Home / Romansa / Terpaksa Menikahi Janda / 6. Kecurigaan Alan

Share

6. Kecurigaan Alan

Author: Niken_en
last update Last Updated: 2022-01-01 22:31:45

“Tuan, tuan Alan, tuan...! “ seseorang mengguncang lenganku dan berteriak.

Mata ini sulit di buka, rasanya baru beberapa menit aku tertidur pulas. Saat membuka mata, Jamilah sudah berada di sampingku dengan pakaian yang sama.

“Dasar wanita bodoh! kenapa harus berteriak, aku tidak tuli, “

“Itu tuan, “ jawab Jamilah tergagap.

“Apa? Cepat katakan! “

“Bian, menangis mencari kita berdua, “ jawab Jamilah sambil menunduk menatap ponsel dalam genggamannya.

“Tadi tuan dan nyonya menelepon. Maaf saya sudah lancang, mengangkat panggilan masuk di HP Anda tuan, “

“Hem... “

“Kalau begitu ayo kembali tuan, saya takut Bian tidak berhenti menangis nanti. “

“Jangan memerintahku, ingat itu! “ kutunjuk muka Jamilah dengan amarah meluap di ubun-ubun.

“I... I... Ya tuan, maaf. “ Seperti biasa Jamilah langsung menundukkan wajahnya ketakutan, tetapi aku tidak pernah merasa kasihan sedikit pun, perasaan benci terlalu mendominasi.

Kami berdua akhirnya meninggalkan kamar hotel terkutuk itu, aku sudah menelepon Heri untuk menjemputku. Sampai di halaman parkir aku menoleh ke belakang mencari keberadaan Jamilah dan betapa terkejutnya saat mendapati Jamilah menenteng sepatu high hillnya itu , “dasar wanita kampung !“ Umpatku, yang tidak dapat di dengar Jamilah karena jarak kami masih cukup jauh.

Beberapa menit kemudian Heri sudah sampai di halaman parkir. Semua mata tertuju pada kami berdua, mungkin mereka mengira kami adalah pasangan pengantin yang sedang berbulan madu. Begitu juga dengan Heri yang tidak berhenti tersenyum menatapku dan Jamilah yang telah duduk di bangku belakang.

“Heri, hentikan tingkah konyolmu itu sebelum aku pecat sekarang juga! “ ancamku kasar.

“Iya, tuan, sebenarnya, saya sangat berbahagia melihat Anda sudah menikah, “ jawab Heri dengan berani. Maklum saja dia juga salah satu sahabatku sejak remaja, Heri anak jalanan yang di ambil papa. Heri dan aku terkadang bisa menjadi teman saat tidak bekerja.

“Kampret lu, tersenyum di atas penderitaan orang lain, “

“Bos, percayalah, setelah malam pertama kalian, saya pastikan bos tidak akan marah-marah lagi dengan saya, “ucap Heri ambigu.

Blushh...

Rona merah terpancar pada wajah Jamilah, aku melirik sekilas kemudian membuang muka kembali ke luar jendela sambil bergumam dalam hati, “dasar janda kampung, seperti gadis belia saja mendengar kata malam pertama wajahnya sudah seperti kepiting rebus, huh... dasar katrok, siapa juga yang minat dengan janda. “ Aku tersenyum sinis menatap Jamilah sekilas.

“Heri, setelah sampai di rumah aku menunggumu di ruang kerja. “

“Assiappp bos, “

“Jangan terlalu bersemangat, bisa jadi ini adalah hari terakhirmu bisa tersenyum. Heri! “ ucapku penuh penekanan.

Heri mendelik, raut mukanya berubah tegang seketika, “rasakan lu Heri, gua akan ngerjain lo balik. “ gumamku dalam hati.

 Sampai di halaman rumah, Jamilah bergegas lari dengan kaki tanpa alas, entah di buang ke mana sepatu yang tadi di tentengnya saat keluar hotel.

“Mama...! “teriak Abian dari depan pintu. Abian menangis dalam pelukan mama. Rupanya mama dan papa sejak tadi sudah kembali ke rumah. Ini sungguh mengejutkan setelah sekian lama, papa dan mama ada waktu bersantai di rumah utama kami.

“Bian, “ teriak Jamilah terus berlari menuju ke arah Abian.

Mereka berdua berpelukan bagai ibu dan anak yang tidak berjumpa puluhan tahun. Aku menatap Abian dan Jamilah dengan perasaan entah, antara iba dan juga benci menjadi satu.

“Ayah, “ Bian berjalan mendekat, kontan aku meraih tubuh mungil itu, mencium pipi gembulnya dengan gemas.

“Ayah, napa nggak puyang? “ pertanyaan Bian membuat bingung.

“Em... ayah... itu, “ jawabku dengan ragu, mencari alasan yang tepat agar bisa di mengerti olehnya.

“Sayang, ayah sangat lelah, biarkan ayah beristirahat ya? “ tutur Jamilah, membuatku bernafas lega.

Abian mengangguk kemudian meminta turun dari gendongan dan menghambur ke arah mama.

“Eh... cucu oma memang paling pintar, apa kata oma, kalau Bian pengen punya temen, Bian harus membiarkan Ayah sama Mama Jamilah tidur berdua dan Bian tidur sama oma, “ ucap mama tanpa beban, membuat aku dan Jamilah saling tatap. Tidak berlangsung lama karena Jamilah mengalihkan pandangannya untuk menyembunyikan rona di pipinya, “dasar janda katrok! “ umpatku dalam hati. Tingkah Jamilah terlihat seperti remaja belasan tahun, tidak sadarkah dirinya itu hanya seorang janda.

Tidak ingin berlarut dalam situasi tidak mengenakkan, aku berlalu meninggalkan mereka berdua ke ruang kerja dan Heri tentunya mengikuti dari belakang.

“Heri, kamu tahu apa kesalahanmu? “ sesaat setelah kami tiba di ruang kerja.

“Tidak bos, “jawab Heri mantap.

“Benarkah? “

“Iya bos. “

“Bagaimana dengan pernikahanku, apa kau punya penjelasan? “

“Oh, tentang itu bos. “ jawab Heri santai.

“Sial, lu Heri! “ umpatku.

“Lu mau gua pecat karena tidak becus menjaga janda itu? “

“Sabar dulu bos, biar saya jelaskan. “Jawab Heri dengan nada formal.

“Apa? cepat katakan. “

“Saat kami hendak pulang, Tiba-tiba Jamilah pamit ke kamar kecil. Saya menunggunya bersama Den Abian dalam mobil tetapi beberapa waktu kemudian nona Jamilah tidak kunjung kembali. Saya berinisiatif mencarinya ke dalam, tetapi... “ kalimat Heri terjeda.

“Apa? “

“Itu bos, saya... bagaimana mengatakannya ya? “

“He... jangan membuatku penasaran dodol, “ umpatku sambil melempari  Heri dengan bolpoin. Seketika Heri mengelak.

“Bos, Anda yakin akan mendengar jawaban ini? “

“Heri...! “

“Baiklah bos kalau Anda memaksa. Tetapi setelah ini Anda jangan menyesal! “ tutur Heri dengan berani.

“Lu tahu kan Heri, Alan Prayoga Sanders itu siapa? “

“Ya, baiklah kalau Anda memaksa bos. “

Heri menyerahkan ponselnya kepadaku, mencari sesuatu dilayar biru tersebut, “nah, baca bos! “

[ Heri, lu enggak usah mencari Jamilah, dia bersama gua, bermalam di sini. ]

“Astaga, “rasanya kedua mata ini hampir keluar dari tempatnya. Heri segera merebut ponselnya dengan cepat. Takut jika aku menghancurkan ponselnya saat itu juga.

“Bos, Anda baik-baik saja kan? “

Aku tidak menjawab, pesan yang tertulis di dalam ponsel Heri benar-benar membuatku terkejut setengah mati, “jadi sebenarnya ada yang merencanakan semua ini Heri? “

“Apa maksud Anda, bos? “

“Apa lu percaya gua yang menulis pesan itu di HP lu? “ tanyaku membuat Heri semakin kebingungan.

“Jadi bos? “

“Heem.”

“Wah, ini tidak bisa di biarkan bos, biar saya yang mengurus semuanya. “

“Memang itu sudah menjadi tugasmu, bodoh! “

“Ya, ya, ya, bos tenang saja, saya akan melaksanakannya dengan cepat bos, “ ucap Heri sambil pamit undur diri.

“Bos, tapi menurut saya, sebaiknya Anda nikmati saja pernikahan ini, toh kalian sudah sah, walau janda Jamilah tetap menggoda bos, “kalimat Heri keluar begitu saja sebelum menutup pintu untuk melarikan diri.

“Heri...! “teriakku kencang, Heri sudah hilang di balik pintu ruang kerjaku. “Shitt... ada yang menjebakku rupanya, apa mungkin janda itu yang melakukannya? Dasar Janda sialan! “ makiku sambil mengobrak-abrik isi ruangan dengan brutal. Emosi yang sudah aku pendam sejak kejadian tadi siang.

Setelah emosi mereda, kulangkahkan kaki ini keluar menuju ruang makan, waktu sudah menunjukkan jam makan malam. Ini benar-benar tidak bisa di biarkan, bisa-bisanya mereka tertawa bercanda gurau di atas penderitaanku, sungguh pemandangan yang luar biasa, di depan meja makan yang sudah tertata rapi.

“Alan, sayang ayo makan! “ sapa mama di sela aktivitas mama menyuapi Abian, bocah itu memang mudah akrab dengan siapa saja.

“Ayah, ayo mamam, ini enak, ayam goleng upin ipin, “ ucap Abian dengan polos.

Saat melihat Abian amarah yang tadinya membuncah seketika teredam bagai bom waktu yang telah di jinakkan. Tetapi saat mata ini tak sengaja menatap Jamilah, emosi itu seketika memanas kembali bagai gunung berapi yang siap memuntahkan isi perutnya.

Aku hendak melangkahkan kaki ini, menuju kamar pribadiku, tiba-tiba  suara papa menghentikanku.

“Alan, papa tidak pernah mengajarkan kamu menjadi seorang pengecut! “ kalimat papa bagai godam yang menghantam dada ini, papa memang selalu berhasil melukai harga diriku dan aku terlihat bodoh di hadapannya.

“Pa, sudahlah, biarkan Alan beristirahat, mungkin dia lelah, sayang pergilah ke kamar, biar nanti makanannya di antar saja. “

Perkataan mama dan papa sudah tidak aku pedulikan, persetan dengan lapar, sebenarnya perut ini sudah berteriak minta di isi, tetapi melihat pemandangan di meja makan membuat selera makanku menghilang seketika.

Sampai di kamar, kurebahkan tubuh ini di ranjang, kedua mataku  langsung terpejam, rasanya lelah sekali, hari yang tidak pernah aku harapkan hadir dalam hidupku.

Mengapa perjalanan kehidupanku bisa hancur seperti ini, kenapa seorang pria sempurna sepertiku bisa berakhir di pelukan  janda kampung. Bahkan aku bisa mendapatkan ratusan wanita yang lebih baik dari dirinya.

“Farhan, maafkan aku, “ gumamku lirih, tiba-tiba saja aku mengingat sahabatku itu yang baru beberapa hari meninggal dunia, “Farhan, jangan membenciku, aku tidak menghianatimu, mungkin ada orang yang sengaja menjebakku malam itu. “ Tidak terasa bulir air menetes dari sudut mata ini, untuk pertama kalinya diriku menangis. Rasanya aku telah mengkhianati Farhan dengan jalan menikahi mantan istrinya.

“Farhan, maafkan aku. “ Gumam bibir ini kembali.

 Suara ketukan pintu membuyarkan lamunanku, tanpa ingin menyahut, kubiarkan saja suara orang memanggil-manggil dari balik pintu.

 Beberapa menit kemudian terdengar derap langkah kaki menuju pembaringanku.

“Tuan, “ suara lembut itu bagaikan bisikan setan yang senantiasa menghantuiku, bukan karena takut, wanita ini bagaikan iblis, menyesatkan takdir hidupku yang sudah sempurna. Karena kedatangannya telah menghancurkan masa depanku.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Rauldiaz Ngaga
sebaiknya tidak usah pake koin ataupun bonus supaya kita bisa membacanya sampe selesai
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Terpaksa Menikahi Janda   Bab 36. Kebohongan Berbuah Kenikmatan

    Suasana rumah telah sepi, aku kembali memasuki kamar mungil Jamilah. Kulihat wanitaku menggeliat kecil, ia menggerakkan tubuhnya hingga tatapan kami bertemu. Kemudian Jamilah menatap koper yang telah berjejer rapi di lantai. Jamilah membulatkan matanya, “mas, kamu mau pulang? “ aku mengangguk perlahan, raut kesedihan muncul dari wajah ayu istriku itu, muncul ide jail untuk mengerjainya saat ini.Aku berangsur mendekatinya, “kenapa? Apa kamu sedih harus berpisah denganku? “ Jamilah menatapku sejenak kemudian menundukkan kepalanya, aku tahu dia pasti sedang menyembunyikan kesedihannya. Aku meraih dagu lancip itu untuk menatapku pandangan kami bertemu, aku segera mendekatkan bibirku dan membisikkan sesuatu, “sayang, bolehkan aku memintanya sebelum pergi? Sebagai tanda perpisahan? Aku pasti akan sangat merindukanmu nanti? “ pintaku halus, rona merah tengah menghiasi kedua pipi istri polosku itu. Sungguh rasanya sangat menyenangkan menggoda gadis belia ini. Uh, bagaimana aku tidak kecand

  • Terpaksa Menikahi Janda   Bab 35. Bule Nyuci

    Setelah peristiwa kamar mandi usai, kami akhirnya sarapan bersama dengan menu ala pedesaan seperti biasa, tetapi untuk aku, Jamilah telah menyiapkan roti selai kacang kesukaanku, tanpa aku sadari jika Jamilah ternyata sudah sangat mengerti kebiasaan dan kesukaanku selama lima belas hari ini.Pagi ini Jamilah sudah sedikit membaik, walau masih tertatih ia sudah bisa berjalan kembali, rasa hatiku sangat kasihan, tetapi ya bagaimana lagi, jika kami berada di rumah mama, maka tidak akan aku biarkan Jamilah keluar kamar walau hanya sekedar untuk makan saja. Aku akan melayani istri kecilku itu dengan sepenuh hati. Bahkan akan aku buat hari-harinya menjadi indah dan kulayani selayaknya ratu. Jamilah memang sudah menjadi ratu di hatiku sejak ia menyerahkan mahkota paling berharga miliknya untukku.Ibu Fatimah telah pergi bekerja, sementara Jamilah aku perintahkan istirahat di kamar, sementara aku, ah, mungkin kalian tidak akan percaya di mana aku sekarang. Iya, aku sedang mencuci pakaian da

  • Terpaksa Menikahi Janda   Bab 34. Pagi Di Kamar Mandi Sempit

    “Mau mandi, atau makan dulu?” aku bertanya sesaat setelah menurunkan tubuhku. Segera kututup tubuh polos Jamilah agar aku tidak tergoda lagi. Kasihan kan wanitaku sampai harus menahan lapar saat melakukan kewajibannya tadi. Mungkin kalau dulu aku tidak akan peduli dengan hal itu. Tetapi sekarang hatiku merasa iba, apakah karena status Jamilah sebagai istriku? Ah, ini terlalu dini bila aku mengatakan jika aku sangat menyayangi Jamilah.Aku menatap tubuh lelah istriku, “kamu kok enggak menjawab, mau mandi atau makan dulu? “ Jamilah menggeleng lemah.“Baiklah sayang, rupanya kamu sudah terlalu lelah, biar aku yang memutuskan semuanya, oke? “ Jamilah hanya bisa menatapku dan membiarkan saat aku menggulung tubuhnya dengan selimut dan menggendongnya lagi keluar kamar.Saat sampai di pintu dapur Jamilah meronta untuk turun, aku semakin mendekapnya erat, “sayang jangan berontak nanti kamu jatuh. “ Karna gemas aku malah melumat bibir ranum Jamilah yang sejak tadi terus menggodaku. Saat aku mel

  • Terpaksa Menikahi Janda   Bab 33. Kecanduan Kamu

    “Eh, orang ditanya kok malah balik nanya, Muna, enggak usah mengurusi kehidupan pribadi orang lain, apa kamu mau kalo rumah tanggamu di usik? “ Wanita bernama Muna itu menggeleng, “nah, jadi enggak usah kamu repot mengurusi masalah orang lain ya! “ ibu Fatimah gegas menarik tanganku untuk meninggalkan tempat itu. Aku menurut saja, semua orang menatap kepergian kami, mendadak suasana ramai di warung itu menjadi sepi, “wah hebat juga pesona ibu mertua di kampung ini. “ Batinku kagum.“Eh, buk, kita belum membeli gula tadi kan? “ Tiba-tiba saja aku teringat tujuanku untuk membeli gula.“Sudahlah menantu, nanti kita cari di tempat lain saja, “tutur ibu mertua. Saat ini kami sudah sampai di halaman rumah.“Nah, mak mau ke pasar dulu ya, itu makanan sudah matang, kamu makanlah dengan Jamilah! ““Tunggu buk! Sebenarnya aku ingin bertanya sejak tadi, siapa wanita yang di maksud ibu genit tadi? Em, Nurjanah maksudku? “Saat mendengar pertanyaanku tiba-tiba saja wajah wanita paruh baya itu men

  • Terpaksa Menikahi Janda   Bab 32. Bule Beli Gula

    “Milah, sayang, apa kamu belum selesai juga? “ Tidak ada jawaban dari dalam, pasalnya sudah setengah jam aku menunggunya di depan pintu kamar mandi. Aku bergerak maju mundur sambil terus mengetuk pintu kamar mandi, “sayang, aku buka pintunya ya, kalau kamu kunci dari dalam, aku akan mendobraknya. “ Saat tidak ada jawaban lagi dari dalam, aku segera membuka pintu kamar mandi itu yang rupanya tidak di kunci, aku menarik nafas lega.“Loh, Milah, kamu kenapa? ““Aku, aku, enggak bisa berjalan mas, rasanya sakit. “ Ucap Jamilah sambil meringis menahan sakit, “tadi pas aku mengeluarkan air kencing rasanya aku mau pingsan mas, perih... hik. “ Jamilah berbicara sambil terisak. Aku menjadi tidak tega di buatnya. Aku mengulurkan tanganku untuk membelai rambut ikalnya yang masih berantakan, “maaf ya, sayang aku membuatmu kesakitan. “ Ucapku dengan nada penyesalan, Jamilah menggeleng dan memegang tanganku, “tidak mas, itu bukan salahmu, kata mak, semua itu adalah salah satu kewajiban aku sebagai

  • Terpaksa Menikahi Janda   Bab 31. Berubah Romantis

    Saat mencapai pintu depan bersamaan dengan ibu mertua yang baru mau masuk ke dalam rumah.“Menantu, kenapa pintunya tidak di tutup? ““Em, iya buk, aku baru saja mau menutupnya, “ aku menjadi salah tingkah saat ibu mertua menatapku dengan tatapan heran. Aku segera memperhatikan arah tatapan ibu mertua, “ya Tuhan, aku lupa tidak mengenakan baju. “ Tanpa babibu, aku segera berlari masuk ke dalam kamar kembali. Mungkin ibu mertua telah tertawa di ruang tamu karena melihat tingkah konyolku barusan. Ah, bagaimana lagi semua sudah terjadi.Sampai di kamar aku urung mencari kemejaku yang entah terserak di mana. Aku duduk di samping Jamilah yang telah terlelap. Aku terus berpikir bagaimana cara kami tidur di atas dipan sempit ini. Hingga aku mendapatkan ide gila yang membuat aku tersenyum bahagia.Aku mengangkat tubuh wanitaku secara perlahan dan merebahkan tubuhku di atas kasur itu. Sementara Jamilah aku letakkan tubuhnya di atas tubuhku hingga gundukan kenyal itu terasa menempel pada dada b

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status