"Hai nona Divya." Sapa Adit dengan senuyum puas
Divya yang melihat itu menjadi gugup sendiri dan memutuskan untuk menundukkan kepalanya.
"Matilah aku...dari sekian banyak Presdir dan CEO dibumi ini, kenapa harus dia yang jadi boss di perusahaan tempat ku bekerja?"
Batin Divya sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya yang tidak gatal.
"Pergilah." Ujar adit. Hanna yang mendengar itu seakan mengerti apa yang diinginkan boss nya, ia pergi dan Divya mengikuti dari belakang untuk keluar.
"Tunggu." Cegah Adit
"Memangnya siapa yang menyuruh mu pergi?" Sambung Adit
"Bukannya Bapak menyuruh kami pergi tadi." Ucap divya menunduk, tak berani menatap mata Adit seperti yang dilakukannya tadi pagi
"Aku tidak menyuruhmu pergi, tapi Hanna Karena pekerjaan nya sudah selesai." Jelas Adit dan Hanna pun pergi meninggalkan ruangan boss nya.
Ruangan itu sunyi hanya ada Adit dan Divya berhadapan. " Apa kau mulai takut sekarang, hingga kau menunduk tak berani menunjukkan wajah mu itu, hmm?" Adit berkata dengan nada mengejek dan mendekat ke arah Divya lalu tersenyum smirk.
Divya yang melihat Adit mendekat ke arahnya mundur dengan langkah pelan sampai mentok ke dinding ruangan itu. "Apa yang akan kau lakukan?" Tanya Divya gugup karena Adit sudah ada didepannya menerobos jarak diantara mereka. Dengan tangan adit yang mengurung pergerakan Divya oleh kedua tangannya yang menempel di dinding.
"Ada apa ha?kau takut atau mulai terpesona dengan ketampanan ku." Kata Adit sombong sambil memandangi wajah cantik milik Divya dan tangannya seakan tidak terkontrol untuk menyentuh wajah Divya yang tampak menawan dalam pandangan nya.
Melihat perlakuan Adit yang menjadi-jadi, Divya menepis tangan adit dengan kasar.
Divya keluar dari dekapan Adit dan berniat meninggalkan ruangan itu, namun tangannya dicegat oleh Adit.
"Mau kemana kau ha?" Tanya adit menatap bola mata berwarna biru kristal itu.
"Saya tidak ingin bekerjasama dengan anda pak Adit. Orang yang tidak bisa menghargai wanita apalagi bawahannya."
"Kalau begitu kembalikan uangku!" Tegas Adit dan berjalan duduk dengan santainya di kursi kebesarannya. Divya yang mendengar itu langsung berbalik menuju meja Adit.
"Aku tidak pernah mengambil sepeserpun uangmu Pak adit."
Adit yang mendengar itupun tertawa terbahak-bahak menampakan gigi putih yang tersusun rapi dirahang kokohnya. Orang-orang yang berada di luar ruangan adit terperangah karena boss nya tidak pernah tertawa sekeras itu.
Adapun tertawa hanya tersenyum pelit saja yang hampir tidak terlihat. Orang bertanya-tanya siapa yang membuat seorang Aditya yang berwajah dingin dan terkenal kejam bisa tertawa sekeras itu.
Di ruangan adit, divya hanya menampakkan wajah polos nya karena tidak tahu-menahu tentang uang yang dimaksud Adit.
"Apa kau benar-benar tidak tahu?kau telah menandatangani kontrak dengan perusahaan ku. Apa kau tidak membaca dengan benar seluruh isi kontraknya?Baiklah, akan kujelaskan. Kau bekerjasama dengan perusahaan selama tiga bulan, kalau kau tidak menyelesaikan tugasmu, maka kau harus membayar denda sebesar 150 juta. Apa kau mengerti sekarang nona Divya?" Jelas Adit panjang lebar dan tersenyum tipis pada Divya
"Apa?! Tidak mungkin hmm..." Divya mengerucutkan bibir seksinya, menggerutu mengutuki kebodohannya.
"Kau bodoh Divya... bodoh! Kemana kau akan mencari uang sebanyak itu, warisanmu saja tidak cukup untuk menebus nya. Astaga apa yang kau pikirkan Divya, kau tidak punya warisan yang ada hanya hutang. Oleh karena itulah kau datang kekota ini untuk bekerja dengan tujuan melunasi hutang yang sudah menggunung itu." Batin Divya frustasi
Adit yang melihat raut wajah Divya yang semakin menggemaskan, hanya tersenyum menahan tawa.
"Jadi bagaimana mau melanjutkan atau berhenti dan kembalikan uangku." Bukan Divya namanya jika menyerah begitu saja. Ia mempunyai seribu satu cara untuk membuat bungkam mulut orang yang ada di depannya sekarang.
"Tentu saja aku memilih berhenti. Tapi kau harus memberiku waktu untuk membayar dendanya." Tawar Divya yang tidak Sudi bekerja sama dengan pemilik perusahaan seperti Adit.
"Tidak mau. Bayar sekarang!" Tolak Adit
"Ohh...apa kau sudah bangkrut sehingga menjadi miskin?" Ledek Divya
"Apa katamu?" Tidak terima jika dirinya dikatai miskin
"Kalau begitu beri aku waktu dan akan kubayar. Apalagi 150 juta bukanlah uang yang besar bagimu. Tapi jika kau tidak memberi ku kesempatan, maka di mataku kau hanyalah seorang pecundang."
"Dasar wanita sialan." Gumam Adit
"Bagaimana?" Tanya Divya
"Baiklah, kerjalah sampai tulangmu itu remuk. Tapi ingat untuk membayar nya. Jangan coba-coba kau kabur, karena aku pasti akan menemukan orang yang berani membohongi ku."
"Tenang saja. Ya sudah aku pergi." Divya pergi dengan perasaan campur aduk.
"Dalam lima tahunpun belum tentu aku bisa mendapatkan uang sebanyak itu." Divya tidak patah semangat, ia berusaha mencari lowongan kerja.
Setelah setengah jam mencari, akhirnya dapatlah perusahaan yang sedang menerima alih komputer dalam bidang informasi.
Yah, walaupun gajinya tidak sebesar di Jaya Group tapi Divya sangat bersyukur dan berharap bisa melemparkan uang 150 juta ke wajah adit dengan penuh kehormatan.
Bersambung 💨
"Kemana dia?Kalau tahu begini, aku tidak akan mengizinkan nya bekerja." Gumam Adit jengkel"An, apakah dia sedang bersama pria lain? Apakah dia sudah mendapatkan pengganti ku an?Dia mengabaikan ku an." Teriak Adit mengusap-usap wajahnya."Bos, anda terlihat seperti gelandangan. kau bucin sekali semenjak ada nona Divya, aku jadi jijik melihatnya." Batin Ander merasa geli"Jawab An!" Bentak Adit"Eh bos, mungkin nona banyak pekerjaan." Jawab Ander asal"Dia lebih mementingkan pekerjaannya dari pada aku, suaminya sendiri an." Kata Adit sendu"Hentikan ekspresi mu itu bos, kau sangat menggelikan membuat ku merinding, tak biasanya kau seperti ini bahkan dengan mantan kekasih mu dulu." Batin Ander
Hari ini divya dengan cepat menyiapkan segala kebutuhan suaminya, dari mulai menyiapkan pakaian kerja sampai makanan Adit. "Sayang, apa kau sudah selesai?" Tanya Divya masuk ke dalam kamar dan melihat Adit sudah rapi dengan setelan formalnya, sambil menenteng dasinya.Divya tau maksud suaminya, lalu ia berjalan mendekat untuk memasang dasi ke leher kokoh pria itu."Sayang, kamu mau gak aku pindahkan tugas di kantor?" Tanya Adit menatap lembut Divya dan melingkarkan lengannya ke pinggang ramping istrinya."Emang aku mau dipindah tugaskan kemana?" Tanya Divya penasaran."Kamu jadi sekretaris ku sayang.""Gak mau, aku mau kerja seperti biasanya. Lagian aku mau lanjutin jalinan kerja sama komunikasi kemarin karena sempat ditunda.""Kamu kan istriku, nyonya Adit gak pantas kerja jadi bawahan. Makanya kamu mau yah jadi sekretaris aku.""Gak...g
Di markasAdit berjalan gontai menuju kursi kebesarannya. "Bagaimana, apa ada informasi?" Tanya Adit pada orang yang ada dihadapannya, mereka adalah Edward, Aron dan Hendra."Ternyata ada mata-mata yang menyelinap ke PP lightning rose bos. Mata-mata itulah yang memanipulasi senjata dan memberikan informasi tentang semua rencana kita pada Tuannya bos." Jelas Aron"Hmm ternyata mereka mengirim anjing pelacak." Ucap Adit penuh seringai licik"Satu lagi bos, pembantaian itu terjadi karena Meiji sedang tak ada di markas dan saat kembali dia mendapat tembakan dan pukulan dari arah belakang bos." Tambah Aron"Berarti kita berurusan dengan lawan yang sama." Ucap Adit berfikir"Apa maksud tuan mereka juga mafia?" Tanya Hendra"Kalau dia bukan mafia, dia tidak akan mungkin tau dimana markas Meiji berada karena hanya sesama mafia yang tau hal
Adit dan Divya sedang berada di dalam mobil. Pasangan yang kasmaran itu sedang asik melempar candaan."Sayang, emang kamu cinta sama aku itu sejak kapan?" Tanya adik menggandeng tangan Divya, menautkan jari-jari mereka dan menciumnya sekilas sedangkan tangan yang satunya fokus menyetir."Sejak malam pertama kita, gak tau entah kenapa aku merasa nyaman sama kamu." Ucap Divya malu disertai wajah nya yang memerah."Cieeee....wajahnya merah gitu, gemes deh aku." Goda Adit"Ihhh kamu tuh fokus aja nyetirnya. Oh ya sayang, kalau kamu sejak kapan cinta sama aku?" Tanya Divya penasaran menatap wajah Adit intens"Hmm kapan ya, mungkin sejak kamu lahir kali." Canda Adit"Apaan sih, aku serius sayang." Uc
"Sayang." teriak Adit menggema di dalam Mancion, karena tak menemukan istrinya selama beberapa jam terakhir."Sayang, kau dimana?" Ucap Adit panik sampai membuka seluruh ruangan di Mancion. Bodohnya dia, kenapa tidak tanya dengan salah satu pelayan yang ada disana? Pasti salah satu dari mereka mengetahui keberadaan Divya."Sayang, kau sudah pulang?" Tanya orang yang berada di belakang Adit. Adit menoleh ke belakang karena mendengar suara wanita yang ia cari, dan langsung menghambur ke pelukan sang pujaan hati.Adit memeluk Divya dengan erat seakan tak mau ditinggalkan. "Sayang, kau dari mana saja?" Ucap Adit masih dalam keadaan memeluk istrinya. Adit memang sangat takut akan kehilangan orang yang sangat ia cintai, karna kejadian 2 atau 3 tahun yang lalu membuatnya sungguh terpukul atas kepergian sang kekasih yang meninggalkan nya di saat lagi sayang-sayang nya."Sa-sayang lepas dulu, aku susah bernaf
Berbeda ketika saat bersama istrinya, Adit selalu ceria, manja dan jahil. Tapi saat bertemu dengan orang lain dia selalu memasang wajah datar tanpa ekspresi, seakan tak peduli dengan keadaan disekitarnya."An, siapkan mobil kita ke markas." titah Adit kepada asisten nya yang bernama Anderson.Anderson adalah asisten pribadi Adit, orangnya tampan juga bijaksana, dan yang terpenting semua tugas yang diberikan selalu tuntas. Dia adalah salah satu orang kepercayaan Adit yang sudah lama bekerja dalam naungan Adit.Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Di lain tempat terlihatlah Aron, Hendra dan si pria dingin Edward. Adit dan Edward memang memiliki karakter yang hampir sama. Sedangkan Aron dan Hendra adalah tipe orang ceria, dan humoris. Namun dibalik sifat mereka itu tersimpan watak iblis tanpa belas kasihan."Hen, kita ganggu gak ya?" Tanya Aron menerawang ke langit-langit markas."
Saat divya begitu khidmat memandangi wajah Adit, tiba-tiba...."Apa sudah puas memandangi wajah ku sayang?" Tanya adit menatap lekat divya"Aku memang tampan sayang." Ujar Adit menyombongkan diri.Mendengar ucapan Adit, seketika wajah Divya bersemu merah. Ia bergegas untuk pergi, namun baru saja ingin melangkah Divya merasakan perih di bagian intinya."Awww, sakit." Teriak Divya karena merasakan perih akibat pergulatan panas mereka semalam."Apa masih sakit sayang?" Tanya Adit dengan wajah panik."Iya, ini sedikit perih." Jawab Divya membetulkan selimut tebal yang membungkus tubuh polosnya. Tanpa pikir panjang Adit langsung menggendong divya ke kamar mandi, dan refleks Divya mengalungkan tangannya ke leher kokoh milik Adit."Ma-mau apa kamu?" Tanya DivyaSeketika cup...ciuman singkat diberi
Divya sedang gugup menanti kedatangan Adit. "Aduh, kok aku jadi gugup gini yah. Tenang Divya kamu itu udah jadi bini orang, jadi buat apa kamu gugup toh diakan suami kami." Gumam divya yang duduk di tepi ranjang dengan meremas jari lentiknya.Tak lama kemudian pintu terbuka, menampakkan seorang pria gagah dengan pakaian pengantinnya mendekat ke arah Divya."Sayang, kamu ngapain?" Tanya Adit duduk di samping Divya"A-aku gak ngapa-ngapain kok. Hmm, kamu gak mandi dulu?" Tanya Divya terbata-bata"Oh yaudah aku mandi dulu. Tunggu aku yah, kamu jangan tidur duluan ok." Goda Adit menatap nakal Divya dan mengecup kilas bibir istrinya sebelum berlalu pergi.Seketika wajah divya memanas, degupan jantungnya tak lagi terkontrol. "Oksigen, mana oksigen. Aku tak bisa bernafas." Divya bermonolog sambil berusaha menormalkan degup jantungnya.Sekitar 30 menit kemudian, pint
Di sebuah ruangan mewah dengan hiasan yang memanjakan mata, terlihatlah seorang wanita cantik dengan gaun pengantinnya."Apakah keputusanku ini benar?" Gumam Divya menatap dirinya di cermin."Divya, apa kamu bahagia dengan pernikahan ini?" Tanya Valen menyelonong masuk tanpa suara dan langsung memeluk sahabatnya dari belakang.Divya yang mendengar pertanyaan pertanyaan mendadak itu, hanya bisa menganggukkan kepala dengan air bening yang muncul dari pelupuk matanya."Kalau kamu bahagia, kenapa menangis?" Valen melepas pelukannya dan menghapus air mata Divya"Ini air mata kebahagiaan bodoh." Divya menjitak kepala Valen pelan. Walaupun pernikahan ini tidak didasari dengan cinta tapi Divya akan tetap berusaha bahagia."Aduh, sakit tau." Valen mengusap kepalanya dan keduanya pun tertawa bersama"Div, ayo kita ke aula. Calon suamimu itu dah nun