Share

Bab 6 – Rencana Jahat

Mahanta dan Lintang sedang menunggu Ziana keluar dari ruang pribadi Mahanta sambil melanjutkan pekerjaan mereka. Sesekali Mahanta melirik ke arah pintu yang masih tertutup. Baru lima belas menit berlalu, dan belum ada tanda-tanda Ziana akan keluar dari sana.

“Apa kau yakin dengan pemecatan Ziana? Tidak ada kesempatan lagi?” tanya Lintang memecah keheningan diantara mereka.

“Aku tidak mungkin menarik kata-kataku. Dia akan berpikir aku plin-plan.”

“Dia sudah berusaha memperbaiki kesalahannya. Aku dengar dari sekuriti hotel kalau Ziana hampir kecelakaan karena ngebut waktu nganterin dokumen kontrak kerja itu. Untung cuma bajunya yang kotor, nggak sampai terluka. Kesalahannya hanya tidak sengaja ketiduran karena ulahmu juga, bos.”

Mahanta terdiam mendengar penjelasan Lintang. Dia terlalu keras pada Ziana demi meminta penjelasan pada perempuan itu. Egonya hampir mencelakai Ziana.

“Apa kau sudah mendengar penjelasannya? Apa katanya?” tanya Lintang lagi.

“Banyak salah paham diantara kami. Tapi aku bingung bagaimana cara menjelaskan padanya kalau semua itu hanya salah paham. Ziana sudah terlalu kecewa padaku, Lin. Menurutmu, aku harus apa?”

Baru saja Lintang ingin menjawab pertanyaan Mahanta, pintu ruang pribadi Mahanta sedikit terbuka. Ziana ragu-ragu ingin keluar, tapi dia merasa sudah terlalu lama berada disana. Dengan statusnya yang sudah bukan siapa-siapa di perusahaan itu, Ziana ingin pergi secepatnya dari sana.

“Loh, beneran nggak ada siapa-siapa,” gumam Ziana ketika melihat ruang kerja Mahanta yang kosong.

Tanpa memeriksa lagi, Ziana buru-buru keluar dari sana dan masuk ke dalam lift. Setelah Ziana keluar, Mahanta dan Lintang muncul dari balik meja kerja Mahanta. Keduanya langsung bersembunyi sebelum Ziana keluar dari ruang istirahat Mahanta.

“Kok dia pergi gitu aja? Segitunya nggak mau disini ya.”

“Nyesel? Mau dia balik lagi?” Lintang memutar bola matanya setelah berhasil mengetahui isi hati Mahanta.

“Gimana caranya?”

“Janji dulu nggak ngasih kerjaan berlebihan seperti sebelumnya. Dan kamu harus bicara baik-baik sama Ziana. Dia perempuan, bos. Kamu harus mendekatinya dengan kelembutan.”

“Kenapa juga aku harus mendengarkan nasehat dari jomblo sepertimu?” keluh Mahanta.

“Nggak ngaca. Sama-sama jomblo juga.”

Saat Mahanta dan Lintang sedang berdebat, Ziana sudah melaju dengan motornya keluar dari halaman gedung kantor R.D. Company. Ia bingung mau pulang ke rumah atau ke toko kue Hannah. Tapi ditengah perjalanan, Ziana memilih berbelok ke arah toko kue Hannah.

“Kakak harus tahu kalau aku sudah dipecat,” gumamnya lirih.

Sesampainya di depan toko kue Hannah, Ziana sedikit ragu untuk masuk dan memberitahu Hannah. Dia melihat kakaknya itu sedang sibuk melayani pembeli yang datang ke tokonya. Meskipun toko itu kecil, tapi ide kreatif Hannah membuat toko kuenya sangat laris.

Ziana segera masuk demi bisa membantu Hannah melayani pembeli. Saat itu pandangannya bertemu dengan Hannah yang menatapnya heran.

“Loh, Na? Kok sudah pulang?” tanya Hannah tanpa menghentikan tangannya yang membungkus sekotak kue coklat yang lezat.

“Nanti aku cerita ya, kak,” sahut Ziana tersenyum menenangkan Hannah. Tapi Hannah tahu kalau Ziana sedang tidak baik-baik saja.

“Kebetulan kamu disini, bisa minta tolong antarkan pesanan ke restorannya Pak Jay?”

“Iya, kak. Aku pergi dulu ya.”

Ziana kembali memakai atributnya sebelum mengantar pesanan milik Jay. Sebelum bekerja di R.D. Company, Ziana membantu Hannah di toko kuenya. Dia lebih sering mengantar pesanan agar Hannah bisa menghemat ongkos ojek online. Dan restoran milik Jay adalah salah satu langganan toko kue Hannah yang sering dikunjungi Ziana.

“Selamat siang, kak. Saya mau mengantar pesanan kue dari toko kue Hannah,” ucap Ziana sopan pada bagian kasir di restoran Jay.

“Loh, Ziana. Sudah lama nggak ketemu ya,” ucap Jay yang tiba-tiba muncul di samping Ziana.

Perempuan itu menoleh lalu tersenyum pada Jay. “Pak Jay, saya mengantar pesanan kue. Bukannya terakhir kita ketemu di pesta perusahaan R.D. Company. Bapak ada hubungan kerja sama dengan perusahaan itu ya?”

Jay tersenyum dan mengangguk. Lesung pipitnya terlihat jelas menambah keimutan dari wajah tampannya yang selalu tersenyum pada Ziana. “Bisa dikatakan begitu. Tapi bentuk kerja sama yang lain. Bukannya ini masih jam kerja? Kenapa kamu bisa mengantar pesanan kue dari toko kakakmu?”

“Ah, itu... Saya__” Suara dering telepon dari ponselnya membuat Ziana tersenyum pada Jay, lalu mengeluarkan ponselnya. “Permisi sebentar, Pak.”

“Silakan.”

Ziana sedikit menjauh demi menerima telepon dari manajer personalia R.D. Company. Perempuan itu berpikir kalau dia melewatkan sesuatu yang penting. Tapi hal berikutnya yang didengarnya membuat Ziana menarik nafas lega.

[“Ziana, pemecatanmu dibatalkan. Saat ini perusahaan sedang sangat sibuk dan tidak punya cukup waktu untuk mencari penggantimu. Apa kau bisa kembali bekerja besok? Sisa hari, bisa kamu pakai untuk beristirahat dulu,”] ucap manajer personalia.

“Bisa, Bu. Terima kasih atas kesempatannya. Saya akan berusaha yang terbaik.”

[“Aku percaya kamu bisa, Ziana. Kamu bisa mengambil kartu karyawan di pos sekuriti besok. Sampai jumpa.”]

Ziana nyaris berteriak senang karena diberi kesempatan kedua. Terlepas dengan apa yang sudah terjadi antara dirinya dengan Mahanta, Ziana ingin fokus pada pekerjaannya saja. Setidaknya sampai perpanjangan kontrak kerjanya nanti, dia akan memutuskannya lagi.

“Ziana, ada apa? Kelihatannya senang sekali,” ucap Jay ketika Ziana kembali mendekatinya.

“Bukan apa-apa, Pak. Kalau begitu, saya permisi dulu ya, Pak Jay. Terima kasih atas pesanan kuenya.”

“Apa kau tidak bisa tinggal sebentar untuk makan siang? Ada menu baru yang harus kau coba.”

“Maaf, Pak. Tapi saya benar-benar harus kembali ke toko sekarang. Kebetulan sedang ramai. Saya permisi dulu.”

Tanpa menunggu jawaban dari Jay, Ziana segera keluar dari restoran itu. Jay yang masih belum beranjak dari tempatnya, terus mengekori langkah Ziana sampai ke parkiran motor. Senyuman manis masih menghiasi wajahnya, tapi tatapan matanya tak lagi lembut. Kilatan di matanya seperti tatapan pria yang penuh hasrat pada wanita yang menarik baginya.

“Ziana, kapan kau akan melihatku saja? Lupakan Maha si pengecut itu dan datanglah padaku,” gumamnya lalu menjilat bibirnya sendiri.

Tiba-tiba terdengar suara nada dering pertanda telepon masuk dari ponsel Jay. Pria itu meraih ponselnya di dalam saku dan tersenyum smirk melihat siapa yang menelponnya. Dia segera menekan icon berwarna hijau, lalu melangkah menuju ruang kerjanya.

“Halo, sayang. Ada apa menelponku? Kangen?” goda Jay pada lawan bicaranya.

[“Hentikan, Jay. Kapan kau ada waktu? Kita harus bicara.”]

“Aku ada di restoran sekarang. Atau mau ketemu di apartemenku? Sekalian melakukan sesuatu yang kau suka?”

[“Aku serius, Jay. Rencanaku berantakan gara-gara kamu. Bisa-bisanya kau kecolongan. Percuma aku mencampur obat perangsang ke minuman Maha.”]

“Sherena, aku sudah bilang ‘kan, biarkan aku mengejar Ziana dulu. Tapi kau yang tidak sabaran.” Jay sedikit terpancing emosi karena Sherena terus menyalahkannya.

[“Bagaimana kita bisa mendapatkan tujuan kita kalau kau bergerak lebih lambat dari siput. Aku nggak mau tahu, Jay. Kau harus secepatnya menjauhkan perempuan sialan itu dari Maha atau aku akan bertindak lagi.”]

Jay nyaris melempar ponselnya saat Sherena memutuskan panggilan begitu saja. “Dasar wanita gila!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status