Luka masa kecilnya membentuk Viona jadi pribadi yang tertutup. Trauma akan kematian ibunya membuat Viona membenci semua lelaki. Namun semua berubah ketika Viona pindah ke sekolah barunya. Viona tak tahu kenapa cowok itu terus menatapnya, matanya yang tajam beriris hitam pekat seolah mengintimidasinya. Viona berusaha menghindari cowok itu, tapi seakan takdir tidak menghendakinya. Viona justru selalu terjebak bersama cowok itu. Levin, cowok berbahaya yang seharusnya tidak memasuki dunia Viona.
View MoreSuara petir saling bersahutan, kilatnya masuk menembus kaca. Gadis kecil itu terbangun saat suara guntur kembali terdengar, matanya mengerjap berulang kali.
Rasa takut mendominasi, tubuhnya gemetar. Ia melirik ke jendela yang terbuka, di luar sedang hujan deras disertai angin kencang.
"Mama!" pekik gadis itu bersamaan dengan suara petir yang menyambar.
Ia bersembunyi dibalik selimut, merapalkan segala macam doa. Sesekali memanggil mamanya, berharap sang mama akan datang dan menenangkannya. Tapi sekian lama menunggu tak kunjung datang, sementara suara petir semakin kencang terdengar.
"Mama, Viona takut," cicit gadis kecil bernama Viona.
Akhirnya Viona memutuskan untuk turu dari ranjang, berniat menyusul ke kamar orangtuanya. Meski ragu Viona tetap berjalan menuju pintu. Ia akan berjongkok saat suara guntur tiba-tiba menggelegar.
"Mama." Viona terus memanggil namanya dengan suara nyaris tak terdengar.
Ia keluar dari kamar, tangannya mendekap erat bonek doraemon. Matanya mengedar ke penjuru arah. Rasa was-was dan juga takut membuat langkahnya memelan.
"Mama, Viona takut," lirih Viona.
Kakinya yang gemetar terus ia paksakan berjalan ke kamar orangtuanya.
"Mama." Viona membuka kamar orangtuanya. "Mama di mana?" Tak ada siapa pun di kamar itu. Ia kembali keluar, menahan isakan yang menerobos keluar sejak tadi. "Mama."
Vio tersentak ketika mendengar suara dentuman dari bawah. Ia yang penasaran pun mendekat ke arah tangga. Vio terdiam saat netranya menangkap sosok sang mama ada di sana bersama dengan papanya dan seseorang yang tidak Vio kenal sama sekali.
"Berengsek!"
"Laras dengarkan aku."
Namun wanita bernama Laras tak menggubrisnya, ia semakin menjadi membanting guci yang ada di dekatnya. Melempar berbagai barang ke depan pria itu yang tak lain Dimas, suaminya sendiri.
"Laras!" Dimas semakin geram karena Laras terus melemparkan benda-benda itu ke wanita yang berdiri di belakangnya.
"Kamu berengsek Mas!" teriak Laras, suaranya bercampur dengan isakan yang tak lagi mampu ia tahan. "Kamu gila! Kamu jahat!" Laras terus menyumpah serapah suaminya. "Kamu anggap apa aku selama ini? Hah?!"
"Laras, dengarkan aku dulu." Dimas berusaha merengkuh tubuh Laras, tapi dengan cepat Laras menepis tangan Dimas.
"Apa lagi? Kamu mau jelaskan apa? Semua sudah jelas, kamu selingkuh dengan jalang itu!" Laras menunjuk wanita yang ada di belakang Dimas, matanya berkilat menandakan amarah yang sudah memuncak.
"Jaga ucapan kamu Laras!"
"Kenapa?" Laras mendecih, menatap sinis Dimas. "Memang dia jalang kan. Apa namanya kalau bukan jalang. Ah, mungkin pelakor atau Bitch ...."
Plak!
Laras terdiam, meraba pipinya yang memanas akibat tamparan Dimas. Perih, tapi tak sesakit perasaannya atas pengkhianatan yang dilakukan oleh suaminya.
"Laras, maaf. Aku gak bermaksud————"
"Cukup!" sergah Laras, membuat Dimas tercekat. "Kamu puas?" Mata Laras tertuju pada wanita di belakang Dimas. "Kamu puas, menghancurkan rumah tanggaku?"
"Laras————"
"Diam!!" Laras berjalan mendekati wanita itu tapi Dimas langsung menghalanginya. "Minggir!!" Laras mendorong tubuh Dimas, tapi Dimas malah merengkuh tubuh Laras. "Lepaskan aku! Berengsek!!"
"Laras tenang dulu, kamu bisa membangunkan Viona kalau terus berteriak."
"Kenapa? Kamu takut Viona tahu, kalau ternyata papa kesayangannya itu bajingan." Laras mendengus, ia kembali berontak tapi tenaga Dimas jauh lebih besar.
"Laras, kita selesaikan masalah ini jangan libatkan Viona," kata Dimas, berusaha menenangkan Laras.
"Kamu pikir dengan membawa wanita itu ke sini Viona akan senang. Kamu pikir Viona akan menerima anak dari wanita jalang itu!"
Plak!
Lagi-lagi Dimas lepas kontrol dan menampar pipi Laras. Ia kembali menyesal setelah melakukannya, bagaimana pun Dimas sangat menyayangi Laras. Dia istrinya, wanita yang menemaninya hampir lima tahun ini.
Laras tertawa sumbang. "Kamu udah dua kali nampar aku Mas, demi membela wanita simpananmu." Laras menatap Dimas, wajahnya tampak kuyu dan terlihat frustasi. "Jadi alasan kamu jarang pulang karena wanita itu? Viona sering nanyain kamu Mas, Viona rindu papanya, kangen main sama papanya, dibacakan dongeng setiap malam. Tapi apa yang kamu lakukan, kamu malah jalan-jalan bersama dengan keluarga barumu, mengabaikan Viona yang selalu menunggu kamu setiap saat.
"Kamu jahat Mas." Dimas terdiam, merasa bersalah. "Dan sekarang kamu bawa mereka ke sini. Apa kurang puas kamu menyakiti aku dan Viona, hah?! Jawab! Kenapa kamu sejahat itu sama kami!" Laras mencengkram kerah baju Dimas, mengguncang tubuh pria itu yang hanya bisa diam.
"Kamu jahat Mas!" Tangis Laras semakin pecah, ia histeris. Isakannya terdengar memilukan.
"Maaf," gumam Dimas.
Laras mendongak, menatap wajah Dimas. "Kamu mencintainya?"
"Ya."
Laras memejamkan matanya sejenak, jawaban Dimas seperti belati yang mengiris-iris hatinya. Menorehkan luka yang sangat dalam.
Tidak, Laras tidak bisa berbagi cinta dengan perempuan mana pun. Jika ia tak bisa memiliki seutuhnya maka orang lain pun tak boleh memilikinya.
Laras mengambil pisau buah yang ada di meja. Dia mengarahkannya ke lehernya sendiri.
"Laras!" Mata Dimas seketika melebar saat melihat tindakan Laras.
"Kamu pilih aku atau dia?"
"Laras jangan begitu." Dimas berusaha mendekat, tapi Laras berjalan mundur menjaga jarak.
"Jawab!"
"Laras, jangan gegabah. Kita bicarakan ini baik-baik."
"Pilih aku atau dia?!" teriak Laras, putus asa.
"Aku gak bisa milih antara kalian berdua, aku mencintai kamu sama besarnya seperti aku mencintai Lina."
"Jadi kamu pilih dia?" Laras tersenyum kecut, hatinya semakin terasa perih. Tak ada gunanya lagi ia hidup, Laras lebih baik mati.
"Laras!" Dimas refleks berlari ke arah Laras saat wanita itu berniat menggoreskan pisau ke lehernya.
"Lepas!" Laras berontak karena Dimas menahan pergelangan tangannya. "Lebih baik aku mati, biar kamu puas!! Kamu bisa bebas menikahi jalang itu!!"
"Laras kendalikan dirimu!"
"Lepas!"
Laras terus berontak, Dimas berusaha sekuat tenaga menahan tangan Laras, namun hal tak terduga terjadi. Dimas tak mampu menahan Laras yang terus berontak, hingga akhirnya keduanya terjatuh.
"Aaaa ...!" Laras meringis kesakitan saat terjatuh ke lantai.
Dimas yang berada di atasnya seketika menyingkir, matanya melotot saat melihat pisau tadi menancap di perut Laras.
"Laras!" Dimas panik, dia menangkup pipi Laras. "Laras, maafkan aku."
"Aaa ... ka—mu be-reng-sek, Mas." Laras mengembuskan napas terakhir.
"Laras, Sayang bangun." Dimas memeluk jasad istrinya.
Sementara wanita di belakangnya, menutupi kedua mata putrinya. Dia berdiri kaku, terlihat jelas jika dia sangat syok melihat kejadian barusan.
"Mama," lirih Viona, terduduk lemas mencengkram pembatas tangga.
Viona menatap nanar mamanya yang sudah tak bernyawa. "Mama, jangan tinggalin Vio."
Meski sempat mengalami penurunan kesehatan selama beberapa hari lepas kepergian Keyla dan mama tirinya ke Australia, kesehatan Viona berangsur pulih berkat dukungan dari Levin yang selalu ada di sampingnya dan juga om Anton yang selalu mengupayakan berbagai opsi untuk penyembuhan. Teman-teman Levin juga selalu mengunjungi Viona, mereka sering menghibur Viona agar tidak larut dalam kesedihan.Awalnya Dokter menolak usul dari om Anton untuk segera melakukan operasi transplantasi sumsum tulang belakang dengan alasan kesehatan Viona yang belum stabil. Namun, setelah beberapa hari pemantauan dan kesehatan Viona mulai membaik. Dokter akhirnya setuju untuk segera melakukan operasi tersebut.Kini sebulan pasca operasi sumsum tulang belakang dijalani Viona. Proses pemulihan Viona juga berjalan lancar. Sekarang keadaannya jauh lebih baik, m
Reva menatap nanar alat cukur rambut di tangannya. Rasanya begitu berat ketika ia harus memakai alat tersebut. Padahal selama ini ia biasa memakai alat itu untuk mencukur rambut Sam dan teman-teman cowok di tongkrongannya yang nggak mau modal buat kebarbershopdan memilih gratisan memakai jasanya.Viona yang menyadari keterdiaman Reva, sontak menoleh ke belakang. Di mana gadis itu berdiri di belakang kursi rodanya. "Rev, kenapa?" tanyanya.Reva tersadar, dengan cepat mengubah ekspresinya. Ia tidak mau kalau sampai Viona melihat raut wajahnya yang sedih. "Eh, nggak papa kok." Reva menyengir, berharap Viona tidak curiga.Namun, bukan Viona namanya kalau langsung percaya begitu saja. Viona menatap lekat wajah Reva, menyalami pandangan gadis itu, seolah mencari kebenara
Sudah berbulan-bulan Dimas memandangi Viona yang sedang terlelap dari balik kaca yang ada di pintu ruang rawat Viona. Tak sekalipun ia berani menunjukkan batang hidungnya di depan putri kandungnya itu. Meski keinginan untuk melihat lebih dekat terus menggebu dalam dada, tapi perasaan bersalah menahannya sampai depan pintu.Dimas menyeka air matanya, hal yang sering terjadi setiap kali ia memandangi Viona yang meringis menahan sakit bahkan dalam keadaan tak sadar. Seperti yang saat ini ia saksikan, Viona terus merintih dalam tidurnya. Ingin sekali Dimas masuk ke dalam, membelai lembut kepala putrinya, menenangkan atau kalau perlu mengambil alih rasa sakit itu. Walau ia tahu, keadaannya sudah berubah dan tak ada yang bisa ia benahi lagi. Meskipun rasa penyesalan terus merongrong, tapi semua sudah terlambat, keegoisannya membuat semua yang ia lakukan saat ini pun sia-sia.
Setelah seharian mencari ke sana-sini tanpa ada kejelasan, akhirnya Lina menemukan titik terang ketika ia mendapatkan telepon dari Viona yang mengatakan kalau Keyla ada di sana. Berkali-kali Lina mengucap rasa syukur, kekalutan dalam pikiran dan benak yang berkecamuk berangsur melega seiring dengan laju mobil Dimas menuju ke rumah sakit———tempat Viona dirawat saat ini.Awalnya Lina memutuskan untuk pergi dari rumah, bahkan ia sudah mengemasi beberapa pakaiannya dan pakaian Viona untuk beberapa waktu ke depan. Ia ingin menenangkan diri sekaligus memberikan efek jera pada suaminya yang egois dan keras kepala, berharap dengan kepergiannya sesaat akan membuat Dimas paham dan mau berubah.Namun, serangkaian rencana yang sudah ia rancang dengan matang harus berakhir berantakan ketika ia menerima panggilan dari wali kelas Key
Semilir angin bertiup lambat, udara yang begitu sejuk saat menjelang sore. Hilir mudik petugas medis menjadi pemandangan yang biasa di koridor rumah sakit. Namun, mata Anton tak sedikitpun teralihkan, fokusnya masih tertuju pada Viona yang tengah duduk di taman ditemani oleh Levin. Senyumnya mengembang melihat keponakannya dapat tersenyum lagi, padahal beberapa hari yang lalu tampak sangat terpuruk. Anton bersyukur karena usahanya meyakinkan pak Tama tidak sia-sia, apalagi fakta kalau mereka merupakan relasi bisnis mempermudah semua usahanya untuk membawa Levin."Jadi, apa langkah selanjutnya Dok? Sepertinya keadaan Viona sudah mulai stabil, apa kita bisa langsung melangkah ke step selanjutnya? Bukankah lebih cepat jauh lebih baik untuk kesembuhan Viona?" Anton menolehkan kepalanya pada Dokter Bima yang berdiri di sampingnya, Dokter spesialis Hematolog yang menangani kasus Viona beberapa
Viona terbangun saat merasakan usapan lembut di pipinya, membuat kelopak matanya perlahan terbuka. Samar terlihat wajah seseorang yang selalu mengisi pikirannya akhir-akhir ini, seseorang yang selalu ia tunggu kehadirannya. Namun, ia sadar kalau orang itu tidak mungkin datang dan yang ia lihat hanyalah bayangan semu.Viona menghela napas panjang, begitu kecewa. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain. "Kamu di mana Vin, aku merindukanmu," gumam Viona seraya memejamkan matanya kembali, berharap mimpi buruk ini segera usai."Aku di sini." Suara yang sangat familiar itu menyentak Viona, matanya seketika terbuka lebar dan menatap seseorang di sampingnya yang kini terlihat lebih jelas dari sebelumnya."Levin," lirih Viona, setengah tak percaya kalau yang dilihatnya memang Levin, bukan se
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments