“Harusnya aku tidak menerima perjodohan ini jika akhirnya begini. Aku hanya menjadi orang ketiga di hubungan mereka.” Widuri Yasmin terpaksa menikah dengan Emran Hafiz atas perjanjian kedua orang tua mereka. Namun, baru sebulan menikah, Emran sudah menikah lagi dengan Mawar Rosdiana yang tak lain kekasihnya sendiri tanpa sepengetahuan keluarga. Dalam kehidupan pernikahannya ternyata Emran tidak bisa berlaku adil. Dia lebih sering memperlakukan Widuri dengan buruk. Kehadiran Widuri tidak pernah diharapkan oleh Emran. Dia hanya orang ketiga yang tidak seharusnya ada. Mampukah Widuri bertahan dengan status orang ketiga atau dia memilih menyerah dan pergi meninggalkan pria yang ia cintai?
View More“Kamu tersenyum terus seharian ini, Lun. Ada apa? Apa ada sesuatu yang membuatmu bahagia?” tanya Fabian.Mereka kini sudah berada di dalam kamar. Luna baru saja mengantar Alif dan Alisha tidur di kamar tamu, kemudian menghampiri Fabian yang sedang berada di kamar. Luna mengulum senyum sambil berjalan menghampiri Fabian.Ia duduk di tepi kasur sementara Fabian duduk sambil bersandar di kepala ranjang.“Gak papa, Fabian. Aku … aku hanya gak sabar menunggu si Kecil lahir.” Luna berkata sambil mengelus perutnya yang mulai buncit.Fabian terdiam sambil melirik perut Luna yang sudah membesar. Jakunnya naik turun menelan saliva sambil menahan sebuah rasa aneh yang tiba-tiba menyergap di dadanya.“Kalau boleh jujur aku ingin sekali anak pertama kita laki-laki. Aku yakin, dia pasti akan setampan kamu. Juga sebaik dan pengertian seperti kamu. Akh … aku gak sabar menunggu dia lahir, Fabian.”Fabian hany
“Bunda mana?” seru Emran.Usai menerima panggilan dari Alif tadi, Emran langsung pulang. Ia terpaksa sedikit ngebut sehingga dalam sekejap tiba di rumah. Alif hanya diam sambil menunjuk ke arah kamar Widuri. Emran langsung berjalan masuk dan melihat Luna sedang memeriksa Widuri.Sebelum menelepon Emran, Alif menelepon Luna lebih dulu. Setahu Alif, Luna seorang dokter jadi bisa dengan langsung mengobati ibunya. Memang hari ini asisten rumah tangga Widuri izin pulang kam
“Apa maksudmu, Van? Kamu kena kanker?” tanya Tuan Thomas.Kini pria berambut putih itu melihat ke arah Ivan dengan tatapan bertanya. Ivan hanya mengangguk mengiyakan pertanyaan Tuan Thomas.“Iya, Pa. Maaf, aku sengaja merahasiakan hal ini dari Papa. Aku tidak mau Papa khawatir.”Tuan Thomas membisu, bibirnya bergetar tangannya juga terlihat bergerak tidak teratur kemudian terulur dan langsung memeluk Ivan. Ivan tersenyum sambil membalas pelukan papanya. Mereka saling berangkulan dan melepas kerinduan.“Maafkan Papa, Van. Papa selama ini tidak melakukan peran Papa dengan baik dan malah menuntutmu untuk berbuat lebih kepada Papa.”Ivan menggeleng sambil mengelus punggung Tuan Thomas.“Enggak. Papa gak salah. Aku yang salah, tidak pernah memberi kabar. Namun, itu semua kulakukan agar Papa tidak kepikiran. Aku takut Papa jatuh sakit kalau terlalu banyak berpikir.”Tuan Thomas menangis seseng
“Kamu jadi pulang hari ini?” tanya Fabian pagi itu.Dua hari berselang usai Ivan kontrol, hari ini dia berniat pulang menjenguk papanya. Ivan bersiap sejak pagi. Ada Fabian dan Luna yang kali ini berada di ruang makan dengannya.“Iya. Aku pengen nengok Papa. Aku yakin sampai sekarang dia belum tahu tentang penyakitku. Aku takut, beliau berpikir yang aneh-aneh. Dikiranya aku anak durhaka. Terus kalau dikutuk kayak malin kundang, gimana?”Fabian dan Luna langsung terkekeh mendengar ucapan Ivan. Sejak dulu Ivan memang bicara ceplas ceplos dan konyol.“Kamu bisa aja. Aku yakin papamu tidak akan seperti itu.”Ivan manggut-manggut dan tampak sibuk mengoles rotinya dengan selai.“Ya udah titip salam buat papamu, Van. Sekalian aku bawain buah tangan untuk beliau.” Luna sudah menyodorkan sebuah paper bag ke arah Ivan.“Waduh, Lun. Ngapain repot-repot. Kalau dibawain makanan gini yang ada na
“Apa semuanya baik-baik saja, Dok?” tanya Nina.Ia langsung berdiri dan berjalan menyusul Ivan masuk ke ruang periksa, kemudian sudah duduk di depan dokter menanyakan keadaan Ivan kali ini. Dokter yang baru saja memeriksa Ivan tersenyum sambil duduk kembali ke tempatnya.“Pantas saja Tuan Ivan mengalami perkembangan pesat, ternyata ada Anda yang jadi penyemangatnya.” Alih-alih menjawab pertanyaan Nina, dokter tersebut malah berkata seperti itu.Ivan yang baru saja selesai merapikan bajunya terlihat kesal saat melihat Nina. Sedangkan Nina tampak mengulum senyum sambil menundukkan kepala usai mendengar ucapan sang Dokter.“Dia bukan siapa-siapa saya, Dok. Saya gak kenal!!!” sahut Ivan.Nina tampak terkejut, melotot ke arah Ivan dengan mulut komat kamit siap mengumpat.“Gak kenal gimana, sih? Emang siapa tadi yang ngantar ke sini?”Ivan tidak menjawab, duduk di sebelah Nina sambil mengendik
“Aku sudah siap!!” seru Ivan.Ia tiba-tiba muncul ke ruang makan dan kini sudah terlihat rapi. Fabian, Luna dan Nina yang tadinya asyik mengobrol langsung terdiam dan menoleh ke arah Ivan. Semua terlihat gugup, takut jika apa yang sedang mereka bicarakan tadi terdengar oleh Ivan.Kemudian Fabian yang membuka suara lebih dulu.“Sarapan dulu, Van! Ini masih terlalu pagi untuk ke rumah sakit. Luna saja belum berangkat.”Ivan tersenyum meringis sambil menganggukkan kepala dan memilih duduk di sebelah Nina. Nina hanya diam, melirik Ivan sekilas dan kini terlihat sibuk mengambil makanan untuknya.“Jangan banyak-banyak, Nin. Perutku tidak bisa makan terlalu banyak jika masih pagi.”Ivan menolak saat Nina menambahkan satu centong nasi goreng ke piring Ivan. Nina mengangguk dan segera menyodorkan nasi goreng spesial itu ke arah Ivan.“Mungkin aku besok mau pulang bentar ke rumah. Aku ingin nengok Papa.
“NINA!! Kok tumben pagi-pagi udah ke sini?” sapa Luna.Luna sangat terkejut begitu melihat Nina sudah datang ke rumah sepagi ini. Nina tersenyum, masuk ke dalam rumah Luna sambil membawa paper bag di tangannya.“Lun, Ivan sudah bangun belum?” Nina malah langsung menanyakan Ivan.Luna mengulum senyum. Ia sudah menebak kalau kedatangan Nina kali ini untuk bertemu Ivan.“Aku gak tahu, tapi biasanya dia bangun pagi, kok.”“Ya udah, kalau gitu aku bangunkan dulu!!” Tanpa permisi, Nina langsung berjalan ngeloyor masuk ke dalam rumah Luna.Luna hanya tercengang melihatnya. Kemudian tiba-tiba Nina menghentikan langkahnya dan menoleh ke arah Luna. Luna hanya diam mengamati sambil melipat tangan di depan dada. Nina tersenyum cengengesan sambil berjalan menuju Luna.“Eng … aku gak tahu kamar Ivan di sebelah mana,” ujar wanita berambut gelombang itu.Luna mengulum senyum sa
“Jelaskan apa?” tanya Luna dengan mimik bingung.Ivan terdiam, jakunnya naik turun menelan saliva sambil sesekali membasahi bibirnya. Kemudian Luna berjalan menghampiri Ivan dan Nina. Ia berdiri di depan mereka, tersenyum sambil menepuk bahu Ivan.“Aku senang akhirnya bisa melihatmu bahagia, Van. Itu artinya kamu sudah bisa move on,” ujar Luna.Ivan hanya diam, matanya tampak terluka menatap tajam ke Luna. Ia tidak tahu apa rasa hatinya kali ini yang pasti Ivan kebingungan sendiri dibuatnya. Kemudian Luna menoleh ke arah Nina. Luna tersenyum dengan manis sambil mengedipkan matanya.“Makasih, Nina. Aku yakin kamu bisa membuat Ivan bahagia.”Nina mengangguk sambil membalas senyuman Luna. Terlihat Fabian keluar dari dalam rumah didorong oleh Dandy dan ada Emran menemani di sampingnya.“Ada apa ini? Apa aku ketinggalan sesuatu?” tanya Fabian penasaran.Ivan langsung menoleh ke arah Nina seakan memberi isyarat untuk menyembunyikan apa yang baru terjadi di antara mereka.“Bukan apa-apa. Han
“Cemburu? Untuk apa? Aku malah senang mendengarnya,” ucap Luna.Ia berkata dengan tulus dan senyum indah yang merekah. Fabian ikut tersenyum sambil menganggukkan kepala. Yang lain juga senang mendengar berita ini bahkan Dandy dan Emran langsung mengulurkan tangan memberi ucapan selamat.“Kalian apaan, sih? Aku gak ulang tahun, tapi malah dikasih ucapan selamat. Gara-gara kamu, Nin.” Ivan ngomel tak karuan.Nina tidak mempedulikan omelan Ivan. Ia langsung mengambil kursi dan duduk di sebelah Ivan. Bahkan kali ini Nina langsung mencomot makanan Ivan. Ivan melotot dan terlihat kesal.“Ambil sendiri dong, Nin!!!” protes Ivan.“Alah, cuman sepotong saja sudah marah.”Ivan tidak menjawab hanya mendengus kesal sambil memajukan bibirnya beberapa senti. Tentu saja ulah Ivan itu membuat yang lain tertawa. Tak ayal interaksi konyol Ivan dan Nina menjadi canda tawa untuk mereka semua.Menjelang senj
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments