan kompetisi ratu sekolah dengan cara, memasukan Winter ke dalam lingkaran orang-orang populer di sekolah. Marvelo juga harus membantu semua proses Winter untuk memenangkan kompetisi. Semenatara untuk Winter. Winter harus berjanji, tidak akan pernah menyebar luaskan, membagikan kepada siapapun photo dan video Marvelo. Winter tidak akan pernah membicarakan rahasia Marvelo
Winter menggendong tasnya terlihat akan kembali menjalani rutinitas olahraganya seperti biasa. Winter pergi memasuki tempat pemeriksaan untuk mengetahui kondisi tubuhnya dan sejauh mana dia boleh melakukan olahraga lebih keras lagi. Audisi ratu sekolah akan di laksanakan satu minggu lagi, dia harus mempercepat rencananya agar bisa memenangkan segalanya. Tanpa sengaja Winter harus kembali bertemu dengan Marius. Bukan, mereka tidak sengaja bertemu. Melainkan Winter yang datang dan mengintip tempat khusus Marius berlatih. Setelah melakukan pencarian dan menemukan banyak fakta yang tidak terduga, kini Winter menyimpan sebuah rasa penasaran kepada Marius karena dia tidak mengingat sedikitpun tentang Marius. Kaki Winter berjinjit mengintip melalui celah kaca. Di lihatnya Marius yang kini hanya duduk dan merenung. Suasana hati Marius terlihat tengah buruk setelah kejadian kemarin. Marius merasa patah hati hanya karena melihat bunga di makam Kimberly. Katakanlah jika pria itu tidak nor
Pintu ruangan terapi terbuka, seorang pria berpakaian casual berwarna hitam berjalan dengan tegas mendekati Marius, di tangannya terdapat setumpuk document yang dia bawa untuk di berikan kepada Marius. “Felix,” panggil Marius dengan nada dingin. Felix, pria itu adalah mentor Marius di masa lalu yang sampai sekarang masih sering menemui Marius dan memantau keadaannya Marius meski kontrak kerjasamanya dengan Marius sudah berakhir. Felix tidak pernah menghapus harapan di hatinya akan kesembuhan Marius, meski kesembuhan Marius terasa mustahil. Felix hanya menunggu keajaiban. Keajaiban yang tumbuh di hati dan pikiran Marius untuk memiliki keinginan yang benar-benar ingin sembuh sebelum semuanya benar-benar terlambat. Sampai kapanpun Marius tidak akan pernah bisa berjalan, atau mungkin lumpuh selamanya jika pria itu tetap menjalani harinya tanpa semangat hidup. Marius menjalani terapinya setengah hati, tidak ada semangat dan optimisme di dalam hatinya untuk bisa kembali sembuh seperti
“Pecundang,” maki Winter dengan tajam, tepat di hadapan Marius yang langsung di buat terkejut atas ucapan yang keluar dari mulut Winter. Rahang Marius mengeras kian marah. “Kau tidak berhak mengatakan itu jika tidak tahu perasaanku.” “Kata-kata seperti itu semakin membuatmu menjadi terlihat semakin seperti pecundang,” jawab Winter lagi masih dengan komentar jahat dan cukup kasar. Winter menyeringai, melihat Marius mencengkram kuat sisi kursi roda karena tengah menahan kemarahan di dalam hatinya atas ucapan jahat Winter yang berkata seenaknya tanpa beban. Winter membalas tatapan dingin Marius dengan serius, gadis itu tidak memiliki penyesalan sedikitpun di dalam hatinya atas ucapannya kepada Marius. “Atas dasar apa kau berani berkata seperti padaku?” Geram Marius penuh penekanan. “Hidupmu adalah aturanmu. Kau berhak memilih kehidupanmu akan seperti apa. Kau berhak memilih ingin kembali sembuh atau tetap lumpuh seperti itu. Namun, jika kau tidak memiliki niatan untuk sembuh dan k
Winter langsung bersedekap dan sedikit mengangkat dagunya. “Aku akan ikut audisi ratu sekolah,” jawab Witer dengan percaya diri. Tidak ada reaksi berlebihan yang Marius tampilkan, pria itu hanya tersenyum miring begitu mendengarnya. Marius merasa terhibur karena kepercayaan diri Winter begitu kuat menunjukan sisi ambisius dirinya yang membuat Marius harus kembali teringat dengan Kimberly. “Kenapa kau tersenyum?” tanya Winter. “Aku tidak pernah melihat seorang wanita yang sangat percaya selain Kimberly. Ternyata kau juga memiliki sisi kepercayaan diri yang kuat seperti dia.” Saat Marius kembali menyebutkan nama Kimberly, Winter terdiam hanya bisa menatap kedalaman mata pria itu. Mata pria itu menunjukan cinta yang besar saat menyebutkan nama Kimberly. Winter mengalihkan pandangannya dengan cepat, Winter tidak ingin lagi melihat mata Marius ketika pria itu membicarakan Kimberly. Sikapnya Marius saat membicarakan Kimberly membuat Winter merasa sangat terganggu. Winter segera beranj
Winter berjalan dengan cepat menyusuri jalan, gadis itu menyentuh bibirnya beberapa kali begitu kesadarannya telah kembali. “Apa yang barusan aku lakukan?” Bisik Winter baru tersadar dengan apa yang sudah dia lakukan pada Marius beberapa saat yang lalu. Wajah Winter tiba-tiba memerah malu teringat bagaimana dia sudah dengan beraninya mencium bibir Marius di depan umum. Plak Winter menampar mulutnya sendiri dengan keras karena dia sudah kehilangan kendali hingga dengan kurang ajarnya Winter mencium bibir Marius tanpa tahu malu. Jiwa Kimberly yang sudah dewasa terus berkobar sampai-sampai dia lupa bahwa saat ini dia harus bersikap seperti gadis berusia delapan belas tahun yang lugu dan polos. “Ini bukan salahku. Ini salah Marius, siapa suruh dia sangat tampan.” *** Winter berdiri di depan pintu walk in closet, tangannya memegang sebuah kunci yang baru saja dia temukan di kamar mandi. Akhirnya, Winter menemukan kunci walk in closet yang beberapa hari ini dia cari. Sangat mudah
Malam ini, malam terakhirku bersama Ayah berada di Berlin. Tidak sengaja aku bertemu dengan Kimberly Feodora, seseorang yang akhir-akhir menjadi buah bibir banyak orang. Aku melihatnya dari kejauhan, dia tengah berdiri di depan sebuah restaurant mengenakan baju berwarna hitam terlihat seperti sedang menunggu seseorang. Dia mematung di bawah salju yang membuat beberapa orang melihat ke arahnya. Ku kira dia mannequin. Aku tidak begitu mengenalnya dan hanya beberapa kali melihatnya di iklan. Meski aku tidak begitu mengenalnya, aku ingin meminta tanda tangannya karena dia cantik. Aku ragu dan sangat takut untuk mendekat, aku takut dia memakiku seperti dia memaki orang-orang yang mengganggunya di televisi. Wajahku terlihat jelek, aku takut dia terganggu dengan wajah dan tubuhku. Meski takut, namun kakiku tetap bergerak mendekat karena dia terlalu cantik. Semakin aku mendekat, semakin aku melihat kecantikannya yang tidak masuk akal hingga aku harus mencubit tanganku jika dia memang
Malam yang gelap, lampu-lampu di lintasan sirkuit menyala menyinari bangku-bangku penonton dan jalanan. Derung keras dan cepatnya bayangan mobil yang lewat tidak ada dalam perhatian. Marius, pria itu duduk sendirian di bangku penonton yang kosong, pria itu termenung, terus terbayang kenangan tindakan konyol yang di lakukan gadis gemuk yang memiliki tingkat kepercayaan diri yang begitu tinggi hingga berani menciumnya di depan umum. Ciuman yang hanya sebatas kecupan di bibir itu berhasil membuat Marius terus teringat Winter hingga membuat Marius merasa cukup gila karena tidak mengerti dengan apa yang dia rasakan sekarang. Berciuman, bercumbu, bahkan setelah tidak bisa berjalan, Marius masih sering tidur dengan beberapa wanita. Namun mengapa? Kecupan sederhana di bibirnya yang di lakukan oleh gadis bertubuh gemuk, bermulut tajam dan satu persenpun bukan tipe Marius. Namun mengapa kejadian kemarin terus menghantui pikiran Marius seakan itu adalah sesuatu yang berkesan. “Marius.” M