Suatu kejadian tidak terduga menimpa Zahra, pada saat itu dirinya tak sengaja menabrak seseorang, hingga membuat dirinya harus menanggung semua akibatnya. Zahra menabrak istri dosennya sendiri, sehingga Zahra di minta menjadi istri kedua oleh istri dosennya itu karena tidak bisa memiliki keturunan lagi, akibat kecelakaan itu. Pria tampan yang bernama Abian Kaliandra itu menolak mentah-mentah, tapi karena terus di desak oleh istrinya, terpaksa Abian menerimanya. Pernikahan itu terjadi, namun sama sekali tidak membawa kebahagiaan di dalam hidup Zahra, bahkan Abian terus bersikap kasar pada istrinya itu. Zahra di paksa memiliki keturunan oleh pak Landra- papi Abian. Karena Abian harus memiliki seorang pewaris. Namun sikap Abian yang kejam dan tak pernah menganggap Zahra, membuat Zahra akhirnya menyerah. Hingga pada akhirnya, Zahra memilih pergi, dirinya menyerah dengan semua ini. Dirinya sungguh tidak sanggup lagi hidup bersama dengan Abian... Dan siapa sangka, Abian sadar akan semuanya, apalagi saat menemukan sebuah fakta yang membuatnya semakin merasa bersalah pada Zahra...
View More*
Angin senja yang sejuk dan lembut menghembus melalui pelataran jendela rumah sakit, membawa dengan dirinya aroma musim gugur yang segar. Daun-daun kering berderak di bawahnya, sambil terbang lepas, tertiup angin yang berhembus secara ritmis. Suara daun bergesekan dan angin yang berbisik melalui celah-celah jendela menciptakan melodi alam yang tenang. Cahaya senja menyinari pelataran, memantulkan bayangan yang memanjang dan menari di dinding-dinding rumah sakit. Di luar, langit berubah menjadi palet warna oranye dan ungu, sementara matahari perlahan tenggelam, memberikan nuansa kedamaian yang kontras dengan situasi di dalam rumah sakit. "Menikahlah dengan suamiku, aku mohon, aku sudah tidak bisa memberikan keturunan untuk suamiku" ucap Dona tulus, istri Abian Kaliandra sambil menatap lekat wajah teduh milik Zahra. Abian Kaliandra adalah seorang dosen di mana tempat Zahra mengenyam pendidikan di universitasnya. Zahra terbelalak. "Maaf mbak, saya menolaknya, mana mungkin saya menikah dengan suami, mbak. Saya–" Dona menggenggam erat tangan Zahra. "Saya mohon. Kamu lah harapan saya. Tidak ada yang lain Zahra... Kamu tidak ingat, karena kecelakaan ini saya jadi seperti ini?" Ucap Dona sambil memohon dengan tatapan sendunya. Zahra tetap menggelengkan kepalanya, walaupun dirinya menyukai dosennya itu, tapi tetap, Zahra tidak mau di jadikan madu oleh istri pertama Abian. "Saya tidak mau mbak." Zahra melepaskan kedua tangan Dona, lalu bangkit dari duduknya. "Jika memang mbak meminta hal lain, mungkin saya akan senantiasa menuruti itu, tapi kalau yang ini, saya tidak bisa." Ucap Zahra tegas. Dona, menundukkan kepalanya. "Kamu tidak ingat apa yang saya katakan tadi? Bahkan dokter mendiagnosis saya tidak memiliki keturunan lagi, itu semua karena kamu Zahra. Jadi, kamu harus bertanggung jawab." Deg Tubuh Zahra membeku, dengan hembusan nafas yang memburu. Tangannya mengepal erat. "Saya tidak mau!" Suara tegas itu membuat Zahra dan Dona menoleh menatap seseorang yang berdiri di ambang pintu dengan raut wajah datar dan dinginnya. Sampai membuat Zahra menelan salivanya susah payah. Ini dosennya, dosen pembimbingnya yang terkenal galak, namun juga tampan, anak dari seorang pengusaha terkenal di kota itu Landra. "Mas!" "Stop Dona! Saya tidak mau kamu berbicara ngawur seperti itu lagi. Walaupun kamu tidak bisa mempunyai keturunan lagi, tapi saya tetap mencintai kamu" Deg Jantung Zahra rasanya seperti di tusuk ribuan pisau mendengar perkataan sang dosennya itu. Entahlah, walaupun galaknya tidak ketulungan, tetapi Zahra sudah lama mengaguminya dalam diam. Bahkan dulu Zahra selalu berdoa, berharap dirinya bisa di takdir kan dengan Abian. Tapi ketika Zahra tau jika Abian sudah mempunyai istri, Zahra perlahan mencoba melupakan sosok Abian, dirinya tidak mau di sebut pelakor. "Mas, aku mohon. Lihatlah kondisi aku. Aku cacat mas! Aku cacat karena kecelakaan itu" ucap Dona sambil terisak. Zahra mengepalkan kedua telapak tangannya dengan kencang saat mendengar perkataan wanita itu. Ya ini memang salahnya. Dirinya yang tidak berhati-hati mengendarai mobil sehingga menabrak mobil Dona. Tapi, apakah wanita itu harus berbuat seperti ini? Membuat Zahra tersudut dan semakin merasa bersalah. Abian menghembuskan nafasnya berat, melirik ke arah Zahra, ingin melihat reaksi gadis itu, entahlah dirinya juga bingung harus bagaimana. Dirinya tak mau menikahi mahasiswinya itu, dirinya juga tak ada niatan mencari istri kedua. "Mas, aku mohon, setidaknya kamu bisa memberikan cucu untuk Papi. Kamu tau kan bagaimana papi sangat menginginkan kehadiran seorang cucu?" Ucap Dona lagi, dan hal tersebut membuat Abian tampak berpikir, lalu sedetik kemudian Abian menghembuskan nafasnya kasar. 'Tidak ada pilihan lain, bahkan Papinya Landra menyuruhnya, sama persis apa yang di ucapkan Dona.' "Zahra, apa kamu bersedia menikah dengan saya?" Tanya Abian, tapi matanya menatap sang istri yang tengah terbaring di atas ranjang sana sambil mengulas senyumnya. Bahkan Dona tersenyum, tidak menampilkan raut wajah kecewa sama sekali, saat suaminya melamar gadis lain di depan matanya. Itu memang yang di harapkan oleh Dona. Zahra gelagapan, melirik Abian sebentar, lalu menoleh ke arah Dona, dirinya sungguh bingung harus menjawab apa. "Saya–" "Zahra, kamu harus mau" Zahra tersenyum kecut, dirinya tak menyangka jika takdirnya akan sekejam ini, dirinya akan di jadikan istri kedua oleh Dosennya itu. Tangan Dona terulur meraih tangan Zahra yang ada di dekatnya itu, lalu di genggamnya dengan erat. "Kamu kan sudah berjanji dengan saya tadi. Kalau kamu akan melakukan apa pun untuk menebus kesalahan kamu" Deg Tubuh Zahra membeku. Walaupun setelahnya dirinya menyetujui permintaan Dona. • "Tidak! Bunda tidak mengijinkannya Zahra!" Pekik Ana– bundanya Zahra. "Bunda, tapi, tapi ini salah Zahra" lirih Zahra sambil meneteskan air matanya. Ana menghela nafasnya panjang. Bani mengelus bahu istrinya itu yang sudah bergetar dengan pelan. "Sayang tenang lah" ucap Bani. Ana menggelengkan kepalanya. "Gimana aku bisa tenang mas? Kalau Zahra pulang bilang kayak gitu. Kalau yang mau nikahin dia masih sendiri enggak masalah, ini udah punya istri. Enggak, enggak aku enggak terima mas" tolak Ana keras. Siapa yang mau melihat anaknya menikah dengan pria yang sudah beristri, apalagi Zahra akan di jadikan istri kedua oleh pria itu. Bani menghembuskan nafasnya panjang. "Ra, ayah kan sudah sepakat dengan keluarganya. Lagian pak Landra udah setuju juga, nggak mempermasalahkan apa pun, kamu kan dengar sendiri. Ayah akan membiayai semua pengobatannya sampai dia sembuh" ucap Bani mengingat pembicaraan dirinya dengan pak Landra kemarin. Zahra menghembuskan nafasnya kasar. "Ayah sama bunda nggak tau apa yang terjadi selanjutnya" lirih Zahra. Ana dan Bani menaikkan sebelah alisnya bingung menatap Zahra. "Ada apa nak?" Tanya Bani. Zahra menghela nafasnya panjang, "mbak Dona di diagnosa enggak bisa mempunyai anak lagi, ayah, karena kecelakaan itu," ucap Zahra. Deg Ana dan Bani tersentak mendengar perkataan Zahra. "Pak Landra tau?" Tanya Bani. Zahra menganggukkan kepalanya. "Baru tau ayah. Dan pak Landra juga meminta Zahra menjadi istri kedua Pak Abian, agar pak Abian memiliki pewaris" lirih Zahra sambil menundukkan kepalanya. Rasa sesak di dalam dadanya tiba-tiba menyeruak. "Ya Allah, astaghfirullah" Ana membekap mulutnya, sambil menangis. "Dan mbak Dona bilang, ini semua karena Zahra, jika bukan karena Zahra, mereka mungkin akan mempunyai keturunan" sambung Zahra dan semakin membuat Ana terisak .. Bani menengadahkan kepalanya ke atas. Rasanya begitu sesak di dalam dadanya sana. • Akhirnya, pernikahan itu terjadi. Zahra dan Abian benar-benar menikah sesuai apa yang di inginkan oleh Dona dan juga Landra. Namun, bukan semesta membuat Abian menerima Zahra, tidak... Bahkan Abian bersikap kasar pada Zahra. "Jangan berharap saya akan menyentuhmu! Karena sampai kapan pun saya tidak akan pernah menyentuh seseorang yang tidak saya cintai" pekik Abian, lalu melengos pergi dari dalam kamar pengantin miliknya dan Zahra. Setelah melewati perdebatan panjang, keduanya akhirnya menikah, namun siapa sangka jika Abian tidak pernah mau menerima pernikahannya. Walaupun dirinya seorang dosen, tapi Abian tetap tidak peduli, bagi Abian, pernikahan hanya sekali seumur hidup, dan dirinya hanya dengan Dona. Dan tidak dengan siapa pun. Abian tidak pernah mau menganggap Zahra sebagai istrinya. Dirinya hanya terpaksa menerima permintaan ayah dan istrinya saja. Karena kecelakaan yang tidak sengaja itu, membuat Zahra harus menjadi istri kedua sang dosen... Zahra tertegun mendengarnya. Tanpa di duga air matanya mengalir di pipinya, Zahra menangis... • Brak "Sudah saya kata kan bukan? Jika di kampus bersikaplah seperti kita tidak saling mengenal! Saya benci jika kamu seperti tadi. Saya tidak peduli bagaimana perasaan kamu." Ucap Abian menatap tajam ke arah Zahra. "Pak, tapi--" "Saya tidak perduli apa pun alasan yang akan kamu katakan. Saya sudah bilang, istri saya hanya satu, yaitu Dona! Dan kamu hanya orang asing yang datang di dalam kehidupan saya." Zahra tertegun mendengarnya, Zahra menundukkan kepalanya, sambil menganggukkan kepalanya singkat. Zahra tau posisinya. Zahra tau jika Abian sangat membenci dirinya... Pernikahan ini tidak di harapkan sama sekali oleh Abian. "Dan satu lagi, saya akan bilang sama Dekan, saya mengundurkan diri menjadi dosen pembimbing kamu," Deg Dan setelahnya Abian pergi meninggalkan Zahra yang terpaku melihat punggung Abian menghilang. "Segitu bencinya anda dengan saya pak Abian" gumam Zahra."Ya Tuhan Dira? Ini kamu nak? Ya Tuhan," Zahra tidak bisa menahannya lagi, air matanya langsung luruh lanta, Zahra langsung menarik tubuh gadis yang ada di hadapannya saat sekarang ini dan memeluknya dengan sangat erat. Sungguh rasa nya masih tidak mungkin kalau menantunya masih hidup. Padahal dirinya sendiri yang menyaksikan pemakaman sang menantu beberapa tahun yang lalu. Delia yang mendapatkan pelukan itu hanya diam mematung, dirinya juga bingung harus bereaksi seperti apa pada wanita paruh baya yang tengah memeluknya itu. "Ya Tuhan, mami mimpi apa, bisa bertemu dengan kamu lagi nak." Ucap Zahra lagi, air matanya sudah menetes membasahi baju milik Delia. "Ya Tuhan, Dira. Pasti suami dan anak kamu bahagia banget bisa bertemu dengan kamu lagi. Ya Tuhan, Mami masih kayak mimpi" ucap Zahra lagi. Delia mengerutkan keningnya bingung mendengar kata suami dan anak yang keluar dari wanita yang masih memeluknya dengan sangat erat itu. Dirinya belum pernah sama sekali menikah, tapi k
"Hari ini ada jadwal operasi besar. Dan kayaknya Azzam bakalan pulang malam, Papi. Jadi maaf, Azzam enggak bisa ikut Papi sama mami ke acara penyambutan kepulangan eyang" ucap Azzam. Abian menganggukkan kepalanya. "Tidak apa-apa nak. Biar mami dan mami yang pergi. Nanti Ameera biar kami bawa. Kamu tidak perlu khawatir tentang Ameera." Sahut Abian. "Iya, nanti mami bawa aja, mamin takut Ameera histeris kayak kemarin lagi kalau di rumah. Di sana dia kan bisa main sama yang lain eyang kamu." tambah Zahra. Azzam menganggukkan kepalanya, Azzam meletakkan sendok makannya saat mengingat sesuatu. "Papi, mami, ada yang mau Azzam bicarakan" ucap Azzam, membuat Zahra dan Abian langsung menghentikan aktivitas makannya. "Iya Azzam, ada apa?" Tanya Zahra. "Azzam sudah mencarikan pengasuh untuk Ameera, jadi papi dan mami tidak perlu khawatir lagi." Ucap Azzam. Zahra langsung menghela nafasnya kasar, bukannya dirinya tidak senang, sebab dirinya juga sangat lah sibuk, karena Zahra juga
"Bagaimana ? Jika anda setuju silahkan tanda tangan di sini . Saya akan mengurus semua nya . Biaya rumah sakit , maupun biaya psioterapi adik kamu . Dan kehidupan kamu saya jamin akan layak . Saya juga akan memenuhi kebutuhan kamu " Ucap seorang pria yang tidak di kenal oleh Delia .Delia tercengang dengan mulutnya yang menganga saat diri nya mendengar perkataan pria asing yang ada di hadapannya saat sekarang ini . Tidak menyangka jika pria itu akan menawarkan sesuatu yang di luar prediksi . Namun Delia juga belum tau apa isi map yang di sodorkan pria itu di atas meja .Ya saat ini kedua ny berada di kantin rumah sakit .Delia melirik sekilas map yang di sodorkan oleh pria asing bagi nya itu , lalu menatap lekat wajah tampan nan berkarisma di hadapannya saat sekarang ini ."Boleh saya baca dulu om ?" Tanya Delia ."Om ?" Azzam terkekeh mendengar nya , membuat ketampanan nya berkali-kali lipat , Azzam mendengar nya merasa lucu sekali , usia nya paling bertaut dengan gadis yang mirip d
Fauzi tampak cemas saat mendapatkan panggilan masuk dari sang mama , jika nenek nya yang berada di Bandung meninggal. Fauzi yang memang sangat menyayangi sosok nenek nya tidak kuasa menahan air mata nya."Fauzi , kamu kenapa ?" Suara lembut Delia menyapu indera pendengaran Fauzi .Fauzi mendongak , menatap wajah cantik nan ayu, yang tertutup hijab berwarna hitam itu , sungguh ingin sekali Fauzi rengkuh tubuh mungil itu , meluapkan rasa sedih yang ada di dalam diri nya , namun apalah daya , saat ini Fauzi tidak bisa melakukan nya .Mereka bukan mahram, dan terlebih Delia pasti tidak suka . Delia gadis yang sangat terjaga . Tidak seperti gadis lainnya ."Tadi mama nelpon , Nenek aku yang di Bandung meninggal Lia . " Ucap Fauzi dengan suara serak nya . Bulir bening masih saja berjatuhan .Delia membekap mulut nya. "Innalilahi. Yaudah kamu pulang Fauzi ! Pasti kamu mau berangkat kan sama orang tua kamu , " ucap Delia ."Tapi kamu bagaimana ? Kamu enggak ada temen nya Lia. Biar aku temenin
Malam harinya...."Aku antar ya Lia, ini udah malam, bahaya perempuan pulang sendirian." Ucap Fauzi saat dirinya dan Delia baru saja siap mencuci piring kotor.Delia menoleh sambil tersenyum. "Maaf banget Fauzi. Tapi kayaknya enggak usah deh. Arah jalan rumah kamu sama tempat aku tinggal kan berbeda. Kasihan kalau kamunya nanti muter-muter. Udah aku udah biasa kok pulang sendiri. Nanti aku biar pesan ojol deh" tolak Delia dengan halus, dirinya tidak mau merepotkan orang lain.Selagi dirinya bisa, dirinya tidak akan pernah meminta bantuan siapa pun.Fauzi menghembuskan nafasnya kasar, selalu saja seperti ini jika mengajak gadis yang ada di sampingnya ini untuk pulang bersama.Delia menolaknya dengan berbagai macam alasan, dan yang pastinya dengan senyuman manis di wajah cantiknya itu. Yang membuat siapa saja yang melihatnya langsung terpesona."Kali ini aja deh Lia. Aku juga mau main sama Ciko" Fauzi masih mencoba merayu Delia, agar mau di antar olehnya."Ciko kayaknya jam segini uda
"Emang enak ada pacar nya si bos , rasain tuh ! Jadi enggak usah keganjenan jadi orang ! Lagak nya mau jadi pelakor!" Cetus Buk Ratih yang menghampiri Delia yang sedang mencuci piring . Delia mengabaikan apa pun perkataan nyinyir yang keluar dari buk Ratih . Gadis cantik itu malah tersenyum , lalu menghentikan sejenak pekerjaan nya . "Ada yang bisa Lia bantu buk ?" Tanya Delia sopan . Buk Ratih mendengus mendengar nya . Susah payah diri nya mencoba membuat karyawan nya ini agar cemburu dan marah-marah dan membuat image nya jelek di depan teman nya yang lain, nampak nya gagal . "Enggak ada ! Eleh enggak usah mengalihkan pembicaraan deh kamu ! Kamu kesel kan karena asik mau godain pak bos malah dateng pacar nya . " Tidak berhenti buk Ratih mengolok-olok Delia , diri nya terus menerus berusaha agar karyawan nya ini terpancing emosi . Delia menghela nafas nya kasar , lalu tersenyum kembali ke arah manager nya itu . "Itu bukan urusan saya buk . Maaf buk , tadi saya di panggil oleh
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments