“Harusnya aku tidak menerima perjodohan ini jika akhirnya begini. Aku hanya menjadi orang ketiga di hubungan mereka.” Widuri Yasmin terpaksa menikah dengan Emran Hafiz atas perjanjian kedua orang tua mereka. Namun, baru sebulan menikah, Emran sudah menikah lagi dengan Mawar Rosdiana yang tak lain kekasihnya sendiri tanpa sepengetahuan keluarga. Dalam kehidupan pernikahannya ternyata Emran tidak bisa berlaku adil. Dia lebih sering memperlakukan Widuri dengan buruk. Kehadiran Widuri tidak pernah diharapkan oleh Emran. Dia hanya orang ketiga yang tidak seharusnya ada. Mampukah Widuri bertahan dengan status orang ketiga atau dia memilih menyerah dan pergi meninggalkan pria yang ia cintai?
View More“IVAN!!!” seru Nina.Ia langsung duduk bersimpuh dan menghampiri Ivan yang jatuh tergeletak tak sadarkan diri. Luna gegas bangkit dan menghampiri Ivan. Fabian dan yang lain ikut terkejut. Mereka ikut mendekat, tapi memberi ruang untuk Luna melakukan pemeriksaan.“Lun, Ivan kenapa?” tanya Nina.Luna tidak menjawab, dia sedang memeriksa denyut nadi Ivan. Kemudian Luna menoleh ke arah Nina.“Ivan pingsan. Dia mungkin kelelahan, Nin. Ambilkan minyak kayu putih dan pindahkan dia ke kamar saja.”Nina mengangguk kemudian tak lama Ivan sudah dipindahkan ke kamar. Luna masih berusaha membuatnya tersadar. Ada Nina, Fabian, Tante Ana, Tuan Thomas dan juga kedua orang tua Nina di sana.“Van, ayo, Van!! Ayo, sadar!!!” gumam Luna.Ia terus memberi minyak kayu putih di bagian kening, hidung bahkan pakaian Ivan sudah dilonggarkan dari sebelumnya. Luna sengaja membaringkan Ivan tanpa bantal agar membantu
Hampir dua minggu berselang usai Fabian sadar dari komanya. Sehari setelahnya dia sudah mulai melakukan terapi berjalan dan setelah dua minggu berselang, Fabian sudah mulai terbiasa. Meskipun, dia tidak bisa berjalan cukup lama.“Gimana perkembangan Fabian, Dok?” tanya Luna.Usai melakukan terapi, Luna menghampiri Fabian dan Dokter Fendi.“Seperti yang kamu lihat, Lun. Fabian sudah bisa berjalan seperti sedia kala. Hanya saja, dia masih belum bisa menempuh jarak yang jauh. Nanti seiring berjalannya waktu pasti juga akan bisa,” jelas Dokter Fendi.Luna manggut-manggut mendengarnya.“Lusa, saya dan Luna mau melakukan perjalanan keluar kota, Dok. Apa tidak masalah?” Kini Fabian yang bertanya.“Tentu tidak masalah, tapi jangan memaksakan diri jika tubuhmu lelah. Kamu bukan robot, Fabian.”Fabian tersenyum dan begitu juga Luna. Tak lama setelah itu mereka sudah berpamitan pulang. Baru saja Fa
“Tuan Ivan Pramudya mengalami komplikasi lain, Luna. Selain kanker hati, kini ginjalnya tidak berfungsi dengan baik,” terang Dokter Anton.Luna terdiam, menelan saliva sambil menatap pria paruh baya di depannya ini.“Aku rasa kamu tahu jika penderita kanker pada akhirnya akan mengalami hal seperti ini. Sel kanker mereka berkembang ke organ tubuh yang lain.”Luna membisu, hanya kepalanya mengangguk. Setelah beberapa saat, dia membuka suara.“Bukannya tempo hari Dokter bilang kalau dia sudah baik-baik saja. Bahkan Ivan sudah tidak menjalani kemo lagi.”Dokter Anton terdiam dan menganggukkan kepala.“Maafkan saya, itu sebenarnya atas permintaan Tuan Ivan sendiri. Beliau yang meminta saya untuk berkata seperti itu saat kontrol bersama kekasihnya. Mungkin Tuan Ivan tidak mau melihat kekasihnya sedih, Luna.”Luna membisu, mengatupkan rapat bibirnya sambil termenung. Lagi-lagi Ivan selalu melak
“Iya, aku janji!!” ujar Luna.Kali ini dia terpaksa menuruti keinginan Ivan. Namun, Luna sudah memutar otak untuk memberitahu Nina tanpa ketahuan Ivan. Luna juga ingin mencari tahu mengenai penyakit kanker Ivan. Bukankah Ivan masih menjalani pengobatan di rumah sakit tempatnya bekerja.Keesokan harinya, Luna mendapat telepon dari rumah sakit. Ia baru saja terjaga dan sangat terkejut saat mendapat panggilan dari Dokter Fendi.“Ada apa, Dok? Apa ada perkembangan pada Fabian?” tanya Luna.Suaranya terlihat bergetar dan penuh rasa kekhawatiran.“Iya, Lun. Aku rasa kamu secepatnya ke rumah sakit sekarang.”Luna ingin bertanya lebih banyak, tapi Dokter Fendi sudah mengakhiri panggilannya. Luna tergesa berjalan keluar kamar. Ia melihat asisten rumah tangganya masih sibuk menyiapkan sarapan pagi. Ivan yang semalam menginap belum terlihat keberadaannya.“Bi, saya mau ke rumah sakit sekarang!! Tolong si
“LUNA!! Bagaimana keadaan Fabian?” tanya Nyonya Ana.Mertua Luna itu baru saja datang dan langsung bertanya seperti itu ke Luna. Luna yang sedang asyik berbincang dengan Ivan terkejut.“Fabian sudah lebih baik, Ma. Saya baru saja melihat ada pergerakan di kakinya hanya masih lemah. Dokter meminta kita bersabar dan menunggu perkembangannya. Semoga saja setelah ini ada kabar baik,” jelas Luna.Nyonya Ana hanya manggut-manggut. Di sebelahnya tampak Pak Roni yang ikut datang kali ini. Kemudian Nyonya Ana melihat Ivan yang duduk di sebelah Luna. Nyonya Ana tersenyum dan menghampiri Ivan.“Van, Tante sudah dengar dari papamu kalau kamu tidak jadi melamar Nina melainkan langsung nikah dengannya.”Ivan langsung tersenyum sambil menganggukkan kepala.“Iya, Te. Memang itu yang saya dan Nina inginkan. Kami tidak mau menunda terlalu lama.”Nyonya Ana tersenyum mendengarnya bahkan kini Pak Roni juga
“Ada apa, Dok? Apa semuanya baik-baik saja?” tanya Luna.Dia sangat gugup sekaligus khawatir saat tiba-tiba Dokter Fendi memanggilnya. Dokter Fendi tidak menjawab hanya menatap Luna kemudian mengulum senyum dan kini tangannya sudah menunjuk ke kaki kanan Fabian .Luna menurut, matanya kini mengarah ke kaki kanan Fabian yang tidak tertutup selimut. Luna bingung dan melihat ke arah Dokter Fendi sambil mengendikan bahu. Namun, Dokter Fendi tidak menjawab hanya meminta Luna memperhatikan.Helaan napas panjang keluar dari bibir Luna dan kini mata wanita cantik itu memperhatikan dengan seksama. Tidak ada yang terjadi dan Luna sedikit kesal dibuatnya. Hingga tiba-tiba Luna melihat jari kaki Fabian bergerak.Luna terperangah kaget dan menoleh ke arah Dokter Fendi. Matanya membola dengan mulut terbuka.“Dok, ada gerakan!!” seru Luna tertahan.Dokter Fendi tersenyum dan menganggukkan kepala.“Iya, saya melihat saat
“Koma? Fabian mengalami koma?” ulang Luna.“Iya, Lun. Inilah yang dikhawatirkan pada operasi cedera syaraf. Kita berhubungan langsung dengan otak dan syaraf yang terhubung di tulang belakang. Aku rasa kamu tahu hubungannya tanpa penjelasanku.”Luna hanya membisu menatap kosong ke depan sambil sesekali melirik ke arah Dokter Fendi.“Lalu sampai berapa lama dia koma? Jangan bilang kalau Anda tidak bisa menjawabnya, Dok.”Dokter Fendi menghela napas panjang dan menganggukkan kepala.“Sayangnya aku harus mengatakan hal itu, Luna. Aku juga tidak tahu akan berapa lama Fabian mengalaminya nanti.”Luna membisu lagi sambil menggelengkan kepala. Ia kini menunduk sambil terisak. Dokter Fendi terharu melihatnya. Kondisi Luna yang berbadan dua membuat wanita ini terlihat lebih rapuh dari biasanya.“Aku janji akan membantu semampuku, Lun. Aku janji akan membantu Fabian pulih. Namun, kamu juga ha
“Kok kamu ngelamarnya sekarang?” sergah Nina.Alih-alih menjawab pernyataan Ivan, Nina malah bertanya seperti itu. Ivan tercengang, matanya menatap tajam ke arah Nina. Momen yang sudah ia susun rapi dan berharap mendapat jawaban yang menyentuh. Namun, pada akhirnya Nina malah bertanya begitu.Ivan berdecak dan buru-buru bangkit sambil ngedumel.“Eh, kok berdiri sih, Van? Aku kan belum jawab!!” protes Nina.“Kelamaan. Pegel tahu??” celetuk Ivan.Nina cemberut, bibirnya mengerucut maju beberapa senti. Ivan melihat ekspresinya lewat sudut mata dan pura-pura tak peduli.“Ivan!! Kok gitu, sih?? Mana momen romantisnya. Aku jawab aja, belum.” Nina kembali mengajukan protes.“Salah kamu sendiri malah tanya kayak gitu. Emang gak gampang aku nyusun ginian.”Nina terdiam, ia mematut wajahnya dan kini tampak menunduk. Ivan melihat reaksinya dan berjalan mendekat kemudian merengkuh
“Nina, ada apa?” tanya Luna.Luna penasaran saat Nina menerima panggilan telepon dengan wajah tegang. Nina diam, tidak menjawab hanya menghela napas panjang. Belum sempat Tuan Thomas menyelesaikan kalimat, panggilannya terputus.“Gak tahu, panggilannya terputus.”Fabian dan Luna terdiam saling pandang satu sama lain kemudian melihat ke arah Nina secara bersamaan.“Nin, kalau Ivan membutuhkanmu lebih baik kamu pergi saja!! Aku dan Luna bisa pulang sendiri,” ucap Fabian. Tentu saja Luna langsung menganggukkan kepala, mengiyakan pernyataan Fabian.Nina terdiam, menoleh ke arah Fabian dan Luna dengan sendu.“Beneran kalian gak papa?”Fabian dan Luna tersenyum sambil menganggukkan kepala. “Iya, kami bisa naik taxi. Tenang saja!!” Kini Luna yang menjawab.Nina tersenyum dan terlihat lega. Kemudian ia sudah berpamitan pergi meninggalkan Fabian dan Luna. Luna melanjutkan mendo
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments