Akhir pekan yang mendung, Winter sudah berdiri di depan panthouse Marvelo pagi-pagi sekali. Mata Winter masih terlihat sembap setelah sepanjang malam menangis karena membaca tulisan pemilik tubuh Winter yang asli. Ada banyak tulisan yang tertuang dalam beberapa buku, semua keresahan dan kesedihan Winter yang asli sangat menguras emosi dan hatinya. Jiwa Kimberly sangat frustasi di sulut banyak rasa marah dan kesedihan yang kuat. Tidak hanya Paula, ada banyak anak yang membully Winter di masa lalu. Usai membaca semuanya, sepanjang malam Winter mencari siapa-siapa saja yang sudah pernah membully Winter di masa lalu. Kini, dia akan membalas mereka satu persatu secara langsung. Winter berjinjit dan menekan bel beberapa kali menunggu Marvelo membukakan pintu. Marvelo membuka pintu dengan cepat, pria itu berdiri di hadapan Winter dan terlihat sudah rapi hanya mengenakan pakaian biasa. Kedatangan Winter sudah Marvelo ketahui karena sebelumnya Winter sudah memberitahu bahwa dia akan dat
Maxim membuang napasnya semakin berat. Maxim membenarkan tas di gendongannya, pria itu berjalan dengan kaki yang sedikit terpincang-pincang, Maxim memutuskan untuk duduk di bangku kosong sekadar meredakan rasa lelahnya. Maxim terpaku melihat keindahan dan keramaian di depannya dengan perasaan berkecamuk. Sudah dua minggu dia keluar dari penjara. Selama dua minggu itu dia berusaha mencari Paula karena merindukannya, namun ini yang dia dapatkan setelah Sembilan tahun lamanya dia di penjara demi berkorban untuk anak dan isterinya. Selama Maxim berada di penjara, Paula tidak pernah sekalipun menampakan dirinya apalagi menjenguknya setelah pengorbanan yang Maxim lakukan untuk menggantikan Paula sebagai tersangka. Namun ini balasan puterinya. Tidak hanya Paula, Lana pun begitu. Usai Maxim di penjara, tidak pernah sekalipun Lana menemuinya, yang datang hanyalah sepucuk surat perceraian yang di ajukan Lana. Suara helaan napas kasar terdengar dari mulut Maxim, pria itu tertunduk sedih
Bayangan tubuh Winter terlihat di dinding lift yang berkilauan, gadis itu bergerak beberapa kali melakukan pose dengan percaya diri, melihat perubahan demi perubahan yang terjadi pada tubuhnya. Dengan percaya diri dia melakukan pose sama seperti seperti apa yang sering dia lakukan di masa lalu saat melakukan photoshoot untuk melakukan pemotretan di majalah. Jiwa Kimberly merasa bangga dengan perubahan yang terjadi. Hari semakin hari keadaan tubuhnya menyusut meski sedikit demi sedikit. Satu persatu pakaian milik Winter yang semula dia pakai, kini pakaian itu terbuang karena kini tubuhnya sudah perlahan mengecil. Lingkar pinggang yang mengecil, lemak-lemak di lengan, perut, paha, dagu yang mengganggu setiap kali dia bergerak, kini sudah menghilang perlahan berkat dokter, olahraga dan diet. Tumpukan dan lipatan lemak di perutnya tidak lagi begitu tersiksa dan menyakitkan ketika di pakaikan korset. Wajahnya yang semula bulat dengan dagu yang berlipat-lipat seperti roti itu, kini s
“Kau sudah melepaskan masa perjakamu?” Tanya Winter lagi dengan gamblang tidak saring sedikitpun, repleks Marvelo yang tengah menyetir langsung menginjak rem dengan keras. Duk! Kepala Winter langsung di buat terbentur ke lekukan sisi dashbor mobil dengan cukup keras. “Arght, sialan. Menyetirlah dengan benar brengsek!” Maki Winter dengan ringisan sambil mengusap pelipisnya yang berdenyut kesakitan. Marvelo tidak bereaksi apapun, pria itu masih mematung terngiang-giang pertanyaan frontal yang keluar dari mulut Winter beberapa detik yang lalu. “Winter, apa yang kau tanyakan barusan?.” Winter meringis kesakitan merasakan keningnya berdenyut, Winter melihat kaca spion, gadis itu menyingkirkan rambutnya dan memperlihatkan keningnya yang kini sedikit terluka. “Astaga” Marvelo terlihat panik dan segera melepaskan sabuk pengamannya, meraih wajah Winter dan melihatnya lebih dekat. Winter yang kesakitan hanya bisa menatap sebal Marvelo karena sudah berani-beraninya membuat wajahnya yang b
Winter terus berjalan cepat menerobos hujan yang masih turun. “Winter!” Teriak Marvelo ikut berlari dan mengejar Winter di bawah derasnya hujan yang turun. Begitu berada di jangkauan, Marvelo menarik lengan Winter dan menghentikan langkahnya “Winter, apa yang kau lakukan? Berhenti bertindak sembarangan!.” Winter menengok, ada air mata yang terjatuh di antara air hujan yang membasahi wajahnya. Sorot mata Winter yang menunjukan rasa sakit dan marah begitu kuat membuat Marvelo sedikit bingung dengan gadis itu. “Ada masalah apa lagi?” tanya Marvelo. Winter menepis tangan Marvelo agar terlepas. “Pulanglah, aku akan pulang sendiri. Jangan ikuti aku!” titah Winter dengan dingin. Gadis itu berbalik dan melengos pergi meninggalkan Marvelo yang terdiam bingung, namun pria tu segera berlari mengikuti ke mana Winter akan pergi. Di depan pintu bar ada sebuah penjagaan yang meminta identitas, Winter mengambil dompetnya dan mengeluarkan banyak lembaran uang. Dengan uang, siapapun memiliki leb
“Siapa kau?” tanya Nathan lagi yang mulai merasakan ada dingin darah yang keluar dari belakang telinganya. Samar Nathan melihat wajah Winter, pria itu berkedip, rasa takut mencekik dirinya begitu kuat setelah beberapa tahun merasakan ketenangan dan kesenangan karena uang Kimberly yang dia bawa. “Siapa aku?” Seringai Winter. Winter meraih wajah Nathan dan mencengkram wajah Nathan dengan kuat agar Nathan melihat matanya. “Aku adalah orang yang akan membalas semua kejahatan yang telah kau perbuat. Camkan itu.” Mata Nathan berubah nanar, “Aku tidak membuat kesalahan apapun.” “Oh. Seperti kau mulai amnesia.” Winter segera berdiri, kemarahannya kian berkobar hanya dengan mendengar penyangkalan Nathan. Winter menarik pakaian Nathan yang tergeletak di atas ranjang, Winter segera mengikat tangan dan mulut Nathan dengan pakaiannya. Tanpa ragu Winter menginjak keras tangan Nathan berulang kali tanpa mempedulikan jeritan tertahan Nathan dengan mulut tersumpal. Air mata tumpah dari sudut
“Jangan mengkhawatirkan apapun, aku akan menemui ayahmu dan berbicara dengannya jika kau merasa tidak nyaman jika berada satu kota dengannya,” ucap Lana dengan enteng. Paula memijat pelipisnya dengan kuat, gadis itu menghela napasnya dengan berat “Segeralah lakukan.” “Ada denganmu hari ini Paula?” Lana memperhatikan Paula yang kini hanya duduk diam dan terlihat tidak baik-baik saja dengan keadaannya. Sejak tadi Paula terlihat di bebani banyak pikiran yang mendesak dan membuatnya menjadi gelisah. Paula merasa cukup frustasi karena uang jajannya tidak dia terima lagi dan tidak ada penjelasan apapun alasan di balik pemberhentian bantuan keuangan Puala. Sumber keuangan Paula hanya ada dari kelurga Benjamin yang dermawan, tanpa mereka, Paula akan kembali ke jalan kehidupan yang menyedihkan. Yaitu, kemiskinan. Di sisi lain Paula juga harus mulai merasa ketakutan karena ayahnya, Maxim telah keluar dari penjara. Maxim adalah sosok yang pekerja keras, sayangnya dia tetap miskin meski t
Flashback Salju turun di malam itu, suasana senang hari natal di rasakan banyak orang, kecuali keluarga sederhana Paula. Paula, gadis kecil itu hidup dalam kesederhanaan, dia tumbuh dari seorang ayah yang bekerja sebagai karyawan biasa dan seorang ibu yang bekerja di sebuah pabrik. Paula adalah anak yang ceria dan pandai, dia memiliki seorang kakak laki-laki yang bernama Jared. Kehidupan sederhana Paula sama seperti anak-anak yang tumbuh di keluarga sederhana, mereka tidak kaya, tidak pula miskin, namun semua kebutuhan hidupnya sehari-hari sudah bisa tercukupi. Maxim sebagai kepala keluarga tampaknya tidak begitu memiliki banyak pengaruh di keluarga, dia yang muda dan lemah terkadang tidak begitu di hargai di dalam keluarganya. Lana isteri Maxim, wanita itu terkadang sering meragukan Maxim dan membuat keputusan-keputusan yang di buat Maxim sering di anggap angin berlalu olehnya. Maxim yang masih muda bertemu dengan Lana seorang janda beranak satu, anak itu adalah Jared. Seperti