Beranda / Romansa / Tersesat Dalam Pelukan Musuh / bab 25 : Jarak di Antara Luka

Share

bab 25 : Jarak di Antara Luka

last update Terakhir Diperbarui: 2025-07-08 10:37:23

Ruangan rumah sakit itu sunyi. Aroma antiseptik menyelimuti udara, sementara cahaya redup sore menembus tirai tipis, membentuk siluet samar di lantai putih.

Diajeng duduk bersandar di ranjangnya, menatap kosong ke jendela. Tubuhnya tampak pulih, tapi tidak dengan jiwanya. Matanya sembab, pipinya pucat, dan sorot hidup dalam dirinya seolah ikut dikubur bersama kepergian bayinya.

Banyu berdiri di sudut ruangan. Sudah satu jam lebih ia di sana, memegang termos berisi sup hangat yang ia bawa dari rumah, tapi Diajeng belum juga menyentuhnya. Ia tak berkata apa pun sejak pagi. Tidak sepatah kata pun.

“Diajeng…” suara Banyu nyaris seperti bisikan.

Diajeng tak menjawab.

“Aku tahu kamu marah. Tapi… tolong, makan sedikit saja.”

Perlahan, Diajeng menoleh, menatap pria itu dengan mata yang sudah kehilangan cahayanya. “Kalau aku makan, apa bayiku bisa kembali?”

Banyu terdiam.

Tubuhnya gemetar, tapi ia tetap berdiri. Ingin memeluk. Ingin menenangkan. Tapi Diajeng menunduk lagi, dan detik itu juga B
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Bab Terkunci

Bab terbaru

  • Tersesat Dalam Pelukan Musuh   bab 29 : di pelukanmu

    Mentari siang mulai merambat, menyusup malu-malu lewat tirai yang setengah terbuka. Di atas ranjang, dua insan yang semalam diliputi badai emosi kini masih terbaring dalam diam.Tapi, bukan diam yang dingin. Ini diam yang… hangat. Menenangkan.Diajeng membuka mata lebih dulu. Cahaya tipis dari jendela menyentuh wajahnya. Ia mengedip pelan—dan baru sadar kepalanya masih bersandar di dada Banyu, yang kini terlelap. Tangan pria itu masih memeluknya lembut.Deg.Deg.Deg.Jantungnya seperti berdentang keras di telinga."Astaga... aku tidur sambil meluk dia?!" batin Diajeng panik.Pelan-pelan Diajeng beringsut mundur, tapi baru saja ia bergerak, Banyu mengerang pelan dan membuka mata. Mata mereka bertemu. Sekejap. Tapi cukup untuk membuat keduanya refleks saling menjauh dengan canggung.“Ehm…” Banyu menggaruk tengkuknya sambil menghindari tatapan. “Tidurmu… nyenyak?”Diajeng langsung duduk dan membetulkan rambutnya yang berantakan. “Aku... ya. Lumayan.”Mereka berdua menunduk. Sunyi. Cangg

  • Tersesat Dalam Pelukan Musuh   bab 28 : Mencarimu

    Jam menunjukkan pukul dua dini hari. Suasana apartemen Banyu yang mewah dan biasanya terasa hangat, malam itu justru dingin seperti es. Diajeng duduk memeluk lututnya di sofa ruang tamu, hanya mengenakan sweater longgar dan celana tidur. Rambutnya masih sedikit basah karena tadi sempat mencuci wajahnya—berharap bisa menghapus sisa-sisa air mata yang terlalu keras mengalir..Namun yang tersisa hanyalah perih.Banyu belum pulang.Diajeng menatap kosong ke arah jendela besar yang menampilkan pemandangan kota Jakarta yang masih menyala. Tapi semua cahaya itu tak mampu menenangkan hatinya. Yang ada justru bayangan-bayangan dari masa lalu berputar dalam pikirannya seperti film rusak yang tak mau berhenti diputar ulang.Nama Erika muncul pertama.Sahabat yang selama ini ia percayai. Tempat ia berlindung. Tempat ia mencurahkan ketakutan dan kebingungan saat hidupnya berantakan... ternyata punya wajah lain di balik topeng manisnya.Diajeng mencengkeram bantal kecil di pelukannya lebih erat. Nap

  • Tersesat Dalam Pelukan Musuh   bab 27 : Ketahuan

    BRAK! Suara pintu kamar Erika terhempas begitu keras, membuat Erika dan Alex tersentak kaget. Selimut terjatuh, tubuh Erika yang masih setengah telanjang terlonjak, sementara Alex buru-buru menarik celana dalamnya yang tergeletak di lantai. Namun, belum sempat keduanya bereaksi lebih jauh, sosok Diajeng sudah berdiri di ambang pintu dengan wajah penuh kemarahan dan mata membara. "A—Ajeng..." suara Erika tercekat. Terlambat. Diajeng sudah menerjang masuk, menarik rambut Erika tanpa ampun, membuat gadis itu menjerit kesakitan. "Dasar pengkhianat! Muka tembok! Kamu pikir aku ini apa?! Boneka bodoh yang bisa kalian permainkan?!" Plak! Plak! Plak! Tiga tamparan mendarat tepat di wajah Erika, membuat pipinya memerah dan tubuhnya terhuyung. Erika berusaha menangkis, tapi Diajeng seperti kehilangan kendali. Bahkan Alex sampai terpaku pada apa yang tengah dilakukan Diajeng "Kau temanku! Sahabat yang kupercaya! Kenapa, Erika?! KENAPA?!" "Berhenti!" Alex berteriak sambil henda

  • Tersesat Dalam Pelukan Musuh   bab 26 : Sebuah Rahasia Besar

    Diajeng terduduk kaku. Suara pintu yang menutup tadi masih terngiang jelas di telinganya, seperti palu yang memukul pelan-pelan bagian terdalam dari hatinya. Nafasnya sesak. Matanya mulai basah lagi, tapi kali ini ia buru-buru menyekanya.Kalau dia terus begini… dia bisa gila.Tatapannya jatuh pada plastik berisi roti dan buah yang ditinggalkan Banyu di meja. Ia tahu pria itu sudah berusaha keras untuk tetap sabar, untuk tetap berada di sisinya. Tapi perasaan bukan sesuatu yang bisa dia kontrol dengan logika."Aku... nggak tahu aku harus gimana lagi," gumamnya pada diri sendiri.Tangannya terulur, membuka plastik dan mengambil sendok kecil. Ia makan sup itu cepat, meskipun panasnya menyengat lidah. Lidahnya tak merasakan rasa apapun—karena hatinya lebih terbakar dari sup itu."Aku butuh keluar dari sini," pikirnya. "Aku butuh… udara. Butuh… ruang untuk berpikir."Setelah menyelesaikan sup dan meneguk air mineral, Diajeng bergerak cepat. Ia turun dari tempat tidur dan menuju lemari kec

  • Tersesat Dalam Pelukan Musuh   bab 25 : Jarak di Antara Luka

    Ruangan rumah sakit itu sunyi. Aroma antiseptik menyelimuti udara, sementara cahaya redup sore menembus tirai tipis, membentuk siluet samar di lantai putih.Diajeng duduk bersandar di ranjangnya, menatap kosong ke jendela. Tubuhnya tampak pulih, tapi tidak dengan jiwanya. Matanya sembab, pipinya pucat, dan sorot hidup dalam dirinya seolah ikut dikubur bersama kepergian bayinya.Banyu berdiri di sudut ruangan. Sudah satu jam lebih ia di sana, memegang termos berisi sup hangat yang ia bawa dari rumah, tapi Diajeng belum juga menyentuhnya. Ia tak berkata apa pun sejak pagi. Tidak sepatah kata pun.“Diajeng…” suara Banyu nyaris seperti bisikan.Diajeng tak menjawab.“Aku tahu kamu marah. Tapi… tolong, makan sedikit saja.”Perlahan, Diajeng menoleh, menatap pria itu dengan mata yang sudah kehilangan cahayanya. “Kalau aku makan, apa bayiku bisa kembali?”Banyu terdiam.Tubuhnya gemetar, tapi ia tetap berdiri. Ingin memeluk. Ingin menenangkan. Tapi Diajeng menunduk lagi, dan detik itu juga B

  • Tersesat Dalam Pelukan Musuh   bab 24 : Kehilangan

    Setelah dokter berlalu, Banyu masih berdiri di tempat yang sama. Diam. Kaku. Seolah tubuhnya kehilangan kendali. Dadanya sesak—terlalu sesak. Lalu perlahan, kedua lututnya melemas. Ia menjatuhkan tubuh ke bangku tunggu yang dingin, memegangi wajahnya dengan kedua tangan.Hening, lalu—Air mata itu jatuh.Panas. Deras.Membasahi sela jemari yang mengepal.Tangis Banyu pecah dalam sunyi lorong rumah sakit. Lelaki itu menunduk dalam-dalam, membiarkan perih membanjiri. Ia menggigit bibir bawahnya keras-keras, mencoba meredam suara, namun tubuhnya tetap bergetar.“Maafkan aku... Maaf... Aku tidak bisa menjagamu,” gumamnya lirih, terisak. “Maafkan aku, Nak... Ayah gagal...”Ia ingat malam-malam saat ia mengelus perut Diajeng, bercakap dengan janin mereka, berharap bayi itu tumbuh sehat, menjadi kebanggaannya. Semua harapan itu kini hancur berantakan.Di tengah isaknya, suara langkah kaki menggema dari ujung lorong."Banyu!"Suara Ibu Banyu.Disusul Papa Diajeng, Ibu Diajeng, dan beberapa an

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status