Share

Terpaksa Jadi Pacar
Terpaksa Jadi Pacar
Author: Ira Yusran

Fiterus Asikin

Pada sebuah bangunan dengan luas 2000m², beberapa montir tampak berbaris sejajar dengan rapi. Salah seorang manager tengah memberi banyak instruksi mengenai pembukaan yang akan diadakan nanti.

"Inget! Besok pemilik Fiterus Asikin bakalan dateng buat ngeresmiin pembukaan bengkel kita. Jadi, kalian harus bisa nunjukin bakat dan skill kalian. Dalam tujuh hari ke depan, dia bakal terus datang dan ngenilai, tentang siapa yang bisa stay or out from here.

Jadi hari ini kita bakalan bersih-bersih dan ngecek segala persiapan yang dibutuhkan. Entah peralatan kalian di station, atau kekurangan bahan yang dirasa bakalan banyak diminati."

Setelah briefing usai, tiga puluh montir itu langsung tercerai-berai. Mereka sibuk membersihkan area serta perkakas yang akan digunakan esok.

Ari, salah satu montir amatir itu sedikit kesal jam istirahatnya diganggu hanya demi membersihkan area tanpa dibayar. Bukannya perhitungan, tapi sejak awal perjanjian itu memang memberatkan.

Apalagi, semalam suntuk ia tak tidur demi menjaga lilin agar tak padam. Maklum, hidupnya yang pas-pasan hanya menggantungkan harap pada sang adik tercinta. Rendi Samudera.

Demi masa depan yang cerah, Ari bersikukuh bermain api, menjadi gamers handal demi maraup banyak keuntungan. Dari sanalah, pundi-pundi rupiah mengalir deras.

Sayang, sederas apa pun rupiah yang dihasilkan tetap tak mampu menutupi biaya hidup keduanya. Apalagi, banyak kegiatan Rendi yang menguras kocek lebih dalam. Mau tak mau, Ari harus mencari kerja demi menunjang hidup.

"Peh ... mripatku ngantuk seru!"

Seorang kawan sejawat seberang station pun menyahut. "Semangato, Su! Kata menejer, yang punya bengkel gede ini cewek-cewek cantik, lo! Penak, sesok cuci mata!"

Ari bergeming, lalu menguap selebar mungkin. "Ra urus aku, Pri. Kesok ra bakal iso cuci mata. Cuci tangan iya pake oli."

"Kamu iki piye, Ri! Beneran laki apa jadi-jadian? Dikasih bau pindang kok nolak. Aneh!" gerutu Supri.

"Aku ini beneran laki, Pri. Tapi mbok ya jangan ganggu masa tenang sebelum kerja poo, ya," sungut Ari sembari memukul-mukulkan handuk keringat pada kotak perkakasnya.

"Lah, dikira pemilu pakek ada masa tenang! Lagian, dari awal kan udah dikasih tau, RI, kalo sewaktu-waktu bakal dipanggil buat apel pagi tanpa digaji," ujar Supri sembari menggerakkan kedua bahunya naik-turun secara bergantian.

"Lah, itu dia, Pri. Cobak kalo hari ini dihitung kerja terus digaji, pasti nggak akan selesu ini. Apalagi kalo ada pemandangan asoi. Sapa pula bakal nolak, Rip."

"Matamu duitan, Su!"

Ari terkekeh mendengar umpatan Surip. Sekali lagi, ia menguap lebar sebelum akhirnya terduduk di pojokan. Ia menengadah, mencoba memasuki alam bawah sadar.

Beberapa barang yang sebelumya digenggam pun mengendur kepalannya. Sedetik kemudian, ia telah bermimpi.

"Semprul nih anak!"

Hampir sejam lamanya Ari tertidur di station, meninggalkan kewajiban yang harusnya dikerjakan. Tak ada yang menyadari ketidakhadirannya selain kawan station sebelah, sedangkan Surip karena mengingat sang anak yang telah lama meninggal, ia enggan mengadukan sikap Ari.

Hingga akhirnya empat gadis fashionable datang tanpa bersuara, seolah-olah tengah melihat-lihat bangunan atau aktivitas di sana. Rupanya, empat gadis itulah pemilik bengkel Fiterus Asikin.

Gadis-gadis cantik itu sengaja ke bengkel tanpa pemberitahuan sebelumnya karena ingin melihat totalitas dan loyalitas para montir yang diterima. Sementara para montir sibuk dengan pekerjaannya, keempat pemilik bengkel terbesar itu mulai menelisik.

Supri yang tak sengaja melihat mereka datang dari spion yang dihadapkan pada pintu masuk, cepat tangkap dengan situasi yang ada. Ia lantas memukul-mukul kunci ring pas pada dongkrak, berharap Ari terganggu dan terbangun demi masa depan yang diinginkan.

Sayangnya, Ari masih terlelap. Meski ia mendengar suara dentangan yang menggema lantang, tak membuatnya tersadar begitu saja.

Bagaimanapun juga, jika Ari tertangkap basah di hari pertama percobaan, tentu saja jasanya tak akan lagi dibutuhkan. Apalagi, stationnya berada di barisan terdepan.

"Su! Bangun!"

"Hmm ...."

Supri memukul dahinya pelan, lantas mencoba meraih alas tidur mekanik yang dialihfungsikan oleh Ari. Sayangnya, jarak yang memang jauh tak mampu digapai oleh kunci T yang dibentang.

Supri mulai kehabisan akal saat bayang keempat gadis cantik itu mulai dekat. Tiba-tiba saja ia mendapat ide. Lekas dilemparkannya kunci sock ke arah depan.

Dentingan kunci tentu saja membuat para montir lainnya mencari sumber suara. Serempak, mereka saling pandang saat didapati empat gadis tengah berjalan ke arah mereka.

Para montir pun beranjak, lantas mulai melangkah ke depan. Kesempatan itu tentu saja digunakan Supri untuk ikut maju. Bukan untuk menggoda gadis, melainkan untuk membangunkan Ari.

Ira Yusran

Halooo, selamat datang di novel kedua aku 💚 yuk bantuin vote dan review. Jan lupa juga buat isi ulang koinmu, ya. InsyaAllah ini bakal update tiap hari ya, meski cuma satu bab. Hihi

| 1
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Ivan Haws
seru nih pemiliknya wuayu wuayu...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status