WARNING !! 21+
CERITA FIKTIF. BUKAN UNTUK DITIRU.
* * *
Sepasang pengantin baru itu memenuhi kepuasan satu sama lain. Monika kelelahan dan kini memeluk suaminya di atas ranjang.
Rio terkekeh sambil mengangkat sebelah bibirnya ke atas. Dia benar-benar berhasil meracuni wanita ini, membuatnya ketagihan.
"Kamu lelah?" Rio menyusupkan jemarinya diantara rambut pirang Monika.
Dengan mata terpejam, Monika mengangguk sebagai jawaban. Tubuhnya remuk redam. Rio selalu saja membuatnya kehabisan tenaga seperti sekarang.
"Apa kamu lapar?"
Monika menggeleng. Dia hanya ingin istirahat sebentar saja. Pelukannya semakin erat, membuat detak jantung pria ini terasa oleh telapak tangannya.
"Kamu sengaja merangsangku, Sweety?" Kening pria ini berkerut, mempertanyakan sikap Monika yang terus mendusel ke arahnya.
"Diamlah. Matikan lampunya. Ayo tidur," ajak wanita dengan selimut membungkus tubuhnya.
Rio tersenyum, Mon
WARNING! 21+ "Apa Anda mendengar apa yang saya katakan sebelumnya?" Wajah Monika memerah karena malu, takut Rio mendengar ucapannya yang mengatakan bahwa dia mungkin jatuh hati pada pria mesum ini. Beberapa detik berlalu dalam keheningan. Rio tidak tahu apa yang wanita ini bicarakan. Kesadarannya baru kembali tepat ketika jemari Monika membelai lehernya. "Memangnya apa yang kamu ucapkan?" Monika menutup mulutnya rapat-rapat, menyembunyikan pernyataan konyolnya yang mengakui ketampanan pria ini. "Ti-tidak ada." Monika tergagap, wajahnya memerah seperti kepiting rebus. Udara dingin yang tiba-tiba berhembus membuat Monika meringkuk semakin dalam. Tubuh polosnya kembali menempel dengan lengan Rio, membuat pria ini seketika membuka matanya. "Apa kamu sengaja menggodaku?" tanya Rio saat merasakan jarak mereka semakin dekat. Dia menuntun tangan Monika untuk menyentuh miliknya yang kembali menegang di bawah sana. Monika menelan
Langit terlihat gelap seluruhnya saat Monika keluar menuju balkon. Dia mengeratkan sweater warna biru yang dipakainya, membalut tubuh ramping yang terlihat sedikit menonjol di beberapa bagian. Ingatan wanita ini berkutat pada pernyataan Rio beberapa hari yang lalu, tepat di hari ketiganya berstatus sebagai seorang istri. "Jadi, kamu ingin membalas j*lang dan b*rengsek itu menggunakan tanganku? Tidak bisakah kamu melupakan mereka dan hidup tenang bersamaku?" Sesaat napas wanita ini tercekat, dadanya terasa sesak mendengar hal itu. Pikirannya kembali pada pengkhianatan Devan dan Lisa yang sudah berlangsung setahun kebelakang. Bagaimana bisa dia tidak menyadari hal itu? Apa dia memang sebegitu bodohnya sampai tidak bisa membaca gerak gerik keduanya? Pastilah ada sesuatu yang janggal, tapi dia tidak bisa melihatnya. Dan kemudian kalimat Rio yang lain kembali terngiang di telinganya. "Sweety, jadilah ibu dari anak-anakku. Aku tidak aka
Kaki Monika baru saja melewati pintu, tepat ketika Rio keluar dari dalam kamar mandi. Tetes-tetes air jatuh dari ujung rambutnya, menimbulkan pesona yang tak bisa dielakkan lagi.Sesaat Monika terpaku, menikmati sosok sempurna di depan sana yang tengah mengeringkan rambutnya dengan handuk. Detik berikutnya, wanita 26 tahun itu segera menguasai diri. Dia kembali mengingat peringatan yang Leo katakan beberapa menit yang lalu."Menjauhlah dari tuan. Jangan sampai jatuh hati padanya! Tuan hanya memanfaatkan Anda untuk menghindari perjodohan yang Nyonya Besar siapkan."Ctakk"Ini sarapan Anda, Pak." Monika meletakkan nampan di atas meja dengan sedikit kasar. Wajah ayunya terlihat masam. Entah kenapa dia kembali merasa kesal mengingat statusnya di sini hanya sebagai istri kontrak agar Rio bisa menghindar dari perjodohan yang ada. Menyebalkan!Monika menatap Rio dengan pandangan benci, membuat pria itu heran.Grep"Apa maksud pandan
Sebuah mobil Audi R8 seharga 8 miliar rupiah melaju dengan kencang membelah jalanan ibukota. Tampak Rio ada di balik kemudi dan Monika ada di sebelahnya. Mereka berdua tetap diam sepanjang jalan, sibuk dengan pemikirannya masing-masing. Monika masih memikirkan kata-kata Leo, tentang tujuan sebenarnya menikah dengan Rio adalah untuk menghindari perjodohan yang ibunya siapkan. Ingin sekali Monika meminta kejelasan dari pria ini, tapi rasanya itu tidak mungkin. "Ibuku akan pulang besok. Kamu ikut menjemputnya di bandara. Dia datang dengan Clara, wanita yang akan dijodohkan denganku." Tiba-tiba Rio bersuara, memecah keheningan yang ada. "Ikut ke bandara?" "Ya." "Maaf, bolehkah saya bertanya?" Rio melirik Monika sekilas. "Katakan saja." "Anda ingin membatalkan perjodohan yang ibu Anda aturkan dengan Nona Clara?" "Hmm," gumam Rio singkat, memutar kemudi di depannya. Mobil berwarna hitam ini berbelok ke kiri, membuat tubuh Mon
WARNING!!! 21+ "Terima kasih," ucap Rio tulus. Sebuah kecupan mesra di kening ia daratkan cukup lama di sana. Wanitany ini kembali memuaskannya. Monika bungkam, dia tak membalas sama sekali. Matanya masih terpejam, berusaha mengumpulkan sedikit energinya yang tersisa. "Maaf membuatmu jadi seperti ini." Rio merasa bersalah melihat Monika yang kembali dibuat tak berdaya olehnya. Dengan telaten, pria ini merapikan surai panjang wanitanya, sesekali menghapus keringat yang membasahi dahi Monika. "Kamu bisa berdiri?" tanyanya penuh perhatian. Monika mengangguk. Dia kembali menyandarkan punggungnya ke dinding, berharap semoga kakinya mampu untuk menopang tubuhnya sendiri. Rio bergegas membenahi pakaiannya sendiri sebelum pergi melewati tirai dengan cepat. Dia mengambil sebuah bangku dari luar sebagai tempat duduk untuk Monika. "Duduklah," pintanya lembut, membimbing tubuh Monika yang terlihat lemah. Dia melepas outer
Rio memasuki kamar utama di rumah ini. Perlahan, dia membaringkan tubuh Monika di atas ranjang. Wanita itu kelelahan akibat perlakuan buas yang ia lakukan di dalam kamar ganti butik, satu jam yang lalu. "Mmhh," Monika berbalik badan, melenguh tanpa sadar. Wajahnya terlihat begitu damai. Sebuah kecupan mesra mendarat di kening Monika, "Nice dream, Sweety." Hening. Monika tak merespon sama sekali. Dia sudah nyaman berada di alam bawah sadarnya sejak masih ada di galeri sepatu tadi. Tubuhnya remuk redam, bahkan untuk berjalan saja rasanya sulit. Rio tersenyum melihat istrinya yang sudah tertidur nyenyak. Setidaknya fisik wanita ini bisa istirahat total, mengumpulkan tenaganya agar bisa menemaninya ke bandara besok. Akan ada pertunjukkan besar yang mereka mainkan nantinya. Jemari Rio menyingkirkan helai rambut yang menutupi sebagian wajah Monika, membawanya ke belakang telinga. "Kamu cantik," puji pria ini dengan tulus. Senyum hang
WARNING!!! 21+ NOT FOR CHILD! BIJAKLAH DALAM MENYIKAPI SEBUAH BACAAN!! * * * Rio mengungkapkan rahasianya. Dia membenci seseorang menyentuh lehernya karena Clara pernah mencumbuinya dengan buas. "Aku ingin menghapus kenangan buruk itu untukmu." Monika berkata sambil memainkan jemarinya. Keduanya saling berpelukan di atas ranjang, dengan kepala monika bersandar pada dada bidang pria ini. "Bagaimana caranya?" Kening pria 31 tahun ini berkerut dalam, tidak tahu hal gila apa yang ada dalam pikiran istrinya. "Kamu hanya cukup diam saja. Turuti perkataanku." "HAH?" Rio semakin tidak mengerti dengan apa yang Monika bicarakan. Monika tersenyum dan segera duduk. "Sebelum itu, berjanjilah satu hal padaku." "Katakan saja." Rio ikut duduk, menghadap wanitanya dengan pandangan penuh cinta. "Jika aku berhasil menghilang
Suara tongkat yang menyapu bola golf terdengar di telinga membuat Monika membuka matanya. Samar-samar dia juga mendengar suara tapak sepatu di dekatnya, bergerak kesana kemari seperti tengah sibuk mempersiapkan sesuatu. "Selamat pagi, Nona." Wajah Maria tertangkap retina begitu Monika membuka matanya. "Pagi," jawabnya dengan suara serak, tenggorokannya terasa kering. Perlahan, dia bangun dan menyandarkan punggungnya pada kepala ranjang. Sekilas Monika melihat ke luar, langit mulai terlihat cerah. Jam di atas nakas menunjukkan pukul lima pagi, masih ada waktu dua jam sebelum ia berangkat ke minimarket. "Ini untuk Anda." Maria menyodorkan segelas air putih hangat pada nonanya. "Terima kasih." Matanya menyapu pandang ke sekeliling. "Dimana orang itu?" Maria sedikit tersenyum saat Monika menyebut Rio sebagai 'orang itu'. "Tuan sedang bermain golf di halaman belakang." "Sepagi ini?" tanya Monika heran. Maria me