Share

Bagian : 6

“Kenapa kamu belum tidur?” 

Yonna terkekeh mendengar kalimat pertama di panggilan suara mereka.

“Kenapa ketawa?”

“Aku masih belum terbiasa kau sebut pakai kamu.”

“Mulai sekarang kamu harus membiasakan diri.”

“Lebay, ah.”

“Ck, kalau kamu nggak mau, biar aku aja.”

“Hehe, nggak. Besok jadi, kan?”

“Pasar malam?”

“Iya, aku mau naik kapal bajak laut.”

“Nanti kita duduk paling belakang.”

“Yeay! Jangan muntah, ya?!”

“Kamu itu yang muntah.”

“Nggak!”

“Iya, deh, cantikku.”

“Okay! Sudah, aku mau tidur.”

“Jangan ngomongnya tidur, tapi malah asik main hp.”

“Nggak kebalik, pacar?”

“Nggak, tidur! Satu, dua, tiga!” 

Yonna terkekeh, lalu mengucapkan selamat malam dan memutus panggilan.

/////

Usai mengirim pesan kepada Yulissa kalau ia akan pergi keluar jam tujuh nanti bersama Luther dan yang lain, Yonna mulai bersiap-siap. Ia mengenakan A-line dress putih yang dipadukan dengan jaket jin over size berwarna biru pudar, outfit itu pun diperkuat dengan penggunaan ankle boots. Rambutnya yang lurus dibiarkan terurai begitu saja. 

Menjelang jam tujuh, Yonna duduk menunggu Luther di luar. Sesekali ia mengambil gambar diri, kemudian membagikannya ke akun media sosial pribadinya. Saat ingin membuat video, Luther sampai lebih dahulu.

“Aku takut kamu nggak mau ninggalin motor besar kesayanganmu di rumah,” ucap Yonna sembari memasang helm andalannya.

“Nggak, lah. Waktu kamu bilang pakai dress gini, aku langsung mutusin pakai skuter aja.” 

Yonna memeluk pinggang Luther, “Hehe, kamu itu yang terbaik. Ayo, berangkat!”

Meski motor yang dikendarai Luther adalah motor tua, kelakuan motor itu tidak selambat yang orang pikirkan. Dengan kecepatan yang terbilang cukup cepat untuk motor tua, Luther berhasil sampai ke lokasi pasar malam tepat waktu. Bersamaan dengan teman-temannya yang juga datang.

“Woi, lah, tahu yang pacaran. Nggak usah pakai acara couple-an segala,” seru Dovis malas melihat sepasang kekasih itu.

“Loh? Eh, iya!” Yonna baru sadar ternyata pakaian yang ia kenakan senada dengan Luther. Pacarnya itu juga memakai jaket jeans biru muda dengan kaus polos putih di dalamnya, sedangkan celananya berwarna hitam. 

“Nggak sengaja tahu, aku nggak ada janjian sama Luther,” kilah Yonna.

“Kalau kamu janjian juga tidak apa-apa, Yon. Sama pacar sendiri juga,” ucap Akia mendukung sahabatnya.

“Clovis juga pakai jaket jeans, loh,” tambah Malilah. 

“Beda warna,” sahut Dovis lagi.

“Tapi, kok, yang sana lebih terasa couplenya?” 

Lima murid SMA tersebut menoleh ke arah di mana Malilah menatap. Di sana, terlihat Petunia berjalan dengan otufit yang sangat mirip dengan pakaian Luther. Seolah yang couple adalah Petunia dan Luther, sedangkan Yonna hanya kebetulan mirip. 

Luther menatap tak suka, dia langsung menukar jaketnya dengan yang dikenakan Clovis. Paham perasaan sahabatnya, Clovis menuruti.

“Waduh! Panas, nih,” pancing Dovis.

“Apaan, Dove. Nggak sengaja itu,” sahut Malilah.

Tidak ingin berpikiran aneh, Yonna mencoba mengabaikan. 

“Aku aja bisa secara nggak sengaja samaan bareng Luther, jadi orang lain juga bisa, dong.” 

“Kan, ini beda. Luther pacarmu, bisa aja ikatan batin atau gimana. Lah, itu?” Dovis menunjuk Petunia yang semakin dekat dengan dagu.

“Ish, jangan bikin Yonna overthinking kali, Dove!” Malilah mencubit perut Dovis. Membuat korban mengaduh kesakitan.

“Ha-halo, maaf sa-saya terlambat,” sapa Petunia seraya mengatur deru napasnya.

“Nggak apa-apa, kita juga baru sampai, kok,” balas Yonna.

Melupakan insiden couple dadakan itu, Malilah langsung saja mengajak mereka semua memasuki pasar malam. Sesampainya di dalam, seluruh mata dimanjakan dengan berpuluh-puluh stan makanan dan pakaian, serta banyak arena yang menyenangkan.

“Kita mau ke mana dulu, nih?” tanya Malilah seraya mengedarkan pandangan.

“Kita keliling saja dulu, habis itu baru naik wahana,” saran Akia.

“Ayo!” pekik Yonna dan Malilah heboh.

Teriakan demi teriakan histeris menggelegar di setiap ayunan kapal bajak laut tersebut yang semakin cepat. Bahkan Dovis yang awalnya sok berani, pun turut berteriak histeris merasakan gelitikan aneh di perutnya, antara takut juga menikmati. Sedangkan yang paling santai di antara mereka hanyalah Luther dan Clovis, dua orang itu seakan sedang menaiki komidi putar. Hanya Luther yang sesekali tersenyum manis menyaksikan Yonna begitu gembira menikmati wahana. 

Setelah ayunannya melambat, Malilah mulai merasakan seisi perutnya tengah memberontak ingin keluar. Ia menepuk-nepuk pundak Yonna, agar bisa segera membantunya turun. Luther menahan kapal agar tidak bergerak, membantu Yonna membawa Malilah keluar dari kapal. 

Saat ingin turun, lengan Luther ditarik oleh seseorang. Raut wajah Luther berubah seketika saat tahu siapa itu.

“Luther, jangan tinggalkan Petunia. Dia pasti merasa pusing juga,” teriak Yonna dari tangga. Lagi-lagi Luther mendesis tak suka, jika bukan Yonna yang meminta, Luther pasti membiarkan perempuan itu muntah di atas kapal.

Clovis membawa dua botol air mineral. Gadis berambut lurus itu menyerahkan botol yang sudah ia buka tutupnya kepada Malilah, sedangkan Clovis membukakan satu untuk Yonna.

“Kenapa kamu biarin Luther membantu Petunia?” tanya Clovis pelan.

Sambil mengurut tengkuk Malilah, Yonna menjawab, “Aku mau minta tolong Dovis, tapi dia sudah keburu lompat ke bawah. Kasihan ngebiarin Petunia di atas gitu aja.”

“Kita baru kenal dia, Yon.”

“Aku tahu, Clove, tapi nggak ada salahnya percaya. Dia nggak kelihatan jahat.” 

“Kamu harus hati-hati,” bisik Clovis.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status