Darren sangat kesal dengan sikap yang sengaja ditunjukkan Stefani. Di depan kedua teman-teman gadis berparas cantik itu, ia sengaja menarik salah satu lengan baju yang dikenakan olehnya hingga robek.
Stefani menjerit, hingga histeris. Ia menutupi dadanya dengan kedua tangannya sendiri. Meski begitu pantang baginya memasang wajah mengiba bagaikan anjing kelaparan yang minta dikasihani.
Ia sangat paham bagaimana keinginan pria kejam seperti pemuda dihadapannya.
"Hey semua ... lihat, aku bahkan bisa bersikap lebih buruk dari ini jika ada yang mencoba kabur dari tempat ini," ancam Darren, kemudian pergi meninggalkan kamar dan menguncinya kembali.
Meninggalkan k
Delano masih duduk bersantai sambil menikmati secangkir kopi yang disajikan Elis untuknya. Sesekali ia menghirup aroma kopi sebelum menyeruputnya.Aroma khasnya begitu menenangkan. Rasa panasnya menjalar ke otak. Menciptakan sensasi aneh luar biasa, seperti candu ingin menyeruputnya lagi dan lagi.Seringai mengerikan selalu ia tampakkan. Rautnya berubah seram beberapa terakhir belakangan.Elis menghela napas, meminta jeda waktu sejenak agar ia sedikit tenang. Perangai menakutkan itu sangat membuatnya terganggu."Delano, apakah aku boleh meminta jeda waktu sebentar? Kau bebas beris
Mungkin, jika Delano memang benar bermimpi itu akan lebih baik dari kenyataan. Ketika harus menghadapi sosok di mimpinya yang terasa nyata. Senyata Darren berulangkali hadir dalam hidupnya dan merengkuh sisi kejam."Berhenti, bukankah kita saling mengenal? Kenapa kau terus mengganggu ku? Pergi!" cegah Delano, ketika bayangan seorang pria yang mengenakan jubah hitam kian mendekat menghampirinya."Aku mengenalmu." Lelaki itu berjalan mendekat dan mulai mengitari Delano memutari tubuhnya."Tolong berhenti …." Delano meminta dengan suara bergetar.Ia mulai melangkah mundur, lebih banyak dan kali ini ia berhasil menjangkau sebongkah kayu seukuran pipa yang bersandar di dinding kamar.
Delano mengerutkan keningnya. Ia hanya bisa diam sambil mengamati apakah kakinya menapak di tanah? Atau justru sebaliknya?"Benarkah kau muncul dari mimpiku? Kenapa aku sedikit samar mengingatnya?" Delano berusaha berpikir keras.Kepalanya mendadak kembali merasakan sakit yang luar biasa. Ia bahkan pontang-panting ke sana kemari sambil kedua tangannya memegang erat kepalanya yang serasa ingin pecah."Namaku David, aku ingin kamu mengingatnya. Kita pernah bermain di rumah pagoda masa kecilmu dulu. Apa kau ingat," ujar pria pria itu memperkenalkan diri.Delano menyandarkan tubuhnya di tembok samping pintu. Tubuhnya sempoyongan menahan sakit di kepalanya. Ia bahkan tak ingat bagaimana caran
Pagi hari — Castil Tua di Santo Stefaano-ItaliaHari semakin gelap. Benderang telah berganti gulita. Dengan langkah berderap Delano menyusuri koridor-koridor sepi. Ia tidak melewatkan barang satu sisi pun. Matanya terus mengedar sambil membawa senter di tangannya."Sherly," panggil Delano dengan suara serak khasnya.Entah kenapa di keheningan malam, suaranya menjadi seram dan menakutkan. Tak ada seorangpun yang datang di sana. Juga tak satupun yang terlihat. Semua serba gelap.Delano harus menajamkan indera pendengarannya demi bisa menemukan keberadaan gadis itu. Alih-alih mengandalkan lentera atau bahkan senter di genggamannya, ia justru melangkah sembari memejamk
Suara ketukan pintu berulang-ulang. Membuat Stefani dan Lucy yang terlelap dalam lelahnya kembali terjaga."Lucy, apa kau mendengarnya?" tanya Stefani dengan suara lirih berhati-hati.Lucy hanya mengangguk. Kemudian ia menempelkan telinganya ke tembok. Mencoba mendengarkan apakah benar sumber suara ketukan dengan tempo yang sama itu dari tembok sebelahnya."Bukan dari tembok sebelah kita, sepertinya tidak terlalu jauh jaraknya. Aku masih bisa mendengarnya," balas Lucy.Stefani diam sejenak. Kemudian ia beringsut turun, mengintip dari celah balik pintu, apakah ada yang sedang berjaga atau keadaan sedang aman terkendali.
Dani tersungkur di lantai. Bagian tengkuknya meleleh cairan merah kental berbau anyir.Tangannya gemetar meraba tengkuknya sendiri. Ia bangkit dan bergegas meninggalkan kamar, lalu menguncinya. Sementara Lucy dan Stefani mendorongnya kuat-kuat. Berharap bisa mengimbangi tenaga yang dimiliki Dani.BRAAAK!Pintu tertutup, dan tangan Dani dengan cekatan menguncinya."Kalian berani sekali menipuku! Dengar! Aku akan mengadukannya pada Darren, kalian akan mendapat balasan yang setimpal dengan perbuatan kalian. Menipu anak kecil adalah kejahatan!" pekik Dani."Kamu itu pria dewasa, Dani! Hanya saja sika
Delano masih duduk tercengang menatap David yang juga menatapnya dari jarak yang tak seberapa jauh. Hanya beberapa meter saja darinya duduk bersandar.David menatap dengan seringainya, sedangkan Delano melemparkan pandangan mata menunjukkan rasa tidak suka atas kehadiran pria itu.Delano mengesah. Kemudian bangkit dari duduknya, ia berjalan menuju jendela. Kedua tangannya dengan lincah dan cekatan membuka jendela kamar. Setelah menoleh ke belakang, David menghilang.Mata Delano seketika menyapu sekeliling ruangan kamar. Tak lupa ia menjulurkan kepalanya ke arah luar jendela, mencari sosok yang sedari tadi tak mau pergi dari sisinya.Delano meraba dadanya se
Darren duduk termangu di ruang kebesarannya. Kini ia adalah penguasa di galeri Jeff Hilton. Setelah kepergian Delano, dirinyalah yang mengambil alih seluruh kekuasaan bahkan juga hartanya.Sesekali jemarinya gemulai menari di atas laptop miliknya. Sementara matanya menatap tanpa kedip ke arah layar.Dengan lincah ia mengirimkan surel untuk Elis. Seorang wanita berusia paruh baya yang belakangan terakhir sering ditemui Delano.Bibirnya merekah setelah tahu ada jawaban surel untuknya. Pertanda Elis menyetujui permintaannya untuk bertemu."Hmmm … jadwal berkunjung. Kita akan bertemu lagi, Elis," katanya sambil tersenyum licik.Tepat pukul sembilan malam