"Mukanya merah loh, Kinan," ledek Shaka sambil menowel pipi Kinan tapi seketika ditepis oleh gadis itu. Kinan sontak menepis lengan Shaka dan beringsut masuk ke dalam selimut. Pipinya tiba-tiba terasa panas. Apalagi terdengar suara gelak tawa Shaka yang terdengar sangat puas menggodainya. Kinan begitu keki dibuatnya. "Jangan malu-malu, Kinan. Coba hadap sini. Siapa tahu kamu udah siap.""Apa sih, Mas Shaka. Saya ngantuk." Kinan bersungut di dalam selimut. Shaka tergelak lagi. Perempuan kalau malu tapi mau tingkahnya begitu lucu. Shaka baru menyadari kalau ternyata Kinan sungguh menggemaskan. Dia semakin merasa tertantang untuk mendapatkan gadis itu. Anehnya, Shaka menikmati proses ini. "Bilang ya, kalau kamu udah siap. Aku di sini akan menyambutmu dengan celana terbuka." Kinan mendesis sebal. Di dalam selimut, gadis itu memaki-maki dirinya sendiri. Ada apa dengannya malam ini. Dia yang biasanya tidak berdebar atau bahkan merasakan hal-hal yang aneh saat berdekatan dengan Shaka, kini
"Kuliah?" ulang Kinan sambil memandang ke arah Shaka di seberang meja makan. Kinan kaget. Dia tidak pernah berpikir bahwa dia bisa kuliah. Dia hanya lulusan SMA dan selama ini dia hidup sebatang kara. "Apa maksudmu, Mas?" tanyanya penasaran."Iya, kamu mau kuliah, nggak?" tanya Shaka kembali. Kinan merasa sangat senang mendengar itu. Dia selalu ingin kuliah tapi tidak mampu membayar biayanya. "Mas Shaka nggak lagi ngerjain saya, kan?" Shaka terkekeh. "Astaga, curigaan terus kamu sama aku. Ya beneran. Kalau kamu mau, aku bisa biayain kamu." "Ini serius, Mas?" Kinan menatap Shaka penuh selidik. Pasalnya dia ingin tahu apa Shaka hanya mengerjai dirinya atau memang ucapannya itu benar. "Serius, Kinan." Shaka menggeleng. Dirinya memang serius. Entah kenapa dia tiba-tiba dia memiliki ide itu. Random saja ide itu datang dari benaknya. Sementara Kinan begitu senang jika memang ucapan Shaka benar adanya. Bisa mengenyam bangku kuliah seperti mimpi baginya.Namun, dia kembali memandang curig
Shaka belum pulang saat Kinan sudah bersiap untuk tidur. Sebenarnya gadis itu tidak ambil pusing kapan Shaka pulang dari kantor, tapi entah kenapa ada beberapa saat terpikir di benak Kinan, ke mana pria itu. Apa dia lembur di kantor, atau pergi bersenang-senang dengan perempuan. Sepertinya yang terakhir cukup masuk akal. Kinan tahu bagaimana tabiat Shaka. Kinan mencoba untuk memejamkan mata, tapi rasanya begitu sulit. Sesekali dia menatap ke arah pintu kamar. Namun tidak ada yang membukanya. Pintu itu tetap tertutup rapat hingga tengah malam dan rasa kantuk mulai menyerangnya. Akhirnya Kinan pun terlelap. Mimpinya random dan kebanyakan dipenuhi oleh sosok Shaka. Rasanya baru beberapa menit Kinan tertidur, dia terbangun karena ada perutnya seperti tertindih sesuatu. Saat membuka mata, gadis itu terkejut melihat tangan Shaka sudah melingkar di perutnya. Dia hendak segera menyingkirkan tangan Shaka, namun dilihatnya wajah Shaka terlihat begitu pucat. Samar-samar Kinan melihat keringat
Beberapa hari lalu Kinan memberitahukan pada Nyonya Rose kalau dirinya akan masuk universitas. Semua itu ide Shaka yang tiba-tiba. Wanita itu tentu sangat senang mendengarnya. Dia memberi semangat pada Kinan dan memberi sedikit wejangan. Hari ini adalah hari pertama Kinan masuk kuliah. Dia begitu bersemangat pagi itu. Dia menikmati sarapan dengan lahap, menyiapkan buku-buku yang sudah dibelinya di toko buku, dan berdandan rapi. Dia sudah bersiap-siap untuk memesan taksi online dan berdiri di depan pintu gerbang. Saat itu, salah satu mobil yang ada di garasi rumah berhenti di depannya. Yang mengemudi adalah Pak Noto, salah satu supir Shaka."Ayo, Mbak Kinan, naik," pinta pria paruh baya itu. "Saya naik taksi saja, Pak." "Loh, saya diperintahkan sama Tuan Muda Shaka untuk nganter Mbak Kinan ini.""Tidak usah, Pak," tolak Kinan. Rasanya aneh saja kalau ke kampus harus diantar oleh supir pribadi. Dia tidak terbiasa dengan semua fasilitas itu. "Aduh, nanti saya bisa kena marah Tuan Mud
"Siapa yang pacaran?" sungut Kinan. Enak saja menuduh orang sembarangan. Cuma karena ada pria yang mengajaknya bicara, sudah dituduh pacaran. Apa-apaan itu."Itu tadi kamu sama cowok siapa itu?""Mas Shaka jangan nuduh sembarangan, ya. Saya juga tidak tahu tiba-tiba dia menghampiri dan mengajak saya bicara.""Kok akrab?"Kinan mendesis sebal. Siapa yang akrab. Perasaan dia cuma bicara biasa-biasa saja dengan kakak tingkat yang namanya Theo itu. Lagi pula kenapa Shaka harus protes dirinya akrab dengan seorang pria. Bukannya mereka bukan suami istri sungguhan. Kinan saja tidak pernah protes kalau Shaka main dengan perempuan. Sungguh tidak adil. Lagi pula Kinan tidak punya niat sedikit pun untuk dekat dengan seorang pria mana pun."Nggak mau jawab?" Shaka menepikan mobil ke depan garasi. Lalu turun dari mobil dengan menutup pintu keras-keras."Orang aneh!" gerutu Kinan sambil melangkah keluar mengikuti Shaka."Aku saja belum nyicipin kamu, malah akrab dengan pria lain." Selalu itu alasan
Shaka duduk di depan meja bar sambil memilin botol bir yang isinya sudah dia habiskan setengahnya. Bayangan wajah Kinan yang cemberut saat dia berpamitan pergi membuat bibirnya tersenyum tipis. Kinan cemburu tapi tidak mau mengaku.Namun apa pun itu, yang jelas dia senang karena hubungannya dengan gadis itu ada kemajuan. Setidaknya, kemajuan untuk berbagi ranjang yang sebenarnya.Bayangkan saja, hampir tiap malam Shaka harus menahan hasratnya yang menggebu terhadap Kinan, tapi dia tidak bisa memaksa gadis itu. Shaka mengelus pipinya yang sedikit memar akibat hadiah bogem mentah dari Kinan. Baru kali ini dia dikasari oleh perempua, tapi anehnya dia tidak marah sama sekali. Justru hal itu membuatnya semakin gemas.Malam manunjukkan pukul sebelas dan Shaka memutuskan untuk pulang saja. Namun, saat hendak beranjak dari duduknya, seseorang menahannya."Pak Shaka, buru-buru banget?" Rupanya orang itu adalah Reni, sekretarisnya."Ren, ngapain kamu di sini?" Shaka menelisik sang sekretaris ya
Pagi hari saat terbangun, Kinan mendapati Shaka tidur pulas di sampingnya. Tangan pria itu bahkan melingkari perutnya. Pelan Kinan menyingkirkan tangan Shaka dan beringsut turun dari ranjang. Hari ini ada kuliah pagi, jadi dia harus bersiap-siap sekarang. Pokoknya Kinan sedang begitu bersemangat pergi ke kampus dan belajar. "Jangan yang foto nikah dong, Kinan. Foto kamu sama suami kamu yang mesra gitu, loh!" Kinan teringat kata-kata Rena semalam. Gadis itu langsung meneleponnya begitu Kinan mengirim foto dirinya dan Shaka saat acara pernikahan beberapa bulan lalu. Bawel juga rupanya si Rena ini. Kalau begini, Kinan jadi bingung dibuatnya. Bagaimana caranya meminta foto bersama Shaka, dengan mesra pula. Membayangkannya saja Kinan ngeri. Pasti Shaka pikir dirinya curi-curi kesempatan. Pria itu kan tukang ge-er. "Makan yang banyak, biar agak bohai dikit badan kamu," ujar Shaka saat berada di ruang makan menikmati sarapan dengan Kinan."Saya nggak mau terlihat bohai di mata Mas Shaka."
Sudah pasti Rena heboh saat mengetahui siapa suami Kinan. Gadis itu bahkan tak henti-hentinya memuji keberuntungan Kinan. Cinderela abad modern kalau Rena menyebutnya. Namun, ada ucapan Rena yang sedikit mengganjal di hatinya. Shaka pernah menjalin hubungan dengan artis Nikita Gunawan. Siapa yang tak mengenal perempuan itu. Kinan, yang tidak terlalu mengikuti berita hiburan pun tahu siapa dia. Seorang model, pemain sinetron yang cantik jelita. Jadi, Shaka pernah menjalin hubungan serius dengan seorang wanita. Jangan-jangan, dia jadi nakal begini karena putus dari artis itu. Kalau memang benar begitu, seharusnya Nyonya Rose meminta Nikita untuk kembali pada Shaka, agar pria itu jadi baik lagi. Lalu, kenapa malah meminta tolong pada Kinan, yang notabene bukan siapa-siapa. Entah kenapa, hingga pulang dari kampus, Kinan tak bisa berhenti memikirkan hal itu. Hal itu juga yang mendorongnya menemui Nyonya Rose di kamarnya, sekalian mengantar makan malam dan menemani wanita itu. "Gimana ku