4
Hal pertama yang Fina lakukan saat terbangun dari tidurnya adalah melihat notifikasi di layar ponselnya. Berharap ada pesan masuk dari orang yang sedari beberapa hari lalu ia tunggu kabarnya. Karena tak menemukan apa yang dia inginkan di aplikasi chat, Fina beralih ke aplikasi i*******m. Kebiasaan itu ia lakukan sembari menunggu nyawanya dan niatnya terkumpul.
Ia menscroll beranda beberapa kali. Kemudian melihat feed yang berisi kenangan foto-fotonya. Matanya tertuju pada sebuah foto yang ia post setahun lalu. Foto Rama dengan caption ucapan selamat ulang tahun. Kemudian ia mereply postingan itu ke story dengan memberikan sebuah captioan.
“Where are u???” tulis Fina sebagai caption di i***a storynya.
Tak ingin terlalu kalut dengan perasaan hatinya. Fina segera bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudhu kemudia menunaikan sholat subuh. Dalam sujudnya, semua keluh kesah ia curahkan kepada sang pemilik hati. Karena Allah lah yang membolak balikkan hati manusia.
Rutinitasnya selalu sama setiap harinya. Berangkat kerja jam 7 dan pulang jam 5 sore. Hari ini di jam kerja, ia ada beberapa proyek yang harus segera ia selesaikan. Meskipun hatinya sedang kacau, tapi ia tak ingin pekerjaannya juga kacau. Ia harus bisa bersikap profesional dalam bekerja.
Di jam kerja, kembali Fina berselancar di akun intagramnya. Kali ini ia benar-benar terkejut melihat sebuah postingan lewat di berandanya. Sebuah postingan yang berisi foto dirinya dengan caption yang cukup panjang. Dengan telaten ia membaca setiap katanya.
“Kini yang aku miliki hanyalah kamu, Safina. Aku sudah mengikhlaskan semuanya, termasuk meninggalkan keluargaku hanya untuk kamu. Mungkinkah nanti kamu juga akan meninggalkan aku juga? membiarkan aku sendirian? Semoga Rabb ku memberikan kekuatan untukku dan untukmu,”
Jujur saja, Fina merasa tak paham dengan semua itu. Ia tak paham dengan kalimat meninggalkan keluargaku hanya untukmu. Apakah orangtuanya tak merestui hubungan diantara dirinya. Seketika kepalanya menjadi pusing. Lelaki itu belum menghubunginya, tetapi mengapa bisa ia menyempatkan untuk menuliskan caption yang seperti itu.
Terlihat dipojok kanan atas terdapat sebuah pesan masuk yang belum sempat ia baca. Kemudian Fina membuka dm yang ternyata dari akun Rama. Dalam pesannya ia menjelaskan bahwa saat ia pulang ke Jawa Tengah, ia mengalami kecopetan sehingga ponsel dan barang yang lainnya hilang. Itu sebabnya ia baru bisa menghubunginya sekarang.
Setidaknya kini hatinya sedikit tenang sudah memperoleh kabar dari kekasihnya. Meskipun masih ada yang menganggu pikirannya. Tapi ia berusaha untuk tetap bersikap tenang dan dewasa. Ia berharap Rama juga segera menemuinya. Tak lama dari itu, panggilan masuk dari nomor tak di kenal. Jika dilihat dari profilnya, itu adalah foto dirinya dengan Rama. Tanpa perlu pikir panjang, Fina menerima panggilan tersebut.
“Assalamualaikum,” ucap Fina yang kemudian mendapat jawaban dari orang diseberang sana. Mendengar suaranya, Fina merasa tenang. Suara itu kembali lagi, setelah hampir dua pekan tak ia dengar.
“Maaf, kita bisa ketemu nanti sepulang kamu kerja? Aku akan jelaskan semuanya, aku juga akan jemput kamu!,” ucap Rama yang terdengar seperti perintah untuk menemuinya. Tanpa banyak cerita, aku menerima ajakannya.
Saat itu Fina juga tak bisa ngobrol banyak hal dengan Rama. Masih jam kantor, sekaligus masih banyak yang belum ia selesaikan. Fina mengembuskan nafasnya lega setelah berkomunikasi dengan Rama. Seperti itukah rasanya rindu. Ingin bertemu namun terhalang oleh sesuatu.
***
Fina melangkahkan kakinya lebih cepat untuk menuju ke tempat parkir. Tak sabar rasanya untuk segera menemui sang kekasihnya. Fina mengedarkan pandangan mencari mobil milik Rama. Saat matanya menemukan mobil hitam yang ia kenal, ia langsung berlari kesana. Tampak dari dekat, di balik kaca mobil, senyum laki-laki itu kembali terlihat. Fina segera masuk ke dalam mobil melalui pintu samping. Kemudian duduk di sampirng kursi pengemudi.
Bukannya tertawa, duduk disebelah Rama membuat Fina menangis yang justru membuat Rama menjadi bingung. Di dekapnya kepala Fina ke dalam pelukannya. Sambil mengucap maaf, Rama mengelus puncak kepala wanitanya. Ia juga sama merasakan rindu yang teramat dalam pada Fina. Ia juga merasa bersalah karena tak bisa menghubungi Fina selama dia menyelesaikan urusannya di kampung halaman.
“Kamu jahat tau, katanya kamu mau melamar aku, malah kamu ghosting aku. Jahat kamu, jahat,” rancau Fina dari dalam dekapan Rama. Ia berusaha memukul Rama namun ia tidak cukup kuat untuk melakukannya. Fina sangat merasa kesal pada Rama, tapi ia juga merindukan laki-laki itu.
“Maafin aku ya, sayang. Aku sekarang kembali untuk kamu, aku akan melamar kamu sekarang,” ucap Rama. Fina tak memberikan respon, ia masih nyaman berada dalam dekapan pria itu. Ia masih sangat merindukan Rama, dan tak ingin lagi ditinggal olehnya.
Rama menjelaskan apa yang terjadi selama dia pulang ke rumahnya. Mengenai sedikit konflik yang terjadi antara dirinya dengan keluarganya. Hingga ia memutuskan untuk tetap memperjuangkan cintanya bersama Fina. Kedatangannya saat ini tak sendiri. Rama datang bersama sang Ayah dan Omnya. Tujuannya satu yaitu untuk segera melamar dan menghalalkan Fina untuk menjadi pasangan hidupnya.
“Kamu serius mas?” tanya Fina tak percaya. Sekalipun Rama berulang kali menjanjikan kepastian hubungannya. Tapi jika ia belum datang ke rumah dan melamar kepada orangtuanya. Fina masih belum bisa mempercayai semuanya.
“Aku serius saya, kalau perlu malam ini kita pulang ke rumah kamu,” jawab Rama. Tak ada keraguan dari bola matanya. Fina melihat ketulusan hati Rama untuk meminangnya.
“Besok saja, nanti aku beritahu orangtua ku dulu, kalau kamu mau datang ke rumah di temani oleh keluarga,” balas Fina.
Meskipun tubuhnya lelah habis bekerja, tapi Fina tak ingin cepat pulang dan beristirahat. Ia masih ingin berdua bersama Rama. Sudah cukup dua pekan mereka tak bersama, kini tiba waktunya mereka melepas rindu bersama. Rindu memang berat, terlebih saat waktu terus membari sekat. Tapi temu di waktu yang tepat akan menjadi kenangan yang lekat.
Rama dan Fina menghabiskan waktu berdua di salah satu kafe sekaligus tempat wisata malam. Sebuah tempat yang selalu ramai dikunjungi kaula muda. Ditemani dua cangkir kopi yang sudah mulai dingin. Mereka ngobrol banyak hal mengenai masa depan. Fina berusaha tak membahas lebih dalam kemana Rama pergi dua pekan lalu. Jawaban yang telah diberikan dirasa sudah cukup membuatnya tenang.
***
Setelah beberapa waktu berlalu, hari ini Denias mendapat pesan masuk dari Rama yang tidak lain adalah ayah kandung dari anak-anak sambungnya. Denias tau betul konflik yang masih berkelanjutan antara istrinya dan mantan suami. Denias tidak bisa langsung menyalahkan sikap Fina, karena bagaimana pun tidak mudah berada di posisi istrinya tersebut. Begitupun dengan Rama, sikap Fina kepadanya adalah konsekuensi dari perbuatannya dimasa lalu."Sorry Den, aku Rama, ayah dari Ali dan Alfa. Kalau nggak keberatan apa bisa kita bertemu?" pesan Rama pada Denias melalui aplikasi chat.Sebenarnya Denias sudah menerima pesan tersebut dari tadi, hanya saja ia baru memiliki jawaban untuk pesan tersebut. Ia berusaha untuk tenang menyikapi pesan tersebut. Denias juga tidak buru-buru menceritakan hal tersebut kepada Fina."Iya Ram, boleh, kapan?" balas Denias langsung.Tidak butuh waktu lama, pesan tersebut langsung dibalas oleh Rama."Malam ini kalau bisa, kebetulan sekarang masih ada di Malang," balas R
Sebenarnya Fina sudah sangat lelah dengan masa lalunya itu. Setelah ia membangun rumah tangga baru, ia kira hidupnya akan lepas dari bayang-bayang masa lalu, namun nyatanya tidak. Rama masih saja mengusik hidupnya. Andai saja perpisahan dirinya dengan Rama tidak meninggalkan luka, mungkin Fina sudah berdamai dengan Rama. Ia bisa mengesampingkan egonya demi anak-anak. Tapi nyatanya tidak, perpisahannya dengan Rama hanya menyisakan luka, air mata dan trauma bagi Fina.Bagaimana tidak, sepanjang pernikahan pertamanya, ia tidak diterima di keluarga Rama. Jangankan diterima, restu saja tidak ia peroleh, bahkan di hari pernikahannya, sang ibu mertuanya tidak hadir. Saat pertama kali datang ke rumah mertuanya tersebut, ia seolah tidak dianggap, tidak diterima dengan baik. Bahkan selama menikah dengan Rama, status dirinya bukanlah istri pertama, melainkan istri kedua tanpa sepengetahuannya.Masa lalu seperti itu yang bisa Fina terima? tentu tidak. Fina sudah cukup menderita selama pernikahan
"Fin, ikut gabung makan siang sama kita yuk, kita mau makan di kafe belakang kantor," ajak Dita, teman kantor Fina."Sorry, lain kali aja deh kayaknya, aku masih ada kerjaan urgent nih, kebetulan aku juga bawa bekal, kalian duluan aja," balas Fina menolak ajakan Dita."Projeknya sama Pak Aris ya?" tanya Dita memastikan.Fina hanya menganggukan kepalanya sembari tersenyum. Ekspresi senyum Fina membuat Dita seolah paham, perempuan itu sedang butuh disemangatin. Dita sudah pernah turut mengerjakan projek dari Pak Aris yang orangnya super duper teliti, banyak mau dan perfeksionis."Semangat sayang, jangan lupa makan siang ya," ucap Dita memberikan semangat kepada Fina."Sekarang mau kemana? keluar?" lanjut tanya Dita."Iya nih, barusan Pak Aris ngabarin Reno ngajak ketemuan untuk bahas progressnya, dan Reno lagi ada meeting sama klient lain, jadi karna aku yang lagi free, jadi aku yang berangkat," jelas Fina."Udah dulu ya, liat nih, udah di telfon mulu sama Pak Aris, aku berangkat dulu,"
Fina merasa hidupnya kembali sempurna, hari-harinya selalu diselimuti perasaan bahagia. Anak-anaknya tumbuh dengan baik. Sekolah mereka juga berjalan dengan lancar. Perkerjaan Fina dan Denias juga alhamdulillah berjalan dengan baik. Semua terasa indah dan sempurna. Jika mengingat beberapa waktu lalu, rasanya kebahagiaan ini seolah tak akan menghampiri dirinya. Tapi Allah selalu memiliki rencana yang lain. Rencana yang selalu indah, di luar perkiraan yang selalu ia takutkan.Belajar dari pengalaman hidupnya selama ini, Fina selalu ingat bahwa kebahagiaan akan selamanya ada, dan kesedihan juga tidak akan selamanya menghampiri. Hidup yang telah ditentukan oleh sang pencipta selalu seimbang. Saat kebahagian datang menghampiri, pasti akan selalu ada kesedihan yang bergantian akan menghampiri. Untuk itu, Fina tidak ingin terlalu terlena dengan kebahagiaan yang kini ia rasakan. Karna mungkin saja, sebentar lagi kesedihan akan menghampirinya.Pagi ini, seperti biasa, sebelum berangkat kerja,
Menikah dengan Denias merupakan suatu hal yang sangat Fina syukuri dalam hidupnya. Hari-harinya kini selalu dihiasi dengan perasaan senang dan bahagia. Namun kini Fina tengah bingung untuk mengambil keputusan dimana ia dan suami akan tinggal. Selama hampir sebulan ini, ia dan suami masih hrus bolak balik dari rumah Fina ke rumah Denias. Anak pertama Fina masih harus menyelesaikan sekolahnya di dekat rumah Fina. Kemudian anak keduanya juga sangat dekat dengan sang nenek, setiap kali jauh dari neneknya, Alfa selalu bingung mencari sang nenek. Itu sebabnya Fina masih belum bisa tinggal menetap di rumah Denias.Begitupun sebaliknya dengan Denias. Jika ia sering tinggal di rumah Fina, ia tidak tega jika harus selalu menitipkan anak-anaknya kepada sang ibu. Terutama Adit yang masih SD, ia juga membutuhkan perhatian dan kasih sayang penuh darinya. Tidak jarang, mereka harus pulang ke rumah masing-masing. Mereka seperti itu mungkin untuk beberapa bulan ke depan, mengingat Ali sebentar lagi lu
Fina segera meninggalkan Denias yang masih setia menatap langit malam. Ia masuk ke dalam kamar hotel. Tidak lupa menekan tombol yang secara otomatis menutup tirai jendela besar yang memisahkan kamar hotel dengan balkon. Denias yang dengan cepat menangkap sinyal yang diberikan oleh istrinya segera masuk ke dalam kamar hotel. Ia tidak mendapati Fina di dalam sana.Denias memilih menunggu Fina dengan duduk dipinggir ranjang sambil menikmati secangkir minuman yang ia bawa dari balkon. Tidak butuh waktu lama, ia melihat Fina berjalan menuju arahnya menggunakan ligerai seksi yang telah ia pilihkan sebelumnya."Sempurna," gumam Denias saat menatap Fina berjalan ke arahnya.Jalan Fina yang melikuk, membuat Denias ingin sekali segera menerkam dan memangsa habis-habisan istrinya itu. "You look so beautyfull, honey," ucap Denias sambil meletakkan dagunya di atas bahu Fina.Seperti biasa, aroma parfum apel milik Fina membuat Denias semakin tergoda. Ia menghirup aroma tersebut, menyusuri setiap in