LOGINSelama bertahun-tahun Nana tidak menyadari bahwa dia dalam pengaruh santet. Hingga suatu hari temannya, Yuli yang pertama kali memberitahu bahwa dirinya diikuti oleh mahluk ghaib yang memiliki kekuatan cukup besar. Mahluk itu sudah cukup lama mengikuti Nana. Ayu, adik kandung sendirinya dan juga temannya juga mengatakan hal yang sama. Tapi Nana mengabaikannya. Tujuh tahun berselang, Nana bertemu Intan seorang Indigo. Intan mampu berkomunikasi dengan mahluk ghaib yang mengikuti Nana. Intan bilang jika si mahluk ghaib itu senang karena kali ini Nana memberi perhatian akan keberadaannya. Nana menolak untuk pergi ke orang pintar, dan memilih bergabung dengan kelas meditasi tapa brata 12 hari. Pada hari kedua meditasi, Nana mendapat serangan tak kasat mata. Kepalanya bagai dipukuli dengan godam dari berbagai penjuru. Beruntung, Nana mampu bertahan walau dengan menahan kesakitan yang luar biasa. Selang beberapa hari, Nana kembali mendapatkan serangan kasat mata. Serangan kali ini lebih dasyat dari serangan pertama. Beruntung, sesi konsultasi dengan Gurunya tiba. Sang Guru mengatakan bahwa mahluk itu dikirim oleh sesorang karena faktor sakit hati. Mantranya ditanam di tulang. Itulah yang menjelaskan mengapa kekuatan mahluk itu sangat kuat. Dengan dibantu oleh Sang Guru, Nana mulai proses pelepasan mantra santet dan mahluk ghaib yang sangat menguras tenaga dan mental Nana. Ngeri, jijik, pasrah dan rasa sakit campur aduk menjadi satu. Sementara hujan badai dengan angin menderu serta gelegar halilintar mengiringi proses itu.
View MoreFriska...cepatan! Teriakan seorang laki-laki menggema memenuhi rumah. "Gua bisa telat nih," teriaknya lagi.
Seruan abang sepupuku, Ferdi sangat mengganggu suasana pagi dihari Senin ini. Aku sama sekali tak mengindahkannya. Aku mematut diri di depan cermin, merapikan pakaianku. Setelah merasa srek, aku segera berjalan menuju tangga yang menjadi penghubung lantai dua dan lantai satu rumah mewah milik keluarga Ferdi.
Di ruang tamu rumah mewah milik saudara ibuku tersebut, tampak seorang pemuda jangkung berwajah tampan yang mengenakan pakaian yang sama denganku, tengah berkacak pinggang menungguku dengan tidak sabar. Sebentar-sebentar terlihat dia tengah mencek jarum jam di tangannya, memastikan jarumnya tidak berputar dengan cepat
Sikapnya menggambarkan kegelisahan yang menurutku terlalu berlebihan, seolah-olah guru piket tengah berdiri di gerbang sekolah seraya membawa sebilah rotan. Mengancam siapa saja yang terlambat pagi ini, yang dengan senang hati akan di jatuhi hukuman yang sepadan sesuai tingkatan terlambatnya.
“Lama amat sih tu anak, mo pergi sekolah atau mau hajatan sih.” Omelannya lagi.
Aku tersenyum geli. Ia sama sekali tak menyadari keberadaanku yang sedari tadi tengah memperhatikan tingkah polahnya.
“FRISKA…,- “ teriakannya yang tiba-tiba, sukses membuat telingaku mati rasa selama sepersekian detik, karena mulutnya persis berada di cuping telingaku.
“Iya bawel amat sih lo. Gak usah teriak-teriak juga. Kayak gue diseberang lautan aja.”
Aku bersungut-sungut seraya mengusap-usap cuping telingaku yang sedikit berdengung ditimpa suara Ferdi.
“Lama-lama lo kayak mak gue aja ya Fer, apes banget gue di teriakin mulu tiap pagi. Bisa-bisa gue jadi nenek-nenek di usia dini lagi, gara-gara masih muda udah tuli,- “
“Ah.. bawel lu , ayo cepetan!” dengan tidak sabar Ferdi menarik lenganku, menghentikan omelanku menuju mobil yang terparkir di halaman depan.
Kami menaiki mobil BMW silver milik paman yang tengah berada di Singapore bersama dengan tante untuk mengurus bisnis. Ibu Ferdi dan Ibuku merupakan saudara kandung. Ibu Ferdi lebih tua tentunya, kalau tidak tentunya aku tidak akan memanggil dia abang. Ditambah lagi Ferdi juga masih mempunyai seorang kakak laki-laki yang kini tengah menempuh S2 di MU.
Baru saja aku menghempaskan pantatku di jok mobil, segera saja Ferdi memaju kendaraan meninggalkan halaman rumah menuju jalan raya. Aku yang sudah hafal betul ketidaksabarannya dengan sigap segera menutup pintu. Ia memacu kendaraan dengan kecepatan tinggi.
Nih Ferdi kenapa ya? kayak orang kesetanan aja. Baru juga jam 06:45. Perasaan jarak rumah dan sekolah juga gak menghabiskan waktu yang lama. Hanya memerlukan waktu 10 menit dengan laju kendaraan normal. Aku tersenyum sendiri melihat tingkah abang sepupuku ini. Ah ,.. bodo amat . pikirku kemudian .
Ω
Aku melihat bangunan baru yang berdiri kokoh di hadapanku. Perasaanku tiba-tiba saja tidak enak. “ SMA PELITA BANGSA” aku membaca tulisan yang terpahat didinding gapura gerbang sekolah yang baru saja kami lewati.
Sekolah ini memiliki halaman yang luas dan parkiran yang besar. Bangunan sekolah terdiri dari lima lantai dengan lapangan olahraga yang luas serta memiliki gedung-gedung penyangga selain bangunan utama yang juga tidak kalah mewahnya.
Ferdi memarkir mobil di sebuah parkiran yang berdampingan dengan lapangan basket. Hanya dipisahkan oleh kawat jaring. Aku segera melangkah keluar dari mobil dan berjalan mendahului Ferdi. Turun dari mobil, Ferdi segera saja di kerumuni oleh segerombolan gadis cantik. Gue akui mereka emang cantik, jauh lebih cantik dari gue. Tapi gaya mereka yang centil dan terlalu berlebihan menurut gue sangat norak.
“Pagi Ferdi,” sapa salah seorang mereka yang tingginya sama denganku. Wajahnya putih dan memakai make-up yang ketebalan. Pakaiannya yang bermerek dan update, menandakan dia anak orang kaya dan seorang fashionista sejati. Aku tidak peduli, aku tidak menyukai gayanya yang centil. Membuat risih saja.
“ Pagi,” jawab Ferdi dengan kalem. Ferdi mencoba memanggil-manggilku yang telah jauh meninggalkan parkiran. Aku tengah berada di lorong sekolah. Biar saja dia bersama gadis-gadis gila itu, biar tau rasa. Salah siapa juga yang datang buru-buru ke sekolah.
Tak mengindahkan panggilan Ferdi. Aku terus berjalan disepanjang lorong sekolah. Mataku hanya terpaku pada lantai keramik yang bewarna putih bersih itu, tak memperhatikan keadaan sekitar yang masih sepi meski bel tanda masuk akan segera berbunyi dalam waktu lima menit.
BRUK.. "Jidat gue” Reflek saja kata-kata itu melompat dari mulutku. Seraya memegang dahi yang terantuk suatu benda yang lumayan keras berlapis kain. Aku mendongak memastikan benda apa yang telah aku tabrak atau bahkan menabrakku. Tatapanku langsung terpaku pada sepasang mata dingin milik seorang pemuda. Ia menatapku dengan wajah bersalah.
Aku merasa jantungku seakan berhenti berdetak, bukan karena kagum akan ketampanan si pemilik mata Elang. Perasaan yang tengah aku rasakan, seolah aku baru saja mengalami kejadian naas yang mengerikan. Seakan-akan laki-laki yang tengah berdiri di hadapanku ini telah melakukan kesalahan fatal, yang aku sendiri tidak mengetahuinya.
Tentu saja itu sangat mustahil, toh seingatku ini pertama kalinya aku bertemu dengan dia. Badanku langsung menggigil setelah kontak mata yang aku lakukan. Walaupun ekspresi pemuda di depanku kentara sekali menunjukkan penyesalan yang teramat sangat.
“ Lo baik-baik saja?” Laki-laki itu mengejutkanku. Imajinasi yang tengah aku rangkai, buyar seketika.
“Oh.. eh, gue baik-baik saja.” Mendadak aku menjadi gagap. Cepat-cepat aku berlalu menjauh dari pemilik mata elang itu, tanpa sempat meminta maaf.
Kok perasaanku jadi aneh gini ya? Kayak habis ketemu sama malaikat maut aja. Jangan-jangan dia benaran malaikat maut lagi? Jangan-jangan sebentar lagi aku akan mati? Aku membiarkan dugaan-dugaan menari bebas dalam benakku.
Ω
Jadwal sesi meditasi selanjutnya akan dimulai satu jam lagi. Sekitar jam 14.00. Namun, Nana ingin buru-buru memulainya. Hal pertama yang dilakukannya adalah meminta maaf pada Tuhan karena telah berbuat buruk terhadap seseorang sehingga orang tersebut tega menyantetnya.Kedua, dia meminta maaf kepada orang yang membencinya tersebut dan telah membuatnya sakit hati. Sekaligus memaafkan atas apa yang dilakukannya kepadanya. Dengan kesadaran penuh, Nana membebaskan dirinya dari energi kemarahan dan kebencian.Secara khusus, Nana berkata dalam hati kepada si judes. “Aku sudah tidak marah kepadamu. Kamu dikirim seseorang dan memberimu tugas. Orang itu sekarang sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi denganku dan bahkan sudah tidak membenciku lagi. Ja
Setelah istirahat siang, para peserta meditasi mulai belajar materi dasar Meditasi yaitu merasakan akar rambut, rambut, gigi, kuku dan tulang. Nana dengan cukup mudah mampu merasakan semua bagian itu kecuali tulang. Aneh! Sangat aneh!Jika mampu merasakan akar rambut, semestinya merasakan tulang jauh lebih mudah karena objeknya paling BESAR! Jadi sangat super duper aneh ketika dia tidak bisa merasakan tulang. Namun, Nana pasrah saja. Sebisa mungkin menghindari kemarahan. Nana mencobanya lagi pada sesi meditasi malam hari. Tapi, tetap tidak bisa! Walau sedikit frustrasi, dia bertekad untuk mencoba coba lagi keesokan harinya. Hari ke-tiga, pelajaran untuk merasakan bagian-bagian tubuh yang lain dilanjutkan. Seperti merasakan otot, semua organ tubuh yang masuk dalam sistem pencernaan dan juga sistem pernapasan hingga ke pembuluh darah. Seperti bias
“Office Boy di tempat kantor saya juga seorang Indigo. Dia santri keluaran Pondok Gontor!” kata Dimas yang menikah dengan keponakan tertua Nana. Kebetulan Nana pulang ke Jogja untuk beberapa hari. Sehari sebelum balik ke Bali, tanpa sengaja Nana berbincang dengan Dimas."Almarhum Papa juga mengalami peristiwa ghaib," kata Dimas ketika Nana menceritakan tentang si judes. "Beruntung Office Boy di tempat saya kerja bisa membantunya.""Peristiwa ghaibnya seperti apa?" Nana penasaran."Waktu itu kan Papa sedang merenovasi rumah yang di luar Jogja. Jadi rumah itu bersebelahan dengan rumah Pakde. Ada pintu penghubung diantara rumah Pakde dan rumah Papa. Ketika semua tukang sudah selesai, pintu penghubung dan pintu depan otomatis dikunci." Dimas mennceritakan panjang lebar. Nana hanya diam mendengarkan."Tiba-tiba pintu depan dan pintu penghubung terbuka. Padahal selain dikunci juga dipalang. Tidak ada seorangpun yang ada di rumah selain Papa
Tujuh tahun berselang, awal Februari 2020. Gara-garanya Nana bertemu teman baru di medsos. Dia seorang Indigo, namanya Intan. Usianya beberapa tahun lebih muda dari Nana. Mereka berdua sama-sama menyukai film Dilan. Jadi obrolan mereka ya seputar film remaja tersebut dan tentu saja tentang para pemainnya dan gosip seputar Sasha dan Iqbaal. Kalau ngegosip, bisa sampai berjam-jam!!Namun, ntah mengapa sore itu pembicaraan lain. Mereka berbincang melalui sambungan seluler. Karena Intan di Semarang sedangkan Nana di Bali. Ternyata di salah satu kehidupan sebelumnya, Nana adalah teman seperjuangan Intan saat di jaman penjajahan Jepang. Jadi, ketika ngobrol mereka layaknya teman lama yang tidak ketemu. Kebetulan Intan dapat karunia mampu melihat dan berkomunikasi dengan mahluk halus. Tiba-tiba Nana teringat perihal mahluk hitam yang mengikutinya.“Dek … boleh minta tolong, ga? Coba kamu lihat apa ada mahluk yang mengikutiku,” pinta Nana. Lantas Intan minta
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
reviews