Share

UNFINISH Story

UNFINISH Story

Pertemuan tadi malam benar- benar mendebarkan. Fio melakukan sebuah langkah besar untuk menghadapi semua ketakutannya. Fio tidak mau sendirian, dia meminta Ijul dan Ipeh untuk menyertainya walaupun mereka duduk di meja yang terpisah agak jauh, namun mereka tetap dapat mengamati Fio.

"Mau makan apa Fi." Tanya Lio sambil membuka-buka buku menu.

"Ikut aja dok."

"Panggil aja Lio Fi, kita kan lagi nggak dinas."

" Okey."

"Jadi, apa yang kamu mau omongin tentang kita?" Ucap Fio menatap Lio yang tampaknya sedang berlama-lama untuk bicara dengan Fio.

"Nggak usah keburu-buru juga kan Fi. Santai aja, kita bisa ngobrol sambil makan."

"Boleh nggak kalau aku yang ngomong duluan?" ucap Fio menyela.

"Ohh.. Okey... Apa yang kamu mau omongin?" Jawab Lio dengan senyum merekah lalu meletakkan buku menu di meja.

"Pertama, aku bukannya nggak tau kalau kamu tertarik sama aku. Aku juga tau kok jam Rolex yang di kirim ke kantor aku itu dari kamu. Aku cuma pura-pura nggak tau aja, lebih tepatnya aku nggak mau peduli dengan itu. Bukan karena aku nggak menghargai pemberian kamu, tapi sungguh aku nggak tertarik dengan itu. Jujur aku malah agak tersinggung dengan pemberianmu hari itu." Ucap Fio dengan tegas dan jelas. Lio hanya terdiam memperhatikan setiap kata yang keluar dari mulut Fio, ekspresinya sulit untuk dideskripsikan dengan kata-kata.

"Kedua, setiap hadiah yang kamu terima dan kamu pakai seperti kemeja yang kamu pakai saat ini, itu bukan dari aku. Ada perempuan yang sungguh suka dan cinta kamu saat ini. Dia orang yang sangat memperhatikan dan mengenal kamu, bahkan dia tau banyak hal tentang kamu. Mulai dari apa yang kamu suka dan nggak suka, apa yang kamu mau dan nggak kamu mau. Perempuan itu yang selama ini jadi secret admirer kamu dan kasih kamu semua hadiah itu." lanjut Fio yang membuat Lio agak tercengang karena selama ini dia menyangka bahwa setiap hadiah yang diterimanya merupakan kiriman dari Fio.

"Boleh aku tau dia siapa Fi?" Tanya Lio akhirnya

"Bukan hak ku untuk memberi tahu kamu siapa dia. Aku yakin dia akan memunculkan dirinya dalam waktu dekat. Tapi yang kamu perlu tau, dia orang yang bersedia berkorban banyak untuk kamu. Dia ada disekitar kamu tapi kamunya aja yang nggak pernah memperhatikan. Aku harap kamu nggak akan melukai perasaannya." Ucap Fio mengakhiri penjelasannya.

"Fi, apa kamu sudah punya perasaan sama orang lain saat ini?" tanya Lio memastikan perasaan Fio

"Belum, tapi aku sedang mencoba menjalin hubungan dengan seseorang dan kamu nggak perlu tau siapa orangnya."

"Apa sudah nggak ada harapan buat aku untuk dekat sama kamu Fi?"

"Aku rasa nggak Lio. Hubungan kita hanya sebatas rekan kerja di rumah sakit, teman biasa di luar tugas dinas. Aku nggak mau kasih kamu harapan palsu, aku juga yakin kamu butuh kepastian kan. Jadi aku mau kasih kamu kepastian sekarang. Aku nggak bisa jalan sama kamu baik saat ini maupun kedepannya." Kata Fio tegas

"Terima kasih sudah jadi pengagum rahasiaku, dan saatnya kamu berhenti juga jadi pengagum rahasiaku. Thanks buat dinnernya, aku pamit." Ucap Fio langsung bangkit berdiri meninggalkan Lio yang masih termangu.

Dalam perjalanan keluar resto Fio mengirimkan sebuah pesan pada MA.

"Thanks buat bunganya. Besok kita bisa ketemu?" Tulis Fio yang langsung dibalas MA

"Besok aku ke rumah sakit buat nemuin kamu. See you there.." Balas MA.

*****

Pagi ini Fio sudah disibukkan dengan banyaknya pasien, mulai pasien di poli maupun pasien darurat dari IGD. Fio suka pekerjaannya ini, karena kesibukan membuatnya lupa akan luka di hatinya. Dia tidak sempat untuk berpikiran negatif ataupun meratapi masa lalunya yang begitu merana.

"Wak, 3 menit lagi masuk pasien darurat. Perempuan usia 27 tahun, luka sayat pergelangan tangan." Kata Ijul 

"Sus, tolong siapkan ruang trauma 1, dan minta suplai donor O+ untuk jaga-jaga. Ah, satu lagi sus, minta dokter Erwin siaga. Feelingku nggak enak soalnya." Ucap Fio pada suster Indah.

"Baik dok." sahut suster Indah dan bergegas mempersiapkan semua yang diminta Fio.

"Bunuh diri wak?" Ucap Fio sambil memakai sarung tangan medis.

"Keliatannya bukan. Dia korban pemerkosaan yang coba di habisi nyawanya dengan disayat pergelangan tangannya." Cerita Ijul

"Hah?" 

"Iya, tersangkanya masih dalam pengejaran. Keliatannya pacarnya sendiri deh. Ngeri yah jaman sekarang." Jelas Ijul.

"Pasien darurat." Teriak paramedis mendorong brankar yang berisi pasien. Darah sudah bercucuran dari pergelangan tangan kirinya yang terbalut kain kuat. Di belakang para medis para polisi ikut menyusul.

"Perempuan, 27 tahun, luka sayat pergelangan tangan. Status denyut 90/60, saturasi 80, denyut 69." Ujar Paramedis sambil terengah-engah. Ijul dan Fio bergegas memeriksa kondisi pasien.

"Oh no no no no... Trauma 1, Intubasi (pemasangan alat bantu nafas)." Teriak Ijul yang langsung melompat keatas brankar dan mulai melakukan CPR. Fio ikut berlari mendorong brankar menuju ruang Trauma 1.

Mereka bahu membahu melakukan segala upaya untuk menyelamatkan nyawa perempuan itu. Untungnya denyut jantung yang tadi sempat menghilang sudah kembali. Fio segera bersiap untuk melakukan OP.

Ketegangan terasa begitu mencekam, situasi ini bukan situasi yang mudah. Satu hal yang begitu berat di hati Fio, pasien yang dihadapinya ini adalah korban pemerkosaan. Usianya sama seperti adik perempuannya. Hatinya begitu terluka melihat lelehan darah tak hanya pada pergelangan tangannya tapi juga diantara kedua paha perempuan itu. Kedua tempat yang terluka itu diduga disebabkan oleh si pelaku yang berjumlah lebih dari 1 berdasarkan informasi dari polisi yang sempat didengar Fio.

Fio dan timnya akan melakukan penutupan luka di pergelangan tangan dan selanjutnya tim dokter Yanuar yang menerima surat perintah untuk melakukan visum akan melakukan pemeriksaan fisik guna menemukan bukti dari tindak pemerkosaan yang dialami oleh korban.

OP yang dilakukan Fio berjalan hampir 2 jam. Lelah dan penat, ditambah lagi ini merupakan kasus yang cukup berat. Saat berjalan di koridor menuju ke ruangan ganti, Fio menyadari ada seorang pria yang terlihat gelisah terus mengamatinya. Pria itu berusaha menutupi wajahnya dengan menggunakan topi.

Perasaannya semakin tidak enak karena lorong menuju ruang ganti memang sedang sepi. Fio mempercepat langkahnya bergegas masuk ke ruang ganti. Jantungnya berdebar kencang, seseorang sedang mengikutinya dan bertingkah mencurigakan.

Dia cepat berganti pakaian dengan baju dinasnya. Saat hendak keluar ruang ganti dan sedang memperhatikan situasi di luar tiba-tiba ada sebuah tangan besar menyentuh bahunya. Sontak Fio berteriak keras.

"Aaaaaaaa....." Teriak Fio sambil memejamkan matanya

"Fi, fi... Heh... Lo kenapa?" Ujar Erwin panik sambil menepuk-nepuk bahu Fio.

"Aduhhh Win.. Sumpah lo mau bikin gue jantungan yak? Gila lo, sampai kaget gue."

"Ya lo ngapain coba depan pintu munduk-munduk gitu kaya maling aja. Untung gue ngenalin body sexy lo, makanya gue nggak teriak maling."

"Sialan lo.." Ujar Fio kesal

"Kenapa sih lo?"

"Kayaknya ada yang ngikutin gue deh Win."

"Hah? Siapa? Cowok?"

"Nggak jelas sih, gue ngerasa orang itu aneh. Dari keluar OK tu orang kaya ngikutin gue kesini. Mana pake jaket item, topian gt, celingak celinguk juga. Misterius gitu,kan gue jadi serem."

"Mana orangnya?"

"Nggak taulah Win."

"Sini-sini biar gue lihat dulu. Siapa tau cuma perasaan lo aja."

"Ati-ati Win."

"Tenang."

"Aaaauuuu..." Teriak Erwin

"Aaaaaa..." Reflek Fio ikut berteriak keras memejamkan mata sambil menutup telinganya dan berjongkok.

"Nape lo Fi?" Ujar Erwin menatap Fio yang tampak ketakutan

"Lo ngerjain gue ya Win? Ujar Fio agak kesal

"Kok gue sih? Lo tu kenapa jadi nyubit gue sih? Sakit tau."

"Ya sorry Win."

"Udah, nggak ada siapa-siapa kok. Tenang aja."

"Yakin lo?"

"Yakin. Dah yuk, bentar lagi gue harus ngecek pasien nih. Ayo jalan."

Tiba-tiba ponsel Fio berdering, nama Ipeh muncul dilayar.Dia buru-buru mengangkat panggilan itu. 

"Eh bentar-bentar Win. Hallo, napa wak?" Ujar Fio

"Nyet, ntar gue nggak bisa pulang bareng lo yah baliknya. gue harus nanganin pasien darurat yang lo pegang tadi." ucap Ipeh dari seberang panggilan telepon.

"Ooo, okey deh. Lo mau gue tungguin?" Tanya Fio

"Nggak usah deh. Ntar gue bareng Ijul ajah, dia balik maleman soalnya."

"Okey. gue balik duluan abis beres pasien yak."

"Heeh.. Ati-ati ya wak. Kabarin kalo lo udah sampai apart yah."

"Okey." Jawab Fio singkat lalu memutus panggilan.

"Yuk Win. Abis ni gue ada pasien soalnya di poli." ucap Fio 

"Yuk, gue juga mesti balik ke OK."

Sepanjang jalan menuju ke poli, Fio celingukan memastikan tidak ada yang mengikutinya. Ketegangan yang dialami Fio tampaknya hanya kecemasannya belaka hingga saat hendak pulang Fio kembali merasa bahwa memang ada yang mengikutinya lagi.

Di lorong yang sepi, perasaan Fio semakin tak karu-karuan. Hingga tiba-tiba ada seorang pria yang menarik tangan Fio, mendorongnya ke dinding lalu mencekik leher Fio. Fio berusaha meronta untuk melepaskan diri dari cengkeraman pria itu.

"Kenapa lo selametin nyawa dia hah? Harusnya lo biarin dia mati.” Teriak pria tak dikenal itu penuh kemarahan

“Lo siapa? Lepasin gue. Tolong...” Teriak Fio 

“Lo udah gagalin rencana gue, jadi sekarang biar lo duluan yang gue habisin."

"Lepasin gue.... Tol... Tolong...." Teriak pelan Fio dengan suara tercekik. Fio berusaha meronta untuk meloloskan diri sayangnya tubuhnya tak mampu melawan serangan dari pria tak dikenal itu.

Tiba-tiba saat pandangannya mulai kabur karena hampir kehabisan nafas. Terdengar suara bariton seorang pria yang ternyata adalah Matty.

"Lepasin!!" Teriak Matty kemudian menarik tubuh pria tak dikenal dan memukul wajah pria itu. Hanya dengan satu kali pukulan dari Matty pria itu sudah jatuh tersungkur.

"Are you okey? Jangan takut Fi, aku disini. Sekarang pejamkan mata kamu, bukalah saat aku memintanya. Okey?" Ujar Matty sambil berjongkok di depan Fio. Fio hanya sanggup menganggukkan kepala, dia masih agak shock dengan kejadian barusan.

Fio menutup matanya rapat-rapat, namun samar-samar terdengar rintihan dari pria tak dikenal itu. Tampaknya Matty sedang menghajar pria tersebut. Hingga suasana menjadi begitu tenang dan sepi.

Matty berjongkok lagi didepan Fiona sambil berkata.

"Sekarang bukalah matamu, jangan takut lagi yah ada aku disini." Ucap Matty lembut sambil membelai pelan kepala Fio. Reflek Fio membuka mata dan langsung menghambur dalam pelukan Matty. Matty agak tersentak karena pelukan Fio yang tiba-tiba, jantungnya berdebar kencang namun dapat segera dikuasainya.

"Kamu baik-baik aja?" Ucap Fio sambil menitikkan air mata.

"It's okey Fi, I'm fine. Sekarang semua sudah baik-baik saja, jadi jangan takut lagi." Ucap Matty sambil tersenyum lalu membelai pelan punggung Fio. Dia mengingat Fio yang pernah ditolongnya 21 tahun yang lalu.

"Thank you kak.. Kakak penolongku." Ucap Fio sambil melepas pelukannya dari Matty

"Sama-sama, gadis manis." Kata Matty yang menatap lekat mata Fio.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status