Share

Bagian : 5

“Halo, Petunia, saya Akia Baqiya. Salam kenal, ya,” sapa Akia. 

Bertepatan dengan guru yang keluar, Malilah langsung meminta kedua sahabatnya mendekati Petunia, berkenalan.

“Aku Yonna.”

“Se-senang bertemu ka-kalian.” Petunia memerhatikan tiga orang yang mengelilinginya.

“Kami juga. Em, Kau mau bareng kami ke kantin, ‘kan?” Malilah menunggu jawaban Petunia. Dengan pelan, murid pindahan tersebut mengangguk.

“Ayo!” ajak Yonna.

“Cie, ada personil baru,” seru Rasia.

“Iya, dong. Biar pas.” Malilah memasang nada sombong.

“Hati-hati, biasanya yang pendiam itu menghanyutkan,” tambah Poli.

“Yon, jaga Luther, siapa tahu cewek pindahan itu peletnya kuat.” 

Rasia dan Poli tertawa terbahak-bahak mendengar kalimat Gisel barusan. Yonna melihat wajah Petunia berubah murung. “Sudah, mereka memang gitu, ayo!”

“Em, boleh aku tanya sesuatu?” Sesampainya di meja kantin, Malilah bertanya kepada Petunia.

“Bo-boleh.”

“Aku dengar, tadi malam ada yang bunuh diri lagi di sekolah lamamu, betul?”

Melihat wajah Petunia memucat, Akia berucap, “Kami tidak memaksamu bercerita sekarang.”

“Ti-tidak, saya han-hanya merasa takut sa-ja.”

“Jadi, kabar itu betul?” Yonna memajukan tubuhnya sejengkal.

“I-iya.”

“Alasannya bunuh diri?” Clovis menyeruput minuman kemasan Malilah.

“Apa keluarga kalian mendadak miskin? Berhenti meminum minumanku!”

“Jangan pelit, Mak Lilah.” 

“Ish, diam dulu. Petunia, kau tahu alasannya?” tanya Yonna lagi.

“Sepupu sa-saya bilang, di-dia bunuh diri karena meras-sa tertekan.”

“Tertekan?”

“Di-dia selalu dijauhi ka-karena sering sakit, te-tetapi kabar yang ter-tersebar karena roh Vas-sya mem-meminta bayaran.”

“Roh Vasya?” Malilah mencoba mengingat nama tersebut. “Oh! Itu nama siswi yang bunuh diri di halaman belakang, ‘kan?” 

“I-iya.”

“Apa yang kamu maksud dengan bayaran?” 

“Sa-saya tidak tahu ka-kalian akan percaya atau ti-tidak. Du-dulu perempuan i-itu yang menggoda pa-pacarnya, ja-jadi hubungan Vasya ber-rakhir. Untuk ba-balas dendam, rohnya me-memancing agar perempuan itu me-melopat,” jelas Petunia.

“Berarti rohnya gentayangan.” Malilah jadi merinding sendiri.

“Terus, kenapa kau pindah? Si Vasya-Vasya itu pasti sudah pergi, dendamnya sudah terbalaskan.” 

Mendapat pertanyaan dari Dovis, Petunia langsung menjawab, “Pa-papi saya men-mendapat penglihatan da-dari peramal, kalau r-roh Vasya masih te-te-terus mencari nya-nyawa lain sebagai jem-jembatan agar di-dia bisa pergi ke at-tas. Ma-makanya Papi min-minta saya pindah se-sekolah, Vasya bi-bisa mengambil nya-nyawa si-siapa saja.”

“Seru, ya, ceritanya. Sampai lupa kalau bel sudah bunyi,” potong Luther.

“Apa?!” pekik para perempuan di sana—kecuali Petunia.

“Kenapa nggak bilang, sih, Luther!” kesal Yonna. 

Sejurus kemudian, Yonna berdiri dan meraup pergelangan Petunia, mengajak berlari.

“Sial,” serapah Dovis melihat guru sudah mulai mengajar di kelas.

“Kalian dari mana saja?” tanya Ibu Nana santai.

“Kantin, Bu,” jawab mereka jujur.

“Memangnya waktu yang diberikan sekolah tidak cukup?”

“Cukup, Bu.”

“Terus kenapa masih telat? Kamu anak pindahan, baru masuk sudah berani telat. Kalian keliling lapangan sepuluh kali.”

“Yah. Jangan sepuluh kali, Bu,” keluh Malilah.

“Siapa suruh telat? Atau mau Ibu tambah?!” 

“Nggak, Bu.”

Dengan pasrah, lima murid itu berlari mengelilingi lapangan basket. Di sana, terdapat anak kelas 12-IPA 1 yang kebetulan jadwalnya olahraga. 

“Pantes Clove sama Luther santai, mereka jam olahraga,” kesal Dovis.

“Petunia, kami minta maaf. Gara-gara keasikan mengajak ngobrol, kau jadi ikutan dihukum,” sesal Yonna.

“Iya, sepertinya pembahasan hari ini terlalu menarik perhatian kami semua, sampai-sampai lalai begini,” timpal Akia.

“Ti-tidak apa-apa, kok. Sa-saya senang karena me-mengenal kalian.” Senyum Petunia mengembang cerah.

/////

Malam ini, Yonna berniat membuat video cover lagu dari penyanyi internasional versi YouTuber yang Yonna sukai. YouTuber itu selalu menggunakan versi lembut untuk segala jenis genre musik, dan hal tersebut yang membuat Yonna menyukainya. Nadanya sangat sesuai untuk jenis suara Yonna, keahlian memetik ukulele dan tema musik yang selalu mellow. 

Yonna menyiapkan kamera dan mikrofon. Setelah dirasa siap, ia mulai menekan tombol rekam. Perlahan, jari-jari lentiknya memetik senar ukulele pemberian Kakeknya sebelum meninggal, itulah mengapa Yonna menjaga ukulele itu dengan sangat baik.

Bait demi bait ia melantunkan lagu, penuh rasa, penghayatan dan emosi. Lagu tersebut menceritakan tentang seorang perempuan yang masih mengingat dengan jelas perhatian dari lelaki pujaan hatinya, tetapi sayangnya lelaki itu sejak awal tidak pernah menganggap hubungan mereka lebih dari yang dipikirkan. Justru sang pujaan sudah memilih hati lain, dan orang itu ialah sahabatnya sendiri. 

Usai bernyanyi, Yonna langsung memindahkan rekaman tadi ke dalam laptop, melakukan beberapa penyuntingan sebelum akhirnya dibagikan ke akun YouTube dan I*******m pribadi. Yonna cukup terkenal di kedua aplikasi itu sebagai peng-cover musik mellow.

Sebelum turun ke bawah, Yonna memeriksa akun YouTuber favoritnya. Sudah lebih dari enam bulan YouTuber dengan nama akun @Pertez_bee atau biasa dipanggil Bee itu tidak memperbaharui kirimannya, bahkan tidak pernah aktif di I*******m.

Hingga saat ini, Yonna belum pernah melihat bagaimana wajah asli Bee, karena perempuan tersebut selalu menutup bagian wajahnya, dan pada setiap video yang dibagikan hanya daerah mulut ke bawah saja yang terekam. Benar-benar misterius.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status