Hubungan yang diawali tanpa adanya restu, membawa petaka besar dalam rumah tangga Hesti dan Danu. Obsesi Ibu mertua, serta Naomi si calon madu, membuat mimpi-mimpi Hesti hancur dan berakhir pengkhianatan sang suami, hingga kematian.
View MoreBab1
Istriku Meninggal Dihari Pernikahan Keduaku
Pagi yang indah dan sejuk itu, tidak mampu membuatku merasa tenang dan nyaman. Permintaan Ibu tempo hari, sukses membuatku uring-uringan.
Akankah aku tega, menyakiti dia yang selama ini begitu baik memperlakukanku? Atau kah aku tega menyakiti hati ibuku? Wanita yang berjuang melahirkanku, hingga membesarkanku seperti sekarang ini.
Pagi itupun, kuberanikan diri, untuk mulai mengutarakan niat Ibuku.
"Apa? Mas Danu mau menikah lagi ...." Hesti bertanya kepadaku. Wajah cantiknya nampak begitu syok, ketika aku menjelaskan permintaan Ibu.
Aku meraih tangannya, dan menggenggamnya erat.
"Maafkan mas, Dek. Semua ini permintaan Ibu, kamu tau kan, surga Mas, ada padanya. Nggak mungkin mas nolak permintaan Ibu," jawabku lembut, mencoba menyentuh hatinya.
"Kenapa Ibu ingin mas menikah lagi? Apa karena, Hesti belum hamil, Mas? kita kan sudah berusaha Mas.
Lagi pula pernikahan kita baru berjalan setahun ini," ucap Hesti sambil menghela napas berat, dengan mata yang sudah mulai berkaca-kaca."Dokter pun bilang, kita tidak ada masalah," lanjutnya, sambil memandang sendu ke arahku.
"Tapi Mas gak bisa nolak Ibu, Ibu menjodohkan Mas dengan anak temannya, Dek. Orangnya baik kok, kamu pasti bisa akrab dengannya," tuturku, mencoba meyakinkan Hesti, agar mau menerimanya.
"Mas, nggak ada di dunia ini yang mau dimadu, tolong Mas, hargai perasaanku.
Mas yang memilihku, tapi kenapa, Mas tega melakukan ini?" lirihnya. Hesti menatapku dengan tatapan penuh kekecewaan, dan aku dapat mengerti itu.Namun di lain sisi, aku tidak sanggup membantah kehendak Ibu, yang begitu menginginkan cucu dariku.
"Tidak ada salahnya dicoba dulu, Dek. Mas yakin, kamu pasti akan bisa menjalaninya. Mas hanya ingin berbakti sama Ibu, tolong pahami itu, sayang ...."
Hesti terdiam, tapi air matanya terus mengalir. Aku mendekat dan kupeluk wanita yang membersamaiku selama setahun ini. Kuuraikan pelukan, kemudian mengusap air matanya.
"Sayang, Mas janji akan berlaku adil dan tetap mencintai kamu. Mas gak akan sia-siakan dek Hesti," tuturku padanya, seraya kukecup keningnya, Hesti tersenyum manis sekali.
Hesti masih terdiam, tanpa ada perlawanan lagi.
***********
Dua hari setelah perbincangan itu, aku dan Hesti bersiap menemui Ibu dan calon Istri ke duaku, Naomi namanya.
Naomi ini adalah teman masa kecilku, yang lama terpisah, ia pindah ke kota lain, bersama orang tuanya saat itu."Dek, ayo bersiap, kita akan ke rumah Ibu hari ini!" titahku.
Kutatap diri ini di cermin, ada rasa bangga dalam hati, melihat wajah ini yang begitu tampan dan keadaan yang juga mapan.
Secara ekonomi, aku jelas lelaki mampu dalam menafkahi, jadi untuk memiliki dua istri, aku tidak perlu diragukan lagi.
"Iya mas," jawabnya. Hesti pun bergegas bersiap-siap.
Aku berjalan keluar kamar, menunggunya di ruang keluarga, seraya memainkan ponselku.
Hesti keluar dari kamar, dengan pakaian yang sudah rapi membalut tubuhnya. Riasan make up tipis di wajahnya, membuat ia semakin cantik dan menyejukkan hati.
Sebenarnya, tidak ada kurangnya wanitaku ini. Hanya saja, sebagai seorang anak, aku mencoba menuruti permintaan Ibu, sebagai bentuk baktiku kepadanya.
Pada dasarnya, aku termasuk lelaki beruntung memiliki Hesti. Hesti cantik, baik, lembut dan penyayang. Namun Ibu yang tidak bisa menerima begitu saja. Hal itu membuatku, tidak bisa menolak kemauannya.
Mungkin dengan aku menuruti Ibu, Ibu bisa sayang pada Hesti, itu harapanku.
Terlebih aku dan Hesti belum bisa memberikan keturunan untuk Ibu, hal itu juga membuat Ibu semakin tidak suka pada Hesti.
Perjalanan dua puluh menit, menuju rumah Ibu. Hesti menatap datar, ketika kami, sudah berada di pekarangan rumah. Kemudian berjalan menuju keambang pintu utama rumah Ibu.
Kuketuk pintu dengan pelan, sambil menahan debar di dada, sebab, sebentar lagi, akan bertemu dengan Naomi.
"Eh mas sudah datang," ucap Naomi dengan sumringah. Rupanya wanita ini sudah datang lebih dulu ke rumah Ibuku.
Aku pun tersenyum melihatnya. Naomi dengan berani meraih tanganku, dan menciumnya, kemudian tanpa rasa canggung, Naomi langsung memelukku.
"Rindu sekali rasanya," ungkap Naomi sambil mengurai pelukan. Wanita itu terus tersenyum senang bertemu denganku.
"Ayo masuk," lanjutnya sambil menggandeng lenganku. Seketika aku merasa kaku, dengan segala tindakan agresif yang di lakukan Naomi.
Aku melirik Hesti, yang hanya terdiam, mengekor di belakangku, tanpa bicara sepatah katapun, maupun protes dengan perlakuan Naomi.
Kami berjalan menuju dapur.
Ibu menuang jus mangga ke dalam gelas, kemudian menyusunnya. Melihat kehadiranku di dekat meja makan, wajah Ibu langsung sumringah.
"Ehh, anak Ibu sudah datang," seru Ibu dan langsung memelukku.
Kemudian Hesti mendekat dan mau bersalaman pada Ibu. Namun Ibu seakan tidak melihatnya, dan membiarkan tangan Hesti menggantung diudara.
"Ayo duduk, Mas." Naomi menarik tanganku dan memintaku duduk di bangku makan.
Pandanganku beralih ke Hesti yang terdiam.
"Sayang, ayo duduk," ajakku pada Hesti, sambil menepuk bangku di samping kananku. Tiba- tiba Naomi langsung duduk begitu saja.
"Hesti duduk dekat Ibu saja," ucap Naomi dengan santainya. Ibu memasang wajah datar.
Hesti pun nampak tidak nyaman, tetapi dia hanya diam dan duduk di samping Ibu, berhadapan dengan Naomi."Hesti, ini Naomi, yang akan menjadi calon istrinya Danu," jelas Ibuku tiba- tiba.
Hesti terdiam, sambil menatap datar ke arah Naomi.
"Naomi ini wanita baik, cerdas dan berpendidikan, sangat cocok untuk menjadi pendamping Danu. Ibu yakin, Naomi akan mampu menjadi istri yang luar biasa," ucap Ibu lagi, membanggakan Naomi di depan Hesti.
"Hesti juga baik kok, Bu," timpalku.
"Baik saja tidak cukup, kalau tidak bisa memberikan keturunan, juga tidak berpendidikan. Kerjaannya apa? Tiap hari cuma ongkang- ongkang kaki, menikmati jerih payahmu," cibir Ibu, membuatku menjadi tidak enak pada Hesti.
"Danu, antar Ayah ke rumah kita, ya!" Pinta Ayah kepadaku yang masih termenung memikirkan nasibku. Kehilangan Istri terbaik, dan di khianati wanita baru yang menguras habis hartaku.Bahkan rumah ini pun tergadai, hanya untuk membahagiakan wanita jahat itu."Danu, tolong antar Ayah ke rumah lama, Ayah dan Tante mau tinggal di sana saja! Disini sudah tidak ada Hesti, Ayah sedih kalau ingat dia," ucap Ayah dengan wajah sendunya.Bagaimana aku bisa mengantar Ayah, sedangkan rumah itu telah beralih pemilik, bahkan rumah yang sekarang aku tempati pun terancam diambil pihak Bank. Sebab aku belum bisa melunasi tagihan tiap bulannya. Usahaku merosot turun, entah kenapa rasanya rezekiku mulai menjauh."Maaf, Yah. Rumah kita yang lama, sudah Danu berikan kepada Ira, maafkan Danu!" ucapku getir.Plakk ... Tamparan Ayah seakan meremukkan wajahku, sakit dan sangat panas rasanya.Mata Ayah menatapku tajam, dengan rahang yang mengeras ia memakiku. "Dasar lelaki
°pov Mama Naomi°"Papah, Ira, keterlaluan sekali kalian ini."Hancur lebur hatiku, melihat pemandangan yang begitu memilukan hati. Suami yang selama bertahun-tahun setia hidup bersamaku, dalam duka maupun suka, kini bergelut penuh cinta di belakangku.Yang paling menyakitkan hati lagi, wanitanya adalah keponakanku sendiri."Sejak kapan ini terjadi?"tanyaku dengan emosi yang terus kutahan, menatap penuh amarah kepada dua makhluk yang bermain cinta diatas dosa ini."Su--dah lama," sahut Ira terbata-bata."Kenapa kamu tega, Ira?" tanyaku lagi dengan nada sebiasa mungkin, agar Ira tidak gugup menjawab pertanyaanku. Sedangkan orang tuanya nampak syock dan terdiam menatap anaknya."Maafkan kami, Mah!"sahut suamiku."Jelaskan!" Lagi-lagi aku ingin fokus tahu, apa penyebab kegilaan mereka ini."Pertama kali Tante membawaku ke rumah, aku dan Om Hendra, sudah mulai melakukan hubungan terlarang
Part56Aku kembali ke kota cantik, untuk menjemput Ira, aku datang tanpa memberitahunya terlebih dahulu.Kediaman Ira nampak sepi, aku langsung saja masuk, pintu luar tidak terkunci. Terdengar suara cekikikan yang berasal dari dalam kamar Ira, tanpa mengucapkan salam, aku langsung saja berjalan menuju kamar itu.Ku dorong pelan pintu kamarnya."Astaghfirullah ..., Ira." Aku tercengang tak percaya, wanita yang baru beberapa Minggu ini resmi ku nikahi telah berani berbuat curang."Mas, kenapa--- da--tang tanpa memberitahu dahulu?" tanyanya terbata-bata."Sejak kapan?" Aku bertanya dengan tenang, sebisa mungkin ku tahan segala emosi di dalam dada.Ira membenarkan selimut, agar menutupi keseluruhan tubuhnya. Dia tidak menjawab sama sekali pertanyaanku, hanya menunduk."Sejak kapan? Om." Aku bertanya kembali dengan laki-laki di sampingnya.Mereka berdua menatapku sesaat."Pulangl
Part54"Beri Mas waktu, mas akan tebus secepatnya!" pintuku dengan sungguh-sungguh.Padahal aku saat ini bingung, itu memang salahku, yang begitu terbuai akan cinta yang baru dari seorang daun muda yang lagi segar-segarnya. Ia bahkan pandai memuaskan ku dalam segala hal.Hingga aku kalap, selalu memenuhi apapun mau wanita baruku itu. Tentunya tanpa sepengetahuan Hesti Istriku yang sekarang nampak membosankan dan bak bunga layu, tak segar dan tak menggairahkan lagi.Aku jelas tak mungkin bisa memenuhi mau nya Hesti untuk memberikan sertifikat rumahnya kembali, sebab uang hasil sertifikat itu saja sudah ku habiskan untuk bersenang-senang bersama wanita baruku itu.Rumah mendiang Ibuku? Hesti saja tidak tahu, bahwa rumah itu telah ku hadiahkan untuk kekasih tercintaku ini, rumah itu pula tempatku memadu kasih bersamanya."Mas, aku hamil!" ujar Ira, wanita yang kini tengah menjalin hubungan terlarang bersamaku.
Part53"Nak, ayo sudah siap belum!" teriak Ibu dari bawah.Aku bergegas keluar kamar, aku dan Ibu berencana berbelanja kebutuhan dapur hari ini, sambil jalan-jalan. Sedangkan Mas Danu, sudah sehari ini dia tak pulang ke rumah, bahkan ponselnya saja tidak ia aktifkan.Aku menghela napas berat, kala harus mengingat tingkah Mas Danu akhir-akhir ini yang sangat mencurigakan."Ayo, Bu!" anakku, setelah sampai dilantai bawah, tempat Ibu menunggu sedari tadi. Kami pergi bertiga, aku, Ibu dan si kecil dalam gendongan. Menaiki taksi online, kami menuju pusat perbelanjaan terbesar, sebab biasanya barang yang menjadi pilihan lebih banyak.Sesampainya di parkiran, kami langsung menuju masuk kedalam.Ibu memilih menggendong anakku, sedangkan aku sibuk menelusuri tempat perbelanjaan dengan mataku, sibuk mencari bahan yang kami perlukan."Ti," Ibu memanggilku yang tengah berjalan kesana kemari mendorong troli belanja.
Part52Akhir-akhir ini, mas Danu sering pulang tengah malam, bahkan kadang bisa pagi hari baru pulang. Alasannya banyak kerjaan, tapi ko firasatku berkata lain, ada hal yang ia sembunyikan."Selamat malam," sapa Mas Danu, saat memasuki kamar kami, raut lelah tergambar di wajah gantengnya. Aku tersenyum, lalu mencium takzim punggung tangannya.Mas Danu masuk kekamar mandi yang tersedia didalam kamar kami, ia membersihkan diri, lalu menghempaskan tubuh diatas ranjang.Aku sambil fokus menggendong bayi kami yang lagi menyusu.Bunyi getar handphone terdengar berderit diatas laci nakas samping ranjang, aku mendekat ke arah benda pipih itu terletak.Panggilan seseorang yang disebut Pak Dira. Mungkin panggilan penting, sebab jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tapi masih ada panggilan telepon.Aku mengangkatnya, sebelum aku bersuara, terdengar suara lebih dahulu dari sebrang telepon dengan nada marah.
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments