Share

Bab 4

Sampailah di rumah orang tuaku. Rumah masa kecilku dulu. Jarak dari rumahku ke sini tidaklah lebih dari lima kilometer, jadi bisa saja aku pulang sewaktu-waktu tanpa memberi tahu suamiku terlebih dahulu.

Dio merasa bahagia bila menginap di sini. Karena ia sangat dimanja oleh kakek dan neneknya, begitupun sebaliknya. Orang tuaku selalu menanti-nanti kehadiran cucunya untuk menginap di sini.

"Della, Tedy mana? Kok nggak ikut?" tanya ibuku tiba-tiba mengagetkan lamunanku.

"Mm, anu Bu. Mas Tedy lagi nggak enak badan. Jadi tidak ikut," jawabku kikuk. Pikiranku buntuk tak bisa mencari alasan lain lagi.

"Lho, kok, ditinggal sendiri di rumah? Harusnya kamu ada di sana kalau si Tedy sakit, Del." 

Ibuku selalu mencemaskan menantunya itu, sedangkan aku sebagai anaknya hanya disuruh menurut kepada suami. Nasib!

"I-iya, Bu. Nanti malam Della menyusul ke sana. Lagian aku dan Dio berniat menginap di sini," ujarku sambil memanyunkan bibir. Lalu dengan gopoh membopong tas yang berisikan baju Dio dan sedikit bajuku ke dalam kamar.

"Kamu aneh. Masa suami sakit malah menginap di sini? Dio saja yang menginap, kamu pulang saja. Kasihan 'kan suamimu nggak ada yang urus," cerocos ibu sambil mengelus rambut Dio dan menciuminya.

"Nek, Kakek mana?" Dio bertanya. Sembari bangkit dari pangkuan neneknya.

"Itu, di belakang rumah. Sana temui Kakekmu. Dia sudah kangen denganmu, Dio." 

"Jangan lupa minumkan obat, supaya suamimu cepat sembuh. Ibu mau menyiapkan makanan dulu."

Aku tergolek lesu, bagaimana bisa aku mengatakan itu.

Aku memijat-mijat kepala, ibu yang masih sibuk menata piring di dapur meneriakiku.  

"Sudah, mandi sana, Della. Lalu cepatlah pulang. Istirahat saja di rumahmu, daripada kamu ketiduran di sini. Hari sudah mau petang."

"Nanti saja, Bu. Aku kembali nanti malam."

Ibuku menggeleng pelan. Beliau selalu saja membela dan mengkhawatirkan menantunya itu, padahal anaknya sendiri harusnya diperhatikan.

Ah, sudahlah yang terpenting aksiku nanti malam harus berhasil.

*

Malam itu, aku bersiap-siap akan kembali ke rumah. Tanpa Mas Tedy sadari tentunya.

Dio sudah terlelap, begitu pun orang tuaku. Jam menunjukkan pukul 22.00, sudah hampir pas waktunya untuk melakukan aksiku.

Di ujung gang komplek, aku sengaja mematikan mesin motorku. Agar tak terdengar oleh Mas Tedy akan kehadiranku di sana.

Sampai juga di depan rumah. Aku memarkir motorku di sela semak pagar tanaman milik tetangga dua rumah sebelum rumahku. Sehingga takkan terlihat oleh Mas Tedy, bila tiba-tiba ia mengintip dari dalam rumah.

Aku sengaja memakai jaket berwarna gelap dengan tas ransel yang berisi barang-barang yang mungkin di butuhkan malam ini.

Pintu sudah terkunci, jendela pun sudah tertutup rapat. Beberapa lampu juga sudah di matikan. Rupanya Mas Tedy sudah bersiap untuk istirahat. Hmm, enak sekali hidupnya. Tanpa kehadiran istrinya ini bisa-bisanya tidur dengan nyaman.

Gagang pintu belakang rumah yang aku gapai ternyata terkunci. Namun aku masih punya seribu akal untuk membukanya, yaitu dengan memakai memakai kunci cadangan tentunya. Ah, semudah itu membobol rumah sendiri.

Pintu berhasil di buka. Sembari celingak-celinguk di sekitar, aku menutup kembali pintu dengan pelan.

Keringat mulai mengucur deras, aku putuskan untuk membuka jaket hitamku agar bisa leluasa bergerak.

"Krieett!!"

Suara kursi meja makan tergeser akibat tanganku yang tak sengaja menyenggolnya. Sontak aku langsung bersembunyi di balik tembok wastafel yang kemungkinan besar seseorang takkan bisa melihat dari arah berlawanan.

Untungnya suasana masih hening, itu tandanya Mas Tedy tak mendengar suara aneh yang kutimbulkan. Keadaan masih sunyi dan tenang, hanya bunyi jam dinding saja yang masih berdetak. Apa benar Mas Tedy sudah terlelap?

Aku mengatur nafas yang kian memburu, debaran jantung pun ikut memacu kencang. Jangan sampai suamiku menemukanku mengendap-endap di rumahnya sendiri. Bisa malu aku dibuatnya.

Langkahku telah sampai pada dapur yang jaraknya hanya beberapa langkah dari pintu belakang dan meja makan. Aku terdiam sejenak.

Sayup-sayup terdengar suara sesuatu dari kejauhan. Seperti ....

Apa aku salah dengar?

Aku memasang telinga, mencoba menangkap suara yang lirih seperti infrasonik yang hanya dapat didengar oleh hewan.

Tak salah lagi, suara ini adalah suara manusia yang sedang memadu kasih. Lalu suara siapa? Apa iya suara tetangga terdengar sampai sini?

Aku mencari-cari sumber suara itu. Tampaknya datang dari sekitar kamar belakang. Tak salah lagi, aku segera melangkah ke sana dengan pelan dan pasti.

Kutempelkan daun telingaku ke pintu itu.

Deg! Benar! Itu adalah suara perempuan yang sedang mendes@h, tentu saja pasti sedang terjadi aktivitas terlarang di sana.

Apa itu suara Sita dan Mas Tedy? Tapi tak ada suara laki-laki di sana. Hanya dengkusan perempuan yang nafasnya menderu. 

Tenang, aku harus tetap tenang dan sabar. Walaupun sekujur tubuh sudah semakin gemetar, serta amarah yang berkecamuk dalam dada. Aku harus bisa mengendalikan diri.

Aku mengambil ponselku dari dalam tas, dan bersiap untuk merekam kejadian yang sebentar lagi segera terungkap.

Tanganku sudah siap di gagang pintu, namun aku memeriksanya sekali lagi. Memastikan apakah benar Mas Tedy atau bukan.

Penasaran, aku tak sefokus pertama kali menemukan suara itu. Akhirnya kuputuskan untuk segera menggerebeknya. 

Ponsel on video kamera. Aku memantapkan hati,jika benar memang suamiku yang melakukan ini, setidaknya aku punya bukti bahwa dia berselingkuh.

Oh Tuhan, mengapa hidupku menjadi begini. Berantakan sudah rumah tanggaku. Semua karena perempuan si@lan itu. Dalam hatiku menangis sejadi-jadinya.

Gagang pintu kubuka dengan perlahan. Netraku menelisik tajam, bersiap menangkap kejadian yang membuat hatiku terkoyak sedalam-dalamnya.

Apa?? Aku terbelalak melihat keadaan kamar itu. Badanku langsung lemas dan lunglai, tak kusangka ....

Bersambung ...

Kaugnay na kabanata

Pinakabagong kabanata

DMCA.com Protection Status