Share

7. Tempatmu Pulang

Penulis: Kareniavorg
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-20 11:05:33

Satu hal yang mengejutkan Lena ketika dia tiba di bandara dan menuruni tangga untuk keluar dari pesawat jet yang ternyata super mewah ketika dia melihatnya secara langsung dari luar.

Lena memilih bungkam dan menyembunyikan segala ekspresi terkejutnya, walaupun segala tanya di kepala terus saja berkecamuk meminta penjelasan tentang 'dari mana Oliver punya akses untuk menaiki pesawat pribadi dengan harga fantastis ini?'

"Apa kau baik-baik saja? Apa kau merasakan mual?" tanya Oliver penuh perhatian. Dia mengulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Lena, tapi detik itu pula Lena menghalaunya dan melayangkan tatapan sinis padanya.

"Aku baik-baik saja. Jangan coba-coba menyentuhku," ucapnya sinis.

Mendengar itu, Oliver pun menarik kembali tangannya dan menyimpannya kembali di samping tubuhnya. Dia tampak cukup tenang untuk seseorang yang sedang merasakan hatinya berubah getir karena berulang-ulang kali mendapatkan penolakan, kata-kata sinis juga kasar dari perempuan yang dicintai dan yang berusaha ia lindungi.

Meskipun selalu mendapatkan respon buruk, tapi tak sekalipun Oliver merasa lelah. Dia terus saja menunjukan rasa sayang dan perhatiannya pada perempuan itu.

"Kau masuk lebih dulu ke dalam mobil itu. Aku harus pergi untuk membeli sesuatu," ucap Oliver seraya menunjuk sebuah mobil Audi yang terparkir di depan mereka.

Lena memicingkan matanya dan menatap mobil itu dengan penuh curiga, sebelum kemudian menyilangkan kedua tangannya di dada dan mendelikan kedua matanya.

"Kau pikir aku akan percaya pada ucapanmu? Kau memintaku masuk ke dalam mobil asing untuk membuangku, ha?" tuduhnya.

Oliver menatap Lena tak habis pikir setelah mendengar tuduhan itu. "Kenapa kau bepikir sejauh itu? Aku tak akan melakukan kejahatan apapun padamu. Mobil itu aman. Kau boleh mengamuk padaku kalau mobil itu tak aman."

Setelahnya, tanpa menunggu respon dari Lena yang tentu saja akan memicu perdebatan yang panjang, Oliver sudah lebih dulu mengambil langkah lebar untuk kembali masuk ke dalam area bandara.

Lena awalnya ragu untuk masuk. Dia lebih dulu mengamati mobil itu untuk sekadae memastikan situasi, dan ketika dia merasa tak ada hal-hal janggal, dia pun memberanikan diri untuk mendekat dan masuk ke dalam mobil itu. Sedangkan sang sopir yang duduk di kursi kemudi itu hanya diam.

"Aku akan mencakar wajah pria tua itu kalau dia sampai berniat jahat padaku dengan mobil ini," gumam Lena jengkel, sambil sesekali dengan gusar melihat ke luar jendela untuk memastikan Oliver segera datang dan menghampiri mobil ini.

***

"Makan ini," ucap Oliver seraya memberikan buah jeruk yang sudah dikupas dengan serat-serat putih yang sudah dibuang itu pada Lena.

"Kau pasti sudah menaruh racun di sana," tuduh Lena seraya menatap jeruk itu dengan tatapan menghardik.

Oliver mendengus geli. "Ya Tuhan... kau benar-benar menganggapku penjahat. Ini hanya jeruk, Lena, tak mungkin aku menaruh racun di sana. Kau tak percaya?"

"Tidak. Aku tidak percaya padamu."

Dengan sedikit kesal, Oliver pun mengmabil satu bagian dari jeruk itu dan memasukannya ke dalam mulutnya. Dia memakan jeruk itu di depan Lena.

"Lihat, aku baik-baik saja. Ini hanya jeruk. Makanlah. Aku tahu kau merasa pusing dan mual karena perjalanan jauh menggunakan pesawat," tukasnya.

Pada akhirnya Lena pun mengambil jeruk itu dan barulah dia berani memakannya. Rasa manis dan segar dari buah jeruk itu langsung menenangkan pencernaan Lena yang sedari tadi tak baik-baik saja karena Oliver benar... sedari tadi Lena berdiam diri menahan rasa mual dan pening di kepalanya. Namun, dia enggan mengakui kalau hanya dengan jeruk ini, Oliver sudah sangat membantunya.

"Kau masuk kembali ke dalam area bandara untuk sekadar membeli jeruk? Tak berguna sekali," pedas Lena meremehkan tindakan Oliver.

Sedangkan Oliver justru menanggapinya dengan senyuman lebar. "Iya karena aku pikir jeruk akan sangat berguna untukmu. Wajahmu sangat pucat, jadi aku membelikanmu buah-buahan yang bisa sedikit menyegarkan tenggorokan dan pencernaanmu."

"Jangan berperan jadi orang baik, Oliver. Sampai kapanpun kau tetap penjahat di mataku."

Oliver mengangkat bahunya ringan. "Itu bukan masalah besar untukku. Kalau kau menganggapmu sebagai penjahat, maka aku akan menganggapmu sebagai polisinya. Aku akan rela menyerahkan diri padamu."

Lena mendengus sinis dan menatap Oliver dengan muak. "Kau menjijikan."

"Iya aku pun menyayangimu, Lena."

Lena mendelik tajam mendengar respon Oliver itu, lalu kembali menatap jendela sembari terus memakan sisa jeruk yang ada di tangannya.

Saat itu mobil yang di tumpanginya mulai melaju ke arah perbukitan yang dekat dengan laut. Sampai kemudian Lena dibuat terpaku di tempatnya ketika akhirnya mobil berhenti di sebuah bangunan yang membuat Lena merasa takjub.

Rumah besar yang dibangun pada tebing yang langsung menghadap ke laut itu terlihat seperti sebuah kastil super indah yang didampingi pemandangan laut yang tak kalah luar biasanya. Cukup lama Lena membeku di tempatnya dalam lamunannya memandangi rumah indah itu, ketika dis tiba-tiba tersadar karena pintu di sampingnya terbuka dengan Oliver yang berdiri di sana, sambil mengulurkan tangannya.

"Ayo kita masuk ke dalam rumah," ajak Oliver dengan ramahnya.

Namun, Lena tak menyambut uluran tangan itu. Dia memilih keluar dari mobil lalu berjalan melewati Oliver dengan mengabaikan sikap hangat pria itu terhadapnya.

Sejenak Oliver memandangi uluran tangannya itu dengan tatapan nanar, sebelum kemudian dia memasang senyum maklum di wajahnya dan menarik kembali tangannya itu.

"Rumah? Tempat milik siapa yang kau maksud dengan rumah?" tanya Lena pada Oliver. Dia menatap Oliver dengan tatapan menilai.

Oliver menaikan kedua alisnya dan sesaat menatap bingung ke arah Lena karena tak mengerti kenapa Lena menanyakan hal itu. Sampai akhirnya dia pun mengulas senyuman manisnya ketika akhirnya sadar kalau Lena masih terus meragukan dirinya.

"Milik kita. Mulai hari ini dan seterusnya kau dan aku akan tinggal di sini karena setelah kita menikah, rumah tempatmu pulang adalah aku. Entah kau suka ataupun tidak," jelas Oliver.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   140. Nestapa Vincent (Extra part)

    Kali pertama dalam hidupnya, Vincent baru merasakan kalau melihat langit biru dengan awan putih yang bergerak ternyata begitu membahagiakan setelah ia bebas dari penjara. Dulu, sebelum hidupnya jungkir balik seperti sekarang, Vincent tidak pernah merasa bersyukur pada hal sekecil apa pun yang ia dapatkan. Fokus Vincent pada hal besar serta hal-hal yang belum ia dapatkan sehingga ia melupakan hal yang sudah ia punya dan raih selama ini. “Udara pagi ini terasa begitu segar. Tidak pernah kudengar kicauan burung semerdu ini.” Vincent berkata pada dirinya sendiri sembari tersenyum kecut. Hari-hari yang ia lewati sebelum hari ini adalah hari penyiksaan. Hidup di penjara bagaikan neraka. Hanya jeruji besi, atap, baju dan selimut tipis yang menemani Vincent selama di penjara. Hidup Vincent di penjara tidak pernah menyenangkan. Ia dipaksa oleh keadaan untuk menyesuaikan diri. Mengerjakan pekerjaan kasar yang sebelumnya tidak pernah ia lakukan. Menyapu, mencuci, membersihkan

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   139. Kebahagiaan (Extra part)

    "Sayang, apa kamu sudah siap?" teriak Esme dari dapur. Wanita itu tampak sibuk menata bekal untuk anak-anaknya dan juga untuk Sebastian tentunya. Karena tidak mendengar jawaban apa pun, Esme menjeda terlebih dahulu kegiatannya dan berjalan untuk masuk ke kamar putrinya. Dia takut kalau ada yang perlu dibutuhkan oleh putrinya. "Kamu perlu bantuan?" tanya Esme saat baru membuka pintu kamar putrinya. Gisel, gadis berusia sembilan tahun itu masih berdiri di depan cermin dengan seragam sekolahnya itu tersenyum manis. "Sebenarnya aku ingin bersiap sendiri tanpa bantuan Mama, tapi sepertinya aku tetap ingin dibantu. Lihat, terlihat masih belum rapi, kan?" tanya Gisel sambil melihat seragamnya yang kusut. Esme tersenyum, lalu mendekati putrinya itu. Dengan cekatan dia membantu merapikan seragam yang sudah dipakai Gisel agar terlihat lebih rapi. "Anak gadis Mama rupanya ingin belajar lebih mandiri, ya. Seragamnya sudah cukup rapi, Mama hanya perlu membenarkan sedikit saja," tuturnya. Gi

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   138. Adik Mathias (ENDING)

    "Sayang!" Lena berseru saat keluar kamar menuju ruang tamu, membawa perutnya yang kini sudah sebesar semangka lalu duduk di samping Oliver. "Apa, Sayang?" tanya Oliver tanpa menghentikan gerakan tangannya menggulir tab. Kurang dari lima belas menit lagi dia harus berangkat ke kantor, tetapi sampai sekarang masih sibuk mengurusi materi meeting siang nanti. "Lihat ini dulu sebentar." Lena menyodorkan ponselnya hingga menutupi layar tab. Membuat si empunya menghela napas pasrah dan terpaksa menekan tombol home. Pada layar ponsel Lena, terpampang gambar sebuah taman bunga. Sebagian besar isinya diisi oleh bunga mawar, sedangkan yang lain Oliver tidak paham. Lelaki itu mengangkat sebelah alis sembari bertanya, "kamu mau ke situ? Memang itu di mana? Dalam negeri atau luar negeri? Nanti kita ke situ setelah kamu melahirkan dan anak kita cukup besar." "Aku maunya lihat sekarang!" Lena cemberut dan langsung membelakangi tubuh Oliver. "Iya, tapi ...." Belum sempat Oliver menyelesa

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   137. Perayaan Kehamilan

    Pagi ini kediaman Oliver lebih ramai daripada biasanya. Banyak orang berlalu lalang untuk mempersiapkan acara tujuh bulanan Lena yang akan dilaksanakan sore nanti. Oliver mempersiapkan acara ini dengan sangat matang. Dia menyewa vendor terbaik untuk membantu terselenggaranya acara. Ruang keluarga yang luas disulap dengan dekorasi cantik yang penuh dengan bunga karena Lena menyukai itu. Oliver sengaja memesan semua bunga segar. Ada mawar, tulip, lili, ester hingga bunga matahari. Semua itu ditata dengan begitu apik. Membuat acara perayaan kehamilan Lena yang sudah memasuki usia tujuh bulan itu semakin terasa meriah. Di sisi kiri dan kanan ruangan juga ditata dengan meja yang sudah dihias. Nantinya meja tersebut akan diisi dengan aneka minuman, dessert serta hidangan utama. Tentu saja Oliver memesan semua hidangan terbaik dan memanjakan lidah. Awalnya Lena menginginkan acara digelar di halaman belakang tetapi Oliver tidak setuju mengingat cuaca sekarang yang tidak menentu.

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   136. Sate Kelinci

    Mobil Sebastian sudah berhenti di depan rumah Oliver, pria itu turun dari mobil dan menekan bel. Suasana rumah masih terlihat sepi, sepertinya dia datang terlalu pagi, tapi jika dia tidak datang pagi-pagi takutnya Matthew nanti merepotkan.Setelah menekan bel dua kali, akhirnya Oliver sendiri yang membukakan pintu. Dari wajahnya, Oliver baru bangun tidur."Oh, kamu rupanya. Aku kira siapa," ucap Oliver dengan suara serak lhas orang baru bangun tidur."Maaf aku datang pagi sekali. Sebenarnya aku ingin menjemput Matthew kemarin malam, tapi aku pulang terlalu larut. Jadi kupikir lebih baik aku menjemput pagi ini saja agar tidak mengganggu kalian." Sebastian merasa tidak enak.Oliver tersenyum. "Tidak masalah. Ayo masuk."Lena juga baru saja beranjak dari sofa, wanita itu menggulung rambutnya agar lebih rapi. "Kamu datang pagi sekali, Matthew masih di kamar dan sepertinya dia belum bangun," ucapnya."Aku akan menggendongnya saja, tid

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   135. Kembali merasakan ngidam

    Malam ini Matthew tidur di tengah-tengah Oliver dan Lena sebab Sebastian dan Esme mengatakan akan menghabiskan waktu berdua saja di hotel sebagai perayaan. Tentu saja keputusan itu disambut baik dengan mereka berdua karena Oliver sudah menganggap Matthew sebagai putranya sendiri. "Apa kau senang bisa tidur bersama kami?" tanya Oliver. "Tentu saja aku sangat senang sekali!" jawab Matthew antusias. "Baguslah. Kau memang anak pintar," puji Oliver sembari mengusap lembut kepala Matthew. Di sisi lain, Lena senyum-senyum sendiri sambil menatap ke arah suaminya dan Matthew secara bergantian. Sepertinya Lena sangat bahagia dengan situasi sekarang ini. Siapa sangka sikapnya tersebut ternyata disadari oleh Oliver. "Sepertinya ada yang senang juga di sini selain Matthew," celetuk Oliver. Lena sedikit terkejut ketika Oliver menegurnya. Namun, ia tak dapat menyangkal jika ia memang sangat senang. 

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   134. Melamar

    Puas mengobrol sekaligus menemani istri tuan rumah, Sebastian mengajak Esme pulang. Karena Lena masih belum pulih, Oliverlah yang kebagian mengantar tamunya hingga ke depan pintu.Esme menggandeng tangan Matthew di depan sedangkan Sebastian dan Oliver berjalan di belakang. Kedua lelaki berbeda usia itu kembali membahas mengenai rencana Sebastian melamar."Apa kamu sudah melamar Esme secara resmi? Atau baru sebatas obrolan biasa?" tanya Oliver."Aku belum melamarnya secara resmi. Baru mengutarakan niat kemarin saat kami berbaikan," sahut Sebastian. it"Ah, seperti itu. Tidak apa-apa, itu pun sudah menjadi langkah awal yang bagus. Setidaknya, Esme jadi tahu kalau kamu serius dengan hubungan kalian."Oliver menepuk pundak Sebastian. Memuji keberanian lelaki itu."Aku selalu serius dengan Esme. Walaupun kami beberapa kali bertengkar, tetapi aku tidak pernah memiliki niat meninggalkan."Tatapan mata Sebastian fokus pada dua o

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   133. Para wanita

    Begitu mendengar kabar bahwa Lena telah diperbolehkan pulang oleh dokter, Esme langsung berinisiatif untuk pergi ke rumah wanita itu dan menolongnya beberes. Esme yakin walaupun di rumah nanti Lena akan banyak dibantu oleh pembantunya, tapi tetap saja dia pasti membutuhkan support system dari sahabatnya. Esme ke sana tentu saja tidak seorang diri. Matthew dan Sebastian juga ikut menemani. Sejak meminta maaf kepada Sebastian atas kesalahannya tempo hari, dada dan pundak Esme terasa lebih ringan, seolah beban berat yang ia pikul selama ini menghilang dalam sekejap. Apalagi setelah Sebastian mengutarakan niatnya kepada Esme untuk mengikat hubungan mereka ke jenjang pernikahan, hidup Esme terasa berubah. Ia jauh lebih bahagia, tenang dan selalu tersenyum. Yang paling bahagia tentu saja Matthew. Meskipun mereka belum bilang secara langsung kepada bocah tujuh tahun itu, tapi dengan kehadiran Sebastian yang lebih sering dari sebel

  • Terjerat Gairah Paman Suamiku   132. Pulang ke rumah

    Setelah lama di rumah sakit, Lena akhirnya diperbolehkan untuk pulang. Oliver sengaja menyewa banyak pengawal tambahan untuk mengawal kepulangannya dan Lena. Istrinya itu sampai terheran melihat semua pengawalnya."Kenapa kamu sampai menyewa banyak sekali pengawal?" tanya Lena saat sudah berada di dalam mobil dan melihat mobilnya dikelilingi.Oliver menggenggam tangan Lena dengan lembut. "Aku melakukan itu untuk keselamatanmu, aku tidak ingin terjadi sesuatu padamu lagi.""Tapi bukankah ini terlalu berlebihan?""Tidak, ini semua normal."Lena tidak bisa membantah lagi, jika Oliver sudah melakukan sesuatu tidak ada gunanya berdebat lagi. Toh juga ini semua juga untuk keselamatannya dan juga calon bayinya.Setelah perjalanan beberapa menit dari rumah sakit, akhirnya rombongan mobil sampai juga di kediaman Oliver, saking banyaknya seperti ada iring-iringan.Tidak kalah banyak pengawal saat perjalanan, di rumah pun Oliver me

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status