Share

Bagian : 2

Sebelum Yonna memasuki kelas, Luther menyempatkan mengacak rambut hitam gadisnya. "Ish, rambutku berantakan." Yonna mencubit kecil pinggang lelaki di depannya.

"Sudah, masuk sana!" 

Perempuan itu mengangguk lalu masuk ke kelas 12-IPA 2, meninggalkan Luther yang menduduki kelas 12-IPA 1. Sampai di dalam, Yonna disambut oleh sahabatnya—Akia, yang duduk bersebelahan dengan Yonna. Gadis berkepribadian tenang itu sepertinya mengganti gaya rambut. 

"Selamat pagi, Yonna," sapa Akia.

"Pagi, Ki. Udah ganti gaya rambut, nih?" tanya Yonna sambil mengaitkan tas di samping meja. 

"Hehe, cocok tidak? Saya merasa aneh." Akia menyentuh rambut gelombangnya.

"Sangat cocok, kau terlihat lebih dewasa." 

"Dewasa atau tua?" 

Mendengar ucapan Akia barusan, mereka berdua tertawa singkat. "Kamu sudah menyelesaikan makalah biologi?" tanya Akia mengganti pembahasan.

"Sudah, untung aku tidak lupa membawanya tadi." Yonna mengeluarkan tugas dari guru biologi.

"HALO SEMUA! SELAMAT PAGI!" Teriakan itu berasal dari perempuan yang memiliki tubuh lebih rendah dari Yonna, sahabat mereka. 

"Pagi, Kiya! Pagi, Yonna!" seru Malilah menyapa dua sahabat baiknya.

"Pagi!" balas mereka bersamaan.

"Apa itu, Yon?" tanya Malilah setelah berhasil duduk di kursi yang berada di belakang Yonna.

"Ini? Tugas makalah biologi. Kau sudah selesaikan?" 

"Makalah? Ada disuruh buat, kah?" Raut Malilah penuh bingung.

"Astaga, jangan bilang kamu lupa?!" tanya Akia, meski mereka pun sudah tahu jawabannya.

"Jangankan lupa, aku aja nggak tahu ada tugas makalah begini, Ki." 

"Sumpah, Lil. Modelan kaya kau kok, bisa naik kelas 12, sih?" Yonna melontarkan nada mengejek.

"Ya, mana aku tahu. Bukan aku yang urus kenaikan kelas. Lagian, baru juga kita naik kelas 12, tugas sudah banyak aja," keluh Malilah. 

"Namanya juga sekolah, kalau bukan disuruh mengerjakan tugas, apa lagi?"

"Tok, tok, tok. Mak Lilahku sayang, Dovi yang tampan datang." 

Tawa Malilah berhenti seketika, meski berteman, ia selalu malas jika berinteraksi dengan Dovis Elliot, kembaran Clovis Elliot yang sekelas dengan Luther. 

"Lilah, sayang. Masa aku kau abaikan, sih? Tega!" 

"Siapa, ya?"

"Aduh, sakit sekali," ujar Dovis dramatis. 

"Nih, biar kesayanganku bisa langsung kenal sama pria jantan satu-satunya ini." 

Dengan gagah, Dovis memberi Malilah tumpukan kertas yang dibuat menjadi buku. Makalah biologi yang harus dikumpul hari ini. Seketika, manik Malilah berkilat senang, ia tidak akan jadi dihukum nanti.

"Bagaimana?" Dovis memainkan kedua alisnya.

"Wah! Terima kasih banyak Dovi yang tampan satu kabupaten." Dengan penuh bahagia, Malilah memeluk makalah tersebut. 

"He, giliran dikasih beginian, langsung muji." Yonna menatap datar tindakan aneh sahabatnya yang satu itu.

"Nggak apa-apa, Yonna. Yang penting dia bahagia," timpal Akia.

Bel pertanda masuk berbunyi bertepatan dengan duduknya Dovis di samping bangku Malilah. Senyum lelaki itu terpampang sangat jelas, melihat Malilah yang masih tersenyum senang di atas kursinya.

/////

"Mari sahabat-sahabatku, kita serbu kantin." Malilah mengait masing-masing satu tangannya kepada Yonna dan Akia, menyeret mereka ke kantin. Bel istirahat sudah berbunyi.

"Aku dengar, ada siswi yang bunuh diri di SMA Merah Putih kemaren sore." Kabar yang didapat Malilah menjadi pembuka acara gosip mereka.

"Bunuh diri? Kamu dengar dari mana?" Akia bertanya setelah berhasil meneguk air mineral dalam botol.

"Aku punya kenalan dari sana, katanya cewek itu bunuh diri karena patah hati." 

"Apa? Patah hati?" Dahi Yonna berkedut heran.

"Iya! Kau tahu nggak gimana cara siswi itu bunuh diri?"

"Nggak, gimana? Gantung diri?"

"Gantung diri kayaknya sudah mainstream, deh."

"Terus?"

"Dia menusuk-nusuk perutnya sendiri pakai pisau, sampai darahnya itu muncrat ke mana-mana."

"Serius?!" Yonna bergidik ngeri membayangkan apa yang siswi itu lakukan. Akia pun ikut meringis membayangkan.

"Serius! Di halaman belakang sekolah lagi, pasti gentayangan."

"Masa bunuh diri, sih? Bukan kasus pembunuhan, Lil?" tanya Akia.

"Bukan, dari laporan pihak kepolisian, cuma ada sidik jarinya di gagang pisau. Lagian aksinya itu terekam kamera CCTV!"

"Astaga! Merinding aku." Yonna mengelus dadanya, merasa takut.

"Iya! Apalagi aku semalam lihat video rekaman CCTV itu. Sumpah, kaya nonton film thriller."

"Kau dapat videonya? Mana?"

"Ada, Joan yang kasih. Mau lihat?"

"Iya!"

"Nih, kalian berdua nonton sendiri, pakai earphone sekalian." Malilah menyodorkan ponsel pintarnya, lalu meminjam milik Yonna—bertukar.

Yonna berbagi earphone bersama Akia, merotasikan ponsel menjadi melintang. Meski takut, Yonna memerhatikan setiap detik video yang tayang.

Di sana, mereka melihat perempuan seumurannya baru datang dari sisi luar gedung, berjalan lunglai menuju tengah-tengah halaman. Walau jarak antar dirinya dan kamera cukup jauh, tatapan dari perempuan itu terlihat kosong. Dengan badan menghadap ke luar, ia mengeluarkan sebilah pisau dari saku gaun tidur yang dikenakan. 

Sekian detik berikutnya, ujung pisau yang tajam memasuki bagian dalam perutnya, lagi dan lagi. Berdasarkan hitungan Yonna, ada lima kali tusukan. Darah menciprat ke tanah sebelum akhirnya jatuh, terlihat ia menyempatkan diri untuk tertawa. Mendengar tawa itu, Yonna merinding setengah mati. Bagaimana orang yang sekarat masih sempat berpikir untuk tertawa?

Lima detik selepas siswi dari salah satu sekolah yang juga terkenal itu kehilangan nyawa, video berhenti. Namun, tidak berhenti berputar di dalam pikiran Yonna. Ia menemukan satu hal yang dirasa aneh.

"Makanannya datang!" pekik Malilah kegirangan. Perutnya sudah menggerutu sejak tadi meminta diisi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status