Beberapa bulan lalu, Fina telah diwisuda, yang menandakan perjuangannya di bangku kuliah telah ia selesaikan. Level baru dalam hidupnya kini harus ia mulai. Menjadi fresh graduate membuatnya berjuang keras untuk mendapatkan pekerjaan. Sebuah tanggung jawab baru kini berada di pundaknya. Bapak sudah banting tulang untuk pendidikannya. Kini saatnya ia meringankan beban orangtuanya.
Hari ini menjadi jadwal interview di tempat ia melamar pekerjaan. Jantungnya berdebar kencang, rasa deg-degan kembali ia rasakan. Ditemani Rama yang setia mengiringi langkahnya membuat Fani merasa sedikit lebih tenang. “Relaks aja, jangan dibikin tegang, kamu pasti bisa,” balas Rama.
Fina berulang kali bertanya mengenai pengalaman pertama Rama saat melakukan wawancara. Rama memang lebih dahulu memiliki pengalaman itu. Saat ini ia juga sudah menjadi staff tetap di salah satu perusahaan konstruksi. Sidang tesisnya sudah selesai dia lakukan, kini hanya tinggal wisudanya. Dan selanjutnya ia akan berjuang bersama Fina untuk meraih masa depan.
Fina dipanggil untuk masuk ke ruang HRD untuk dilakukan wawancara. Beberapa menit setelahnya ia keluar dengan perasaan lega. Hal itu terlihat dari pancaran wajahnya yang sumringah. Rama langsung berdiri menyambut Fina. Pertanyaan mengenai apa hasilnya langsung terlontar dari bibir Rama.
“Gimana?” tanya Rama.
“Alhamdulillah aku langsung diterima,” jawab Fina sedikit histeris, namun ia sadar bahwa ia masih berada di depan pintu HRD.
“Wah, selamat sayang,” ucap Rama kemudian mengajak Fina untuk keluar dari tempat itu.
Fina diterima bekerja di kantor jasa arsitektur. Sebuah pekerjaan yang sesuai dengan bidang yang ia kuasai. Mulai senin besok ia sudah bisa mulai bekerja. Melihat kekasihnya diterima kerja membuat Rama juga turut bahagia. Bahkan sebuah pelukan ia hadiahkan untuk gadis yang ia cintainya itu saat keduanya berada di dalam mobil.
“Makasih banyak ya mas,” ucap Fina pada Rama saat masih dalam pelukannya.
“Besok aku mau pulang ke jawa tengah, insyaallah, sepulang dari sana aku mau melamar kamu Fin,” ucap Rama membuat Fina langsung mengurai pelukannya.
Fina kaget dengan ucapan Rama mengenai keinginan untuk melamar dirinya. Pasalnya Rama belum pernah memperkenalkan dirinya pada keluargnya. Ia hanya sedikit tau mengenai keluarga Rama dari penuturan dan cerita Rama. Bahkan untuk ngobrol via sambungan telepon pun tak pernah.
“Kamu belum memperkenalkan aku sama orangtua mu mas, yakin kamu mau langsung melamar aku?” tanya Fina.
“Aku sudah sering menceritakan kamu kepada Mama juga Ayah. Aku yakin, mereka akan mendukung keputusan aku. Aku sangat mencintai kamu Fin, cuma kamu yang aku mau. Kalau bukan kamu yang menjadi ibu dari anak-anak aku nanti, aku lebih memilih untuk membangun rumah tangga dengan siapapun,” ucap Rama.
Lagi-lagi Fina dibuat terharu dengan apa yang dilakukan Rama kepadanya. Terlihat dari perlakuannya, Rama sangat tulus mencintainya. Begitupun dengan ia yang juga sangat mencintai Rama. Fina berharap niat baik Rama akan dipermudahkan. Orangtua Rama menerima begitupun orangtuanya juga menyetujui.
***
Sudah lebih dari seminggu dari kepergian Rama untuk pulang ke rumahnya. Selama itu juga Fina tak mendapat kabar dari sang kekasih. Ponselnya tak bisa dihubungi membuatnya semakin khawatir. Bahkan sosial medianya juga sudah lama tak aktif. Hampir semua cara ia lakukan untuk mendapatkan kabar dari Rama. Dari mengirim pesan melalui w******p, dm i*******m, inbox f******k bahkan sms singkat. Tak ada yang berhasil ia lakukan.
Fina juga beberapa kali menghubungi teman-teman Rama, berharap ia mendapat kabar dari sana. Tapi nyatanya juga sama, Rama seolah hilang dari kehidupan. Tak meninggalkan jejak apapun selain pertemuan terakhir sehari sebelum ia pulang ke kampung halamannya.
Tak ingin terlalu pusing memikirkan sang kekasih yang sudah seperti bang toyip yang tak pulang-pulang. Fina memilih untuk kembali fokus dengan pekerjaan yang harus segera ia selesaikan. Ia tak ingin berprasangka buruk kepada Rama. Karena prasangka itu hanya akan membuat batinya tersakiti.
Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 17.00 WIB. Beberapa orang sudah mulai berdiri dari tempat duduknya. Delapan jam sudah mereka memenuhi tuntutan jam kerja. Fina segera menutup komputernya. Kemudian juga mengemas barang-barangnya. Chika, teman dekatnya sudah menunggu dirinya untuk pulang bersama.
“Wajah kusut gitu, capek ya?” tanya Chika membuat Fina memasang wajah jeleknya untuk merespon pertanyaan Chika yang tak ingin ia jawab dengan kata-kata. Bukan capek fisik yang ia rasakan tapi batinnya yang kini merasa lelah. Lelah karena tak mendapat kabar dari Rama. Ia merasakan apa yang namanya ghosting.
Sebelum pulang ke tempat masing-masing. Chika mengajak Fina untuk makan bareng di salah satu restoran. Bukan Chika kalau ia tidak kepo dengan urusan semua orang, termasuk sekarang dengan urusan Fina. Chika dari kemaren sudah melihat Fina ynag tak bersemangat dalam berkeja. Ia mengira Fina pasti ada masalah namun tak mau diceritakan kepada siapa-siapa.
“Kalau ada masalah tuh cerita aja kali Fin, jangan dipendem sendiri,” ucap Chika sambil bersiap untuk menyantap makanannya.
“Kamu pernah ngerasain di ghosting?” tanya Fina membuat Chika sejenak berpikir kemudian menggelengkan kepalanya.
“Itu yang sekarang aku rasain. Setelah kemaren dibuat senang dengan harapan untuk di lamar, eh justru sekarang di ghosting,” balas Fina sambil menyantap makanannya.
Rasa penasaran Chika semakin bertambah. Chika tau jika Fina sudah memiliki kekasih, tapi ia baru tau kalau Fina sudah diberi harapan untuk dilamar. Chika jadi penasaran dengan sosok kekasih Fina yang berani-beraninya berlaku seperti itu pada temannya. Fina sedikit terbuka kepada Chika mengenai masalahnya. Chika juga memberikan respon juga masukan yang membuatnya sedikit lebih tenang.
“Yang sabar ya sayang. Semoga nanti pulang-pulang dari sana, dia langsung membawa rombongan keluarga datang ke rumahmu,” ucap Chika berusaha menguatkan.
“Ihh, jangan bikin orang makin berharap tau,” balas Fina.
Usai makan malam bersama, keduanya tak lantas langsung pulang. Untuk mengurangi rasa stres karen pekerjaan ataupun masalah lainnya. Mereka memutuskan untuk sekedar jalan-jalan mengelilingi mal. Meskipun tak belanja, itu juga bisa menaikkan moodnya. Fina sangat bersyukur bisa ditemukan dengan teman sebaik Chika. Meskipun pertemanannya masih terbilang baru, tapi Chika sangat mengerti dirinya. Begitupun Ia juga berharap kehadirannya juga mampu membantu Chika. Karna pada dasaranya seperti itulah prinsip persahabatan selalu ada dalam posisi roda berputar disisi mana saja.
***
4Hal pertama yang Fina lakukan saat terbangun dari tidurnya adalah melihat notifikasi di layar ponselnya. Berharap ada pesan masuk dari orang yang sedari beberapa hari lalu ia tunggu kabarnya. Karena tak menemukan apa yang dia inginkan di aplikasi chat, Fina beralih ke aplikasi instagram. Kebiasaan itu ia lakukan sembari menunggu nyawanya dan niatnya terkumpul.Ia menscroll beranda beberapa kali. Kemudian melihat feed yang berisi kenangan foto-fotonya. Matanya tertuju pada sebuah foto yang ia post setahun lalu. Foto Rama dengan caption ucapan selamat ulang tahun. Kemudian ia mereply postingan itu ke story dengan memberikan sebuah captioan.“Where are u???” tulis Fina sebagai caption di insta storynya.Tak ingin terlalu kalut dengan perasaan hatinya. Fina segera bergegas ke kamar mandi untuk mengambil wudhu kemudia menunaikan sholat subuh. Dalam sujudnya, semua keluh kesah ia curahkan kepada sang pemilik hati. Karena Allah lah yang membolak ba
Mobil milik keluarga Rama sudah terparkir di depan rumah Fina yang baru selesai direnovasi. Sebuah rumah hasil karya desain Rama. Terlihat rumah Fina juga sepertinya sudah disiapkan untuk menyambut tamu. Bahkan adiknya, tadi pagi dijemput dari asrama untuk membantu ibunya mempersiapkan semuanya. Safa, sapaan akrab Safana, adik satu-satunya Fina. Ia langsung merangkul kakaknya mengurai kerinduan karena sudah lama tak jumpa.“Boleh izin ternyata, dek?” tanya Fina dan Safa mengangguk mengiyakan.“Kakakmu pulang bawa calon tuh,” ucap Ibu sambil berjalan dari dapur menuju ruang tamu membawa beberapa gelas minuman hangat.“Maaf ya pak, ya begini keadaan rumah Fina, baru direnovasi belum selesai sepenuhnya,” ucap Ibu Hana. Ia takut jika tamunya merasa tidak nyaman berada di rumahnya.“Jangan merendah seperti itu, Ibu. Memiliki putri berprestasi jauh lebih membanggakan dibandingkan dengan harta kekayaan,” balas Anto
Sebuah mobil hitam baru saja berhenti di depan rumah Fina. Mobil itu merupakan mobil milik Rama. Di akhir pekan, Rama menyempatkan waktunya untuk bertemu dengan tunangannya. Keduanya memiliki agenda untuk berlibur sembari ingin melakukan foto pre wedding.Rama keluar dari mobilnya dengan membawa tentengan disalah satu tanganya. Fina yang sedang menyapu teras rumahnya, memberikan senyum sapaan. Rama benar-benar menepati janjinya. Ia sampai di rumah Fina tepat jam 7 lewat 5 menit. Rama sengaja datang pagi karena ia ingin ikut sarapan bersama keluarga calon istrinya.“Hmm rajinnya,” ucap Rama saat sampai di teras rumah, tak jauh posisinya dengan Fina yang sedang menyapu bagian ujung teras.“Iya dong, kan mau pencitraan depan calon suami,” balas Fina sambil tersenyum.Rama memilih duduk terlebih dahulu di kursi teras sambil menunggu Fina menyelesaikan pekerjaanya. Ia barusaja melakukan perjalanan jauh dari Surabaya. Itu ia lakukan agar
Sebuah tenda biru telah terpasang dipelataran rumah Fina. Konsep pernikahan sederhana yang Fina inginkan akan segera terealisasikan. Sebuah dekorasi pelaminan sudah disiapkan. Tak lupa, foto prewedding ingin ia tampilkan disana. Nuansa putih dan biru menjadi pilihan untuk dekorasi ruangan.Pada acara akad dan resepsi besok, tak banyak yang mereka undang. Rangkaian acara resepsi pun hanya akan digelar sehari semalam. Hal itu harus mereka lakukan, karena ada beberapa pekerjaan yang bentrok dan tak bisa mereka tinggalkan. Baik pekerjaan Fina maupun pekerjaan Rama.“Masa, kamu sama Rama nggak dapet cuti?” tanya Bude Ani saat Fina barusaja bergabung dengan ibu-ibu yang sedenga mengemas kue kering.“Kita cuma ada cuti dua hari, sedangkan Mas Rama cuma sehari,” jawab Fina sambil ia membantu aktivitas disana.“Udah calon manten jangan ikut repot, mending kamu tuh perawatan diri, meni pedi,” ucap Bu Rosa.Pergantian
Fina dibuat deg-degan dengan kedatangan Rama ke dalam kamarnya. Apalagi mengingat kata eksekusi yang tadi diucapkan oleh Rama. Apa iya, ia akan pecah telor malam ini juga. Sejujurnya ia merasa sudah sangat lelah. Tapi, ini adalah hari pertamanya menjadi seorang istri, masa ia tak ingin menuruti kemauan suami.“Udah sholat?” tanya Rama dan Fina mengangguk.Rama kemudian keluar dari kamarnya untuk ke kamar mandi mengambil wudhu. Kemudian menunaikan kewajiban sholatnya. Ia memilih sholat di kamar Fina. Sajadah dan perlengkapan lainnya sudah Fina siapkan. Rama terlebih dahulu melakukan ibadah wajibnya, baru kemudian menyempurnakan separuh ibadahya bersama Fina. Perempuan yang sudah sah menjadi sang istri.“Mau dinyalain aja apa mau di matiin?” tany Rama membuat Fina bingung harus menjawab apa. Sedari kejadian Rama membantunya membuka gaun, jantungnya terus berdegup kencang. Ia pun menjadi bingung dalam memberikan jawaban.
Warning 18+“Ahh, ma-s, a-ku nggak ku-at lagih,” ucap Fina sambil mendesah. Matanya pun masih terpejam menikmatin permainan jari di inti miliknya.Rama sudah mulai tak sabar untuk melakukan permainan intinya. Tapi ia ingin membuat Fina menikmati semuanya. Malam pertama akan membuatnya sakit. Tapi ia ingin meminimalkan itu dengan melakukan foreplay yang cukup. Ia harus lebih sabar, meskipun adiknya di bawah sudah tak sabar menikmati liang senggama milik Fina.Rama sudah membuang sembarang celana dalam milik Fina. Kini istrinya sudah telanjang bulat. Tak ada sehelaipun benang dalam tubuhnya. Rama sangat takjub melihat lekuk indah tubuh Fina. Wajah cantik yang adem, kulit putih terawat, dada sekal, dan liang senggama yang ditumbuhi bulu tipis, terlihat istirinya itu sangat menjaga mahkota yang sebentar lagi akan menjadi miliknya,Rama berdiri, kemudian berbaring di samping Fina yang wajahnya penuh dengan keringat. “Ini akan se
Terdengar lantunan suara adzan berkumandang di masjid dekat rumah Fina. Suara itu membuatnya terbangun dari tidur panjang semalam. Tangan Rama masih melingkari di perut yang tak terhalang sehelai benang pun. Usai pertempuran semalam, mereka langsung tertidur kelelahan. Fina perlahan melepas pelukan itu, dan berusaha keluar dari balik selimut. Ia merasa ada yang menganjal dibagian bawahnya.Penyatuan semalam, menyisakan rasa perih saat ia berusaha untuk berjalan. Baru turun dari atas ranjang, perih itu menjalar keseluruh tubuhnya. Terlebih dahulu, ia mengenakan pakaian yang semalam dilepas. Ia memungut satu persatu. Langkahnya masih pendek, tapi ia harus bisa kembali berjalan normal. Malu jika ia keluar dengan posisi jalan yang ketara menahan rasa sakit.Fina mencium pipi Rama, mengelus kulit bersih itu. Ia juga mengucapan rasa cinta, membisikkan kalimat terimakasi, karena telah menjadikan miliknya seutuhnya. Baru setelahnya ia keluar dari kamar untuk pe
Sedari pulang dari hotel siang tadi, Fina langsung disibukkan dengan mempersiapkan semua kebutuhan Rama untuk kembali ke Surabaya. Meninggat masa cuti Fina masih ada, ia memutuskan untuk ikut menemani suaminya. Masih dalam suasana pengantin baru, mereka berdua masih enggan untuk berpisah.Satu koper milik Rama sudah selesai Fina siapkan, ditambah dengan satu ransel berisi pakaiannya. Selain itu juga Ibu membawakan mereka beberapa makanan untuk di makan nanti di Surabaya. Semua barang sudah di masukkan ke dalam mobil. Fina dan Rama sudah siap untuk berangkat.“Rama, izin berangkat dulu ya, Bu.” Rama mencium punggung tangan Ibu mertuanya kemudian bergantian kepada Bapaknya. Begitupun dilakukan oleh Fina.“Kalian hati-hati di sana ya, kalau udah sampe langsung hubungin Ibu,” ucap Ibu Hana.Rama dan Fina masuk ke dalam mobil. Kemudian melajukannya pelan menyusuri jalanan desa hingga ke kota. Beberapa tetangga menyapa se