“Golongan darah saya A. Apa saya bisa jadi pendonornya, Sus?” tanya Dandy.
Sontak Seline dan suster itu menoleh ke arahnya. Dandy hanya bergeming di tempatnya. Dia sendiri juga tidak tahu mengapa malah berkata seperti itu. Mungkin sisi kemanusiaan yang membuat Dandy memutuskan hal ini.
Suster itu tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Tentu, Tuan. Mari ikut saya!!”
Dandy mengangguk, berjalan mendekat sambil menyerahkan ponsel Seline. Kemudian dia sudah mengekor langkah suster tersebut. Sesaat sebelum menjauh, Seline mencekal lengannya membuat Dandy menghentikan langkah.
“Terima kasih, Dandy,” cicit Seline.
Dandy tidak menjawab hanya tersenyum sambil mengangguk samar. Tak lama kemudian dia sudah melakukan donor darah. Ada dua kantong darah yang diambil darinya. Untuk beberapa saat, Dandy istirahat sejenak mengembalikan kondisinya.
Seline sengaja menghampirinya dan melihat Dandy sedang sibuk memainkan ponsel. Bisa jadi, ia sedang menghubungi
“Jadi Kalina menemuimu, Emran?” tanya Pak Toni yang tak lain ayah Hasan.Hari itu Emran dan Widuri menyempatkan waktu untuk berkunjung ke rumah keluarga Hasan dan kebetulan bertemu dengan Pak Toni. Emran langsung mengangguk, mengiyakan pertanyaan Pak Toni.“Iya, Pak. Bahkan Kalina menunjukkan surat wasiat Hasan tempo hari. Saya sempat ... .”Emran sudah menceritakan sejak kedatangan Kalina di rumahnya beberapa bulan lalu. Lalu apa saja yang terjadi kemudian. Termasuk tentang status Kalina sebagai DPO polisi akibat beberapa kasus penipuan. Pak Toni hanya mendengarkan sambil berulang menganggukkan kepala.“Bapak sendiri tidak tahu kenapa juga dulu Hasan menikahinya. Dari awal kami sudah tidak senang dengannya. Entah, mungkin firasat orang tua dan ternyata terbukti kalau Kalina itu bukan wanita baik-baik.”“Memangnya di mana Hasan dulu bertemu dengannya, Pak?” Kini Widuri yang bertanya. Sepertinya Widuri penasaran dengan Kalina.“Katanya dulu t
“Pesan dari siapa, Sayang?” tanya Emran.Widuri terdiam, menatap ke arah Emran sambil berulang menarik napas panjang. Tentu saja reaksi Widuri kali ini membuat Emran penasaran. Dia gegas menepikan mobilnya di sebuah rest area. Kemudian Emran gegas mengambil ponsel Widuri.Untuk beberapa saat dia terdiam. Alisnya mengernyit dan matanya berulang kali menatap Widuri usai membaca pesan itu.“Apa menurutmu yang mengirim pesan ini Kalina?” Kembali Emran bertanya. Dengan lesu, Widuri menganggukkan kepala.“Lalu siapa lagi yang menginginkan dirimu kalau bukan dia, Mas.”Emran membisu, menghela napas panjang dan bersiap hendak menghubungi seseorang melalui ponsel Widuri. Tepat bersamaan ponsel Widuri berdering dan ada nama Reno di sana.“Gimana, Ren? Kamu sudah tahu siapa yang jemput Alif di sekolah?” tanya Emran begitu panggilan terhubung.[“Iya, Pak. Tadi saya tanya gurunya dan berdasarkan ciri-ciri yang dijelaskan tadi. Orang yang menjemput
[“Suara siapa itu? Apa ada anak kecil di rumahmu?”] tanya Tante Karin.Tante Anita terkejut dan gegas memberi isyarat ke Kalina untuk membawa Alif gegas berlalu. Kalina menurut sambil membimbing Alif ke kamar mandi. Padahal Tante Karin hendak mengakhiri panggilannya, tapi gara-gara mendengar suara Alif ia urung melakukannya.“Eng ... bukan, Kak. Itu suara anak orang. Aku sekarang sedang berada di luar dan kebetulan ada temanku yang mengajak anaknya ikut serta.” Tante Anita sebisa mungkin memberi alasan untuk membuat Tante Karin percaya.[“Oh ya sudah. Kalau begitu nanti malam aku ke sana.”]Tante Karin mengakhiri panggilannya dan Tante Anita sedikit lega mendengarnya. Ia gegas berjalan menghampiri Kalina yang sedang mengantar Alif ke kamar mandi.“Kalau bisa kamu segera membawa anak ini pergi dari sini. Aku tidak mau kakakku tahu dan membuat semuanya berantakan.”Kalina menarik napas panjang sa
“Tante, Alif lapar. Apa tidak ada makanan?” rengek Alif.Kalina yang sedang sibuk mengirim pesan terlihat kesal dan berdecak menatap penuh jengkel ke arah Alif.“Kamu kan baru saja makan. Kenapa sudah lapar lagi?” ketus Kalina.“Itu tadi bukan makan, Tante. Itu camilan. Bukannya sekarang waktunya makan malam. Kata Bunda, Alif gak boleh terlambat makan biar gak sakit perutnya.”Kalina berdecak sebal sambil menatap Alif dengan jengkel. Kalau tidak demi Emran, dia tidak akan melakukan hal ini. Kalina paling malas berurusan dengan anak kecil. Itu juga mengapa dia sangat senang saat anaknya meninggal kemarin.Sesungguhnya tanpa sepengetahuan Widuri dan Emran, saat itu Kalina sengaja meminum obat penggugur kandungan. Meski hasilnya tidak bisa langsung, tapi akhirnya dia kehilangan bayinya. Kalina melakukan sebuah kesalahan saat menikah dengan Hasan tempo hari.Biasanya dia selalu mengenakan alat kotrasepsi saat berhubungan suami istri. Namun, saat
“Saya ucapkan terima kasih pada Anda, Pak Dandy. Semalam nyawa cucu saya sudah selamat berkat bantuan Anda,” ujar Pak Jordan pagi itu.Pak Jordan sengaja mampir ke kantor Dandy untuk menemuinya pagi itu. Pak Jordan tahu mengenai Dandy yang mendonorkan darahnya untuk David, putranya Seline. Dandy hanya tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Kebetulan golongan darah saya sama, Pak. Itu sebabnya saya mengajukan diri sebagai pendonor.”Pak Jordan manggut-manggut sambil tersenyum. Kali ini mereka sedang duduk di sofa dalam ruangan Dandy.“Saya harap Anda tidak berasumsi buruk tentang Seline. Dia memang keponakan jauh saya hanya saja kebetulan dia yang memenangkan tender untuk bisa bekerja sama dengan perusahaan ini.”Dandy tersenyum dan menganggukkan kepala. Sepertinya Pak Jordan takut jika Dandy menyalah artikan tentang terpilihnya Seline sebagai relasi kerja mereka.“Iya, Pak. Saya tahu mengenai hal it
“Kok tumben jam segini sudah pulang, Mas,” sapa Nilam.Hari itu usai dari rumah sakit, Dandy langsung memutuskan pulang ke rumah. Dia tidak bisa konsentrasi bekerja dan memilih pulang saja.“Iya, aku sedang tidak enak badan, Sayang.” Dandy malah mencipta alibi pulang cepatnya kali ini.Nilam tampak terkejut, melihat ke arah Dandy dengan khawatir kemudian berjalan mendekat dan menempelkan tangannya di dahi Dandy.“Gak panas. Apa kamu kecapekan?”Dengan lesu, Dandy mengangguk. Nilam tersenyum melihat ulahnya, lalu menepuk gemas pipi Dandy. Dandy tersenyum meringis, membuka tangan dan menarik Nilam dalam pelukannya. Nilam terkekeh melihat ulah Dandy.“Aku baru tahu kamu bisa manja kalau sedang sakit.”Dandy hanya tersenyum dan menyembunyikan kepalanya di perut Nilam. Kali ini posisi Nilam memang berdiri di depan Dandy yang sedang duduk. Pelan, Nilam membelai lembut rambut Dandy. Dandy terdi
“NILAM!!!” seru Seline.Sontak Nilam menoleh dan langsung tersenyum melihat ke arah Seline. Sementara Dandy, yang tadinya hendak pergi malah bergeming di posisinya. Seline hanya diam dan melihat ke arah Dandy sekilas, tapi Dandy buru-buru memalingkan wajah.Nilam terdiam sesaat. Dia merasakan keanehan dengan sikap suaminya kali ini. Dua orang ini tidak seperti dua orang teman, melainkan seperti dua orang musuh. Nilam menyenggol sikut Dandy dan membuat Dandy menoleh ke arahnya.“Kok diem aja, Mas. Dia ‘kan temanmu,” ujar Nilam.Dandy tersadar jika sikapnya kali ini membuat Nilam curiga dan Dandy tidak ingin membiarkan hal itu terjadi. Dandy tersenyum sambil menundukkan kepala menyapa Seline dan Seline melakukan hal yang sama membalas Dandy.“Ayo, masuk!!” ucapan Seline membuyarkan ketegangan mereka.Terpaksa Dandy ikut masuk ke dalam ruangan. Nilam berjalan lebih dulu dan langsung menghampiri David ya
“Ayo masuk!! Aku antar ke rumah sakit!!” seru Dandy.Seline terkejut dan mematung di tempatnya. Telinganya tidak salah dengar, hanya saja logikanya yang masih belum menerima kalau Dandy akan mengatakan hal itu.“Buruan!! Kamu gak pengen terlambat, kan!!” Dandy kembali menginterupsi.Seline tersenyum, mengangguk dengan cepat kemudian masuk ke dalam mobil Dandy. Dandy segera menjalankan mobil begitu Seline sudah memasang seat belt-nya.“Terima kasih, Dandy. Maaf, aku sudah merepotkanmu.”Seline berbasa basi mengucapkan terima kasih. Sementara Dandy hanya diam dan terus fokus menatap lalu lintas di depannya. Untuk beberapa saat mereka hening tanpa bersuara.Seline sudah bersiap hendak turun saat mobil Dandy tiba di rumah sakit. Ia tidak mau merepotkan Dandy. Pria itu sudah menolaknya, jadi dia tidak mau mengemis untuk meminta Dandy menerimanya. Namun, Dandy malah mengarahkan mobilnya ke parkiran dan ikut turu