Share

Bagian : 3

Author: owlysh
last update Last Updated: 2021-10-10 22:01:20

Keesokannya, Yonna terbangun dini hari karena mimpi yang selalu menggerayanginya selama tidur. Sungguh, ia merasa lelah, tak tahu harus berbuat apa, ia hanya ingin mimpi aneh itu berhenti datang. 

"Apa arti semua ini?" Helaaan napas panjang terbit dari bibirnya. 

Merasakan serak di tenggorokan, Yonna pergi ke dapur. Dahinya mengernyit saat matanya menangkap cahaya terang dari sana, biasanya lampu dapur sengaja dibuat redup ketika mereka tidur. 

"Mama?" 

Yuliisa tersentak di tempat, kaget mendengar suara dari belakang tubuhnya. 

"Yonna? Kamu mengejutkan Mama." 

"Maaf, Ma. Mama sedang apa di dapur Jam segini?" Bunyi air yang mengisi gelas terdengar.

"Mama tidak bisa tidur, kamu kenapa bangun sepagi ini?" 

"Tiba-tiba kebangun aja, Ma."

Yulissa membuang napasnya kasar. "Kamu sudah dengar kabar penembakan malam tadi?"

Pupil mata Yonna melebar mendengar ucapan Mamanya.

"Iya, aku dengar waktu diantar pulang sama Luther dari restoran tempat Akia kerja."

"Kamu lihat kejadiannya?" Yulissa memajukan tubuhnya merapati tepi meja.

"Nggak, soalnya jauh di belakang, tapi masih terdengar. Terus ada yang menjerit juga. Mama tahu dari mana?"

"Pas Mama pulang tadi, di sana masih ramai, banyak polisi. Karena penasaran, Mama tanya sama bu Lika pemilik toko di persimpangan. Katanya, dia melihat dua remaja laki-laki bertemu dari arah berlawanan. Satu membawa cutter dan satunya lagi pistol. Awalnya Bu Lika tidak tahu kalau mereka membawa senjata, karena sebelumnya dua remaja itu terlihat biasa saja. Sampai tiba-tiba remaja yang membawa cutter menyerang lebih dulu, dia menyayat tepat di nadi leher dan menusuk bagian dada. Rupanya si pembawa pistol masih memiliki tenaga, jadi dia menekan pelatuk mengarah tepat ke tengah kepala lawannya. Naas, keduanya wafat di tempat."

Yonna masih diam mencerna apa yang baru ia dengar.

"Nggak ada yang membantu? Mungkin aja melerai atau bawa ke rumah sakit?"

"Semuanya terjadi tiba-tiba, Nak, siapa yang menduga kalau akan ada aksi saling bunuh seperti itu? Siapa yang berani mendekat? Mereka bersenjata, satu menggunakan pistol. Kamu bisa tertembak kapan saja. Kematian keduanya pun berlangsung cepat, meski sempat dibawa ke rumah sakit, Mama rasa tetap tidak selamat. Nyawa mereka pasti terenggut di perjalanan menuju rumah sakit."

"Mama dengar apa motif dua orang itu?" 

"Belum diketahui, tapi berdasarkan salah satu rekan mereka mengatakan kalau keduanya berteman dekat. Mungkin masalah pribadi di mana hanya dua remaja itu yang tahu." 

Yonna terdiam, ia sungguh tidak tahu harus mengatakan apa. Ia juga tidak memiliki bayangan, banyak kata yang melayang-layang di pikirannya. Tetapi tidak ada satu pun kemungkinan yang masuk akal, siapa pun, waras atau tidak.

/////

"Siapa yang memilih membunuh teman sendiri di muka umum?" Akia heran setengah mati.

"Itu yang aku pertanyakan, jika benar mereka memiliki hubungan pertemanan, kenapa saling bunuh?" Yonna meminum minuman yang ia pesan tadi. 

"Mana di depan toko, berani sekali," sambung Dovis.

"Dari buku yang aku baca, psikopat sekalipun pilih-pilih tempat buat bunuh korbannya. Tidak terbaca dan tak terdeteksi, tahu-tahu ada mayat tergeletak," ucap Malilah sembari menyuap baksonya.

"Kalaupun terdeteksi, misalnya nggak? Nggak pernah ada yang tahu kalau seseorang baru membunuh manusia lain secara ganas. Mungkin pihak kerabat mikirnya hilang atau diculik." Yonna menggeleng kuat saat membayangkan bagaimana aksi saling bunuh terjadi.

"Iya, ngeri."

"Meskipun tindakan itu salah, tetapi janggal sekali bila mereka melakukannya terlalu transparan. Seolah ingin menunjukkan apa yang terjadi kepada khalayak," ucap Clovis menyampaikan pemikirannya.

"Masalah hati, mungkin? Cinta itu, kan, liar." Dovis berkedip nakal ke arah Malilah.

"Benar, saya rasa begitu. Mengingat siswi yang bunuh diri di belakang sekolah, bisa jadi dua orang itu juga menggunakan alasan yang sama, cinta. Berdasarkan pengamatan saya selama hidup, siapa saja bisa melakukan apa saja demi satu orang biasa, atas nama cinta," ucap Akia menatap gelas di depannya datar.

"Aku antara setuju dan tidak. Cinta bisa segila itu apabila sudah mencapai tahap obsesif, bahkan yang terobsesi sekalipun masih bisa kembali pada kehidupan sebenarnya, keluar dari lingkaran hitam yang selama ini mengurung."

Akia menolehkan sedikit kepalanya, tanpa menatap pada Clovis.

"Buktinya, Luther dan Yonna. Perasaan yang hadir dalam diri mereka masih bisa terkendali, di batas wajar. Apabila menghadapi sebuah masalah, mereka pun masih dapat menemukan jalan keluar. Kita semua tahu, cinta seperti ini tidak liar dan gila."

"Ralat, setidaknya tidak segila sampai harus mencabut nyawa orang lain," ralat Yonna. 

Secara pribadi, Yonna terkadang merasa seakan diombang-ambingkan oleh perasaan itu sendiri. Hampir setengah emosinya dipengaruhi oleh apa yang ia rasakan dari pasangannya—Luther. Yonna bisa tiba-tiba sedih, murung, bahkan mendadak bahagia karena pesan dari Luther. 

Jika diperkirakan, ia berada di tengah-tengah pendapat Akia dan Clovis. Baginya, cinta itu tidak gila bagai obsesi, tetapi bukan pula sesederhana seperti rasa suka biasa. Meski beberapa hal mengenai hal tersebut masih sulit dijelaskan secara teori. 

Setiap individu memiliki rasa dan pengalaman masing-masing, sehingga hasil pikiran yang tertanam perihal cinta juga berbeda-beda. Terlepas dari pendapat Yonna tentang cinta, ia justru dibuat heran dengan kejadian beberapa hari ini. Sebelumnya bunuh diri, dan semalam saling bunuh. Sepertinya aksi kriminal mulai bermunculan.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Teror Berdarah   Bagian : 63

    “Nggak, jangan dulu,” sambut Luther tiba-tiba. “Jangan tembak aku sekarang, tahan senjatamu sampai seenggaknya pagi datang … Sayang. Dengan begini aku masih bisa memastikan kamu selamat sampai meninggalkan tanah terkutuk ini. Aku nggak mungkin meninggalkanmu sebelum semuanya berakhir, tapi … aku pun nggak bisa menghadapi apa yang kamu pikirkan tentangku.”Yonna menangis tersedu-sedu, dia terduduk di tangan sambil menutupi wajahnya yang basah oleh air mata. Dapat dipastikan bahwa malam telah melewati tengah, mungkin sudah hendak mencapai pagi. Mata mereka, hati mereka, kaki, semuanya telah lelah, tak sanggup menahan teror yang semakin menjadi dan menyisakan mereka.Sekonyong-konyong sebuah tepuk tangan tiba-tiba muncul dari belakang sana. Yonna mengangkat wajah dengan bingung, sedangkan Luther membeliakkan mata menatap sosok di belakang Yonna. Laki-laki itu langsung berlari dan menarik Yonna berada di belakangnya.“Kau?” kaget Luther diiringi keterkejutan Yonna.Terkekeh, Petunia terse

  • Teror Berdarah   Bagian : 62

    Setelah kehadiran bisikan dari penglihatan Peramal itu, tak ada yang tenang. Sampai salah seorang berseru dan menyampaikan bahwa jika mereka ingin selamat, maka ingin tidak ingin apa yang disampaikan Peramal barusan harus dilakukan. Pro dan kontra tidak luput mengambil posisi di antara mereka semua.Ada yang berpikir Luther-lah si pelaku, tetapi ada yang berpendapat orang yang bersikeras menuduh Luther inilah yang telah membunuh Petunia dan kedua orang tuanya. Karena hal itu pula, mereka justru terbagi-bagi menjadi dua regu.Semula mereka berpencar, masih ada di benak bahwa pelakunya tengah bersembunyi dan mengintai. “Aku nggak peduli, siapa pun dia harus kubunuh. Aku masih ingin pulang dari sini hidup-hidup.”Di antara mereka yang menolak bahwa pelakunya Luther, sedang membuat rencana. Mereka takkan berpencar, tetap bersama, tetapi mencoba memahami lokasi yang mungkin saja dijadikan sebagai tempat persembunyian berdasarkan tempat Petunia di bunuh.Akia bersuara, “Bagaimana kalau tern

  • Teror Berdarah   Bagian 61

    Siapa yang menyangka bahwa pada hari itu garis takdir mereka berubah drastis. Apa yang sebenarnya hendak ditinggalkan, justru mengejar mereka dari belakang hingga tiba di tempat persinggahan. Yonna, Luther, Malilah, Dovis, Akia, Clovis, dan peserta lain telah ditunggu kehadirannya oleh sebuah teror berdarah.Begitu sampai di tempat yang dimaksud, mereka berbondong-bondong turun menyaksikan pemandangan yang dipenuhi oleh hutan. Terdapat sebuah perumahan kayu yang memuat sejumlah kamar, dan sebuah bangunan tunggal yang disebutkan sebagai gudang. Masing-masing mereka membawa tas memasuki kamar yang sudah dipersiapkan, para perempuan sendiri dan laki-laki sendiri. Sementara di sana, Petunia mengatakan bahwa dia mungkin akan bersama ibu dan ayahnya. Sedang perempuan itu pikirkan.Baik Yonna, Malilah, maupun Akia sebenarnya tak mempermasalahkan, begitupun yang lainnya. Bagaimanapun mereka ikut di bawah ajakan Petunia dan keluarganya.“Aku sudah nggak sabar!”“Sama!”“Pasti akan sangat seru!

  • Teror Berdarah   Bagian : 60

    Memerlukan waktu cukup lama bagi Yulissa untuk pada akhirnya memberikan izin kepada sang anak, Yonna. Dalam sekali gerakan, perempuan itu mengangguk seraya berdeham. “Kamu bersungguh-sungguh bahwa bukan hanya kalian berdua, benar?” Secepatnya Yonna mengangguk mantap, ini adalah lampu hijau baginya. Mengangkat dua jari telunjuk dari tengahnya, Yonna berkata, “Sungguh, Ma. Yonna berani bersumpah, ini tuh perjalanan regu. Merayakan Hallowen.” Yulissa kembali diam, dia melirik sejenak kepada Bibi. Dia teringat akan percakapan mereka sebelumnya, di mana kabar akan teror yang hanya terjadi di kota ini, sedangkan pada cakupan luar hampir tidak pernah terusik. Mereka berdua sempat kebingungan akan apa yang pelaku teror itu inginkan sehingga mengincar benar penduduk kota ini. Sehingga kini, Yulissa berpendapat di dalam hati, “Jika anakku berada di luar dari kota ini, tidakkah itu memberinya perlindungan secara tidak langsung? Ah, aku berharap begitu. Sungguh, aku takut jika anakku berkelia

  • Teror Berdarah   Bagian : 59

    "Beneran, Petunia?" Yonna menatap Petunia dengan terkejut, dahinya sampai mengerut, tetapi sorotnya justru ceria. Petunia tersenyum seraya mengangguk. "Be-benar, Yon. Sa-saya mengajak kalian se-semua ikut serta. Papi j-juga sudah setuju, d-dia yakin kalian ad-adalah teman baik saya." Malilah menyeringai senang. "Wih, biaya perjalanan ditanggung atau sendiri-sendiri ini?" Akia yang duduk di sebelah Malilah langsung menyenggol lengan perempuan itu sebagai teguran. Dia tersenyum meringis ke arah Petunia, Akia ingin teman baru mereka tersebut tak memikirkan serius apa yang barusan Malilah katakan. "Malilah hanya bercanda, Petunia. Kamu tidak perlu memikirkannya dengan benar-benar." "Ti-tidak masalah, Kiya. Sa-saya Juga ingin mengatakan i-itu. Papi y-yang akan menanggung semua ke-kebutuhan kalian, kita a-akan tinggal di se-sebuah villa besar. Pa-papi saya sudah me-memesannya khusus re-rencana ini

  • Teror Berdarah   Bagian : 58

    "Mungkin di dianya kali yang gangguan," balas Malilah acuh tak acuh. Yonna mengangguk mencoba memahami, bisa saja masalah sambungan sebenarnya terdapat pada ponsel Petunia. "Oke, deh. Jadi, fix ini ya, mereka sudah urus?" tanyanya sekali lagi ingin meyakinkan. Mendengar itu, Malilah mengangguk mantap. "Iya, jadi nggak usah lagi pikirin. Kita tinggal tunggu hasil, semoga aja bisa selesai secepatnya." "Semoga. Terus, liburan sekolah gimana?" Yonna berbaring di atas ranjangnya, punggung perempuan itu terasa penat. Malilah mengedikkan bahu, dia juga belum mendengar kabar terbaru mengenai masa libur sekolah. "Nggak tahu, Yon. Kalau diminta sekolah lagi, kayaknya banyak yang belum setuju. Menurutku ya, ini." Mengangguk, Yonna setuju. "Setuju, sih. Soalnya terornya cuma di kota kita. Sedangkan di kota-kota lain, nggak ada kabarnya. Aku jadi heran sendiri, punya dendam apa sih,

  • Teror Berdarah   Bagian : 57

    Yonna baru selesai membersihkan diri, dia tidak tahan dengan rasa gerah di badan. Luther sudah pulang beberapa menit yang lalu. Beruntung masalah tadi tidak berakhir panjang, dia tidak ingin bila harus bertengkar lagi dengan Luther. Kini, pertengkaran adalah hal yang paling dia hindari.Mengeringkan rambut, Yonna melirik jam di dinding. Pukul setengah tujuh. Dia kembali memandang pantulan wajahnya di cermin. Selama mengarahkan pengering rambut, tanpa sengaja mata Yonna tertuju pada ukulele kecil di belakang. Tampak kaku dan berdebu. Warna asli tidak begitu kelihatan, menampakkan dengan jelas kalau benda tersebut sudah lama tidak tersentuh.Mematikan pengering rambut, Yoona melangkah dan bergerak mengambil ukulele kesayangannya."Aish, aku suda

  • Teror Berdarah   Bagian : 56

    Memperdalam ciuman, Yonna menggigit kecil bibir Luther. Dari posisi itu, Yonna dapat merasakan senyuman terbit dari bibir kekasihnya.Melepaskan diri, keduanya meraih udara sebanyak mungkin. Dada bergerak naik dan turun. Keringat juga mengalir di pelipisnya masing-masing.Sama-sama menetralkan tatapan yang sayu, Yonna menopangkan dagunya pada pundak Luther. "Kamu beneran sudah nggak marah lagi, 'kan? Nanti sampai di rumah, tahu-tahu diemin aku lagi besoknya.""Nggak. Kenapa mikir gitu?""Kan, siapa tahu." Yonna mencari posisi yang nyaman, tetapi memberi efek yang berbeda terhadap Luther."Shh… Jangan gerak yang aneh-aneh, Cantik. Kalau bangun, gimana?"Terkekeh, Yonna akhirnya diam. "Nggak sengaja."Mengelus punggung Yonna dengan lembut, Luther mengambil remote televisi. Menghidupkan layar besar yang menem

  • Teror Berdarah   Bagian : 55

    Keluar dari restoran, mereka berencana langsung menuju kantor polisi. "Tu-tunggu, apa tidak m-masalah bila kita me-melaporkan hal ini langsung?" "Kenapa, Ki? Biasanya kan, orang-orang langsung laporan ke sana," ujar Malilah bingung. "Ho-oh, memangnya mau ke mana lagi?" tanya Dovis. "S-saya takut ki-kita dianggap mempermainkan m-mereka." "Jangan takut, Petunia. Maka dari itu bagusnya kita langsung laporan sama mereka, kita kan bawa barang bukti. Kalau tadi lewat telepon, baru deh, mereka berhak curiga." Malilah membenarkan ucapan Yonna. "Betul, tuh. Kalau kita langsung ngomong empat mata, polisi di sana bisa aja nilai sendiri kita ini bohong apa nggak." Petunia mengangguk paham, sebenarnya ia ingin menawarkan untuk menghubungi salah satu aparat yang Papinya kenal. Agar lebih mudah dan nyaman. "Memangnya kamu ingin menggunakan cara apa selain yang tadi, Petunia?" Akia membenarkan letak tas selempangnya. "Sa-

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status