Share

Sesumbar

Author: Ira Yusran
last update Huling Na-update: 2021-06-07 13:41:00

"Bangun, Su! Bos dateng!"

Ari memicingkan kedua mata, lantas mengerjap-ngerjapkannya pelan. "Hah?"

Supri mengangguk, menjawab tanya tanpa kata yang diperlihatkan Ari dengan tatapannya. Lekas, ia bangkit dan menenggak setengah botol air mineral yang ada di sampingnya.

"Maaf, Nona, kami masih belum buka," ujar salah seorang montir.

Salah satu gadis yang mengenakan kardigan pun kembali melangkah, mendekat, lantas menyeruak kerumunan montir tanpa bicara. Bukan untuk menghindar, tapi tujuan utamanya adalah dua orang montir di barisan paling belakang.

Setelah ia berhadapan dengan Supri dan Ari, si gadis pun berdeham. Tanpa buka suara, ia mengisyaratkan dagunya pada pria paruh baya agar mendekat.

Supri yang ragu pun tak punya pilihan. Mereka telah sejajar, lantas Lara mulai bergumam, "Anda loyal pada kawan, tapi itu bisa menjadi bumerang jika tak mengerti kondisinya."

Supri tertegun sejenak, sedangkan semua montir di sana diperam gelisah. Terlebih saat gadis itu melayangkan tangannya pada Ari.

Plak!

Tamparan keras mendarat sempurna di pipi Ari. Sementara montir lain terkejut, salah satu gadis yang masih terhadang mencebik.

"Jan terlalu keras, Lara. Mereka cuma budak cuan, bukan budak elu."

Rahang Ari pun mengeras mendengar cibiran salah satu bosnya. Lantas, ia memandang Lara penuh amarah.

"Itu bayaran atas keteledoran Anda di sini."

Jika saja Ari tak mengingat tujuannya mencari kerja, bisa jadi ia akan lepas kendali. Terlebih saat melihat wajah Lara yang sama sekali tak mencerminkan sosok pemimpin.

"Kekanakan," timpal Ari setelah Lara mulai berbalik.

Ketiga gadis yang masih diam di tempat pun menahan tawa kala mendengar ucapan Ari. Derisca, Tarissa, dan Lalita menjingkat kaki, menerobos kerumunan montir hingga ke Lara yang terhenti langkahnya.

"Kalaupun saya kekanakan, Anda kebayian. Karena tidur bukan pada waktu dan tempat yang tepat," jawab Lara sembari meneruskan langkah.

Lalita, gadis dengan kepribadian paling baik pun mendekati Ari yang kedua tangannya mengepal erat. "Gue kagum sama keberanian elu. Sekedar saran, kalo masih mau cari duit dimari, jan berurusan sama Lara lagi, ya. Apalagi secara langsung."

Ari tak menggubris, ia masih memandang punggung Lara. Ia memang salah, tapi bukan berarti masalah bisa selesai dengan kekerasan. Sesekali, ia melirik juga pada Lalita yang mengedip manja. Ia jengah.

Sesaat sebelum keempat gadis itu ke luar dari pintu gerbang, Pak Daus--sang manager--turun dari kantornya di lantai dua. Ia berlari, mengejar para bosnya yang cantik.

Para montir pun membubarkan diri. Beberapa dari mereka tampak menepuk bahu Ari, sebagai dukungan atas apa yang terjadi, sedang yang lain hanya melirik sebagai peringatan tak langsung dari kawan seprofesi.

Pria berusia 29 tahun itu menghela napas panjang, lantas menatap Supri sembari mengembuskannya pelan. "Maaf, Pri."

"Mereka cantik, ya?" tanya Supri yang menaik-turunkan kedua alis.

"Cantik pun aku ogah kalo bekawan sama mereka, Pri!"

"Hei! Jangan sesumbar! Ntar, kalo suka sama mereka gimana, Su?"

"Hih, najis. Paling-paling, itu cewek angkuh  yang bakalan betekuk lutut ama gue ntar!"

Supri terbahak mendengar ucapan sang kawan, lantas kembali duduk pada stationnya. Sementara Ari, dadanya masih penuh dengan amarah.

"Tak sumpahin bangkrut, tau rasa!" Sumpah serapah pun terlontar, lantas Ari menggeleng sembari menepuk jidatnya pelan. "Eh, jangan, ding! Ntar aku kerja di mana cobak."

Ira Yusran

Jangan lupa kasih jejak kalian ya, Gaes 💚

| 1
Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Irawati Yusran
Baca ini jadi keinget kampung halaman. SBY cem mana kabarmu?
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Terpaksa Jadi Pacar   Tak Lagi Terpaksa

    Lara baru saja tiba setelah mengadakan pertemuan terkait dengan usaha baru yang akan dirintis olehnya, saat ponselnya berdering keras. Dilihatnya nama pada layar ponsel, Montir Bastard.Ia tergelak sebentar. Memang inginnya nama Ari tak dirubah. Ia berharap itu akan menjadi kenangan berharga.Lekas diangkatnya perminaan vidio call dari sang kekasih. Lantas, sembari membuka blazer diharapkannya ponsel dengan bantuan bantal sebagai sanggahan."Kenapa?" tanya Lara, menuntut."Lah! Ditelepon tanya kenapa. Salam dulu, kek. Sayang-sayangan dulu gitu," jawab Ari di seberang. "Keknya lagi sibuk bener, ya? Empat hari enggak ketemu jadi miss you mss you."Mendengar pelafalan bahasa Inggris Ari yang fasih tetapi direka cadel, tentu membuat Lara terbahak. Apalagi keduanya memang belum sempat bertemu sejak pertemuan terakhir mereka."Iya, ya? Tapi enggak apa, gue sibuk bu

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kembali Pulang

    Pelan, Ari berjalan masuk ke gedung salah satu pencakar langit di Jakarta. Beberapa kali, matanya mengawasi sekitar. Lantas, ia berhenti tepat di meja penerima tamu."Ada yang bisa kami bantu?"Ari tergemap. Lantas, ia mengutarakan maksudnya datang ke sana. "Saya mau bertemu dengan Pak Bachtiar, Mbak."Sang resepsionis pun mengernyit, lantas menatap tajam pada Ari. "Anda sudah buat janji temu?"Ari menggeleng. "Harus, ya?""Bapak Bachtiar tidak menerima tamu sembarang, Pak. Usahakan punya janji temu dulu, ya."Sudah tiga hari ini, Ari selalu mendatangi salah satu kantor pusat permainan ternama. Bukan untuk mendapat pekerjaan, tetapi ia ingin bertemu langsung dengan ayahnya Lara.Sudah berulang kali ia mencoba menelepon, meminta janji temu untuk sang calon mertua. Akan tetapi, ia ditolak mentah-mentah saat ditanya maksud tujuannya.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Terkuak

    "Ren, bisa ngomong sebentar?"Pintu diketuk Ari pelan, lantas tak lama suara anak kunci diputar pun terdengar. Rendi yang merasa aneh dengan tingkah sang kakak langsung menyadari ada hal yang ingin dibicarakan."Ada apa, sih? Kalo elu sopan gini, gue jadi takut."Ari terkekeh sebentar, lantas ia mengambil duduk pada bean bag terdekat. Diambilnya pula berkas-berkas yang sudah dilipat dalam saku hoodienya."Beberapa hal yang enggak bisa kita kuasai kadang bikin kita marah sama keadaan. Marah sama kenyataan. Aku ... sama."Rendi mengernyit, lantas mencondongkan tubuhnya ke arah sang kakak. "Enggak usah berbelit-belit, Ri. Ngomong aja. Kek sama siapa, aja! Elu mau nikahin Lara? Atau mau jadiin gue bridesman?"Rendi mengulum senyumnya. Ia tahu betul, jika suasana melow dari Ari membawa kabar buruk. Maka dari itu, ia berusaha untuk mencairkan suasana.

  • Terpaksa Jadi Pacar   Yakin Dulu

    "Maksud elu gimana?"Demi melihat Lara yang menanap, Ari pun beranjak. Ia juga tengah terkejut dengan fakta yang ada. Belum lagi mengenai ucapan Supri yang kian membuat Ari bingung bukan kepalang."Aku juga enggak ngerti, Ra."Ari mengambil beberapa berkas dari tas selempangnya. Lantas, diberikannya pada Lara tanpa ragu.Perlahan, Lara membuka berkas yang ada. Untuk sejenak, ia memejam. Lantas, menarik Ari untuk duduk di sampingnya. "Ini bukan salah elu ataupun Rendi. Ini adalah takdir. Sekuat apa pun elu nolak, tetap saja ini adalah akhirnya."Ari menggeleng, lalu meraih gambar yang pernah dilihatnya di ponsel Tarissa. "Ini Tarissa. Orang yang sebelumnya nganggep aku kebahagiaannya. Terus, tiba-tiba aku hadir dan ngomong, aku kakakmu. Gila!"Lara mencengkeram lengan Ari lantas menatapnya lekat-lekat. "Katakan saja pada Rendi. Bagaimanapun juga, Rendi harus t

  • Terpaksa Jadi Pacar   Bukan satu-satunya

    Di dalam kamar, Rendi, Ari dan Lara tengah sarapan bersama. Beberapa kali candaan dilempar kala tahu Rendi tengah melakukan aksi mukbang secara live pada penonton setianya: Lalita.Rendi yang tahan malu pun tak mengindahkan cibiran sang kakak dan Lara. Meski begitu, Lalita yang juga melakukan hal yang sama ingin segera mengakhiri panggilan."Jangan gitu, Ta, biarin aja wis kalian saling mukbang. Dan gue di sini sama Ari saling nyindirin kalian! Ha ha ha!"Lalita telah memerah wajahnya di depan kamera, sedangkan Rendi tak ingin acara saban paginya rusak gara-gara Lara."Mending elu pergi dah dari sini, Ra! Gangguin aja!"Mendengar dirinya diusir, Lara pun berkacak pinggang. "Hello! Ini kamar cowok gue! Harusnya elu yang minggat!""Lah, cuma cowok, 'kan? Belum jadi suami, kan? Gue yang lebih berhak!" jawab Rendi sekenanya."Lah, elu siapany

  • Terpaksa Jadi Pacar   Kapok

    Lara sedang mengadakan pertemuan penting di salah satu anak perusahaan yang dikelolanya bersama Eiffor. Dari sana, ia akan mendapat banyak relasi demi menciptakan usaha Ari yang baru. Beberapa pengusaha setuju bekerja sama. Mulai dari kontraktor hingga bagian periklanan. Beberapa kali, Lara melirik ponselnya yang terus bergetar. Meksi begitu, bagaimanapun juga ia harus mengabaikan. Pertemuan itu lebih penting dari segalanya. Terlebih, untuk membangun masa depannya bersama Ari di kemudian hari. Usai meeting, Lara langsung menelepon balik sang kekasih. Kali ini, bukan hanya penggilannya yang tak dijawab. Ponsel Ari pun tak lagi dapat dihubungi. Lara cemas, dengan cepat ia berlari menuruni anak tangga menuju ke parkiran. Dilajukannya mobil berwarna hijau metalik dengan tergesa. Ada perasaan tak nyaman yang kini berkelindan. Apalagi, sebelumnya Ari ta

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status