Share

Ulah Arga

"Mereka sempet lacak keberadaan Lo lewat nomor HP sama kartu kredit, tapi kayaknya gagal."

"Orang tua gue gimana? Mereka juga nyari?"

Jerry menggeleng. "Cuma nyuruh orang. Katanya kemarin mereka terbang ke Singapura karena ada bisnis."

Jevran berdecih. Dia kira orangtuanya akan lebih perhatian setelah Jevran pergi dari rumah. Sejak kecil Jevran diurus oleh pengasuh dan selalu ditinggal orangtuanya ke luar negeri jika ada bisnis. Makanya Jevran lebih dekat dengan para pegawai di rumah dan kakeknya yang selalu mengajak bermain. Jika diingat lagi, setiap sesuatu terjadi pada Jevran, kakeknya adalah orang pertama yang membela.

Saat itulah Jevran tidak mau suatu saat anaknya merasakan apa yang dirinya rasakan.

Jevran tidak akan terlalu gila kerja. Itu lah kenapa sesibuk-sibuknya dia di kantor, Jevran meluangkan waktu untuk bertemu kakeknya.

****

Jevran menghela nafas melihat bangunan menjulang tinggi di depannya. Mulai sekarang dia bukan bos, Jevran hanya seorang OB di kantornya sendiri. Semoga saja Jerry sudah membuat cara agar dirinya di terima tanpa curiga. Jevran berjalan melangkah menuju lobi. Di depan pintu, dirinya dicegat oleh dua orang satpam.

"Mas kok ke sini lagi? Emang ada AC yang rusak?"

Mampus! Jevran lupa. "Ah, ini... Saya mau ngelamar kerja di sini."

"Bukannya sudah kerja jadi tukang service?"

"Ekhem!" Jevran membenarkan posisi kacamatanya. "Begini, pak. Saya kemarin dipecat sama atasan saya. Kebetulan kemarin gak sengaja denger Pak Jerry bilang ada lowongan untuk OB, jadi saya mau coba."

Kedua satpam itu saling tatap. Mereka memperhatikan penampilan Jevran dari atas sampai bawah. "Kayaknya kalau buat kamu susah. Tapi coba saja, siapa tau rejekinya."

"Betul itu. Masuk ke dalam aja, mas. Nanti bisa tanya resepsionis dimana ruang HRD," kata satpam satunya.

"Terimakasih, pak. Kalau begitu saya masuk dulu."

"Iya. Semoga berhasil."

Awal pertama masuk, Jevran mendapat tatapan tak suka dari para pegawai di sana. Saat bertanya pada resepsionis saja wanita itu seolah tak berniat menanggapi. Tidak tau saja mereka jika orang dibalik penampilan culun itu adalah bos mereka.

Jevran berjalan tertunduk untuk mendalami peran. Sampai di depan pintu dengan papan HRD, pria itu kembali menarik nafas. Tangannya perlahan terangkat untuk mengetuk pintu.

Tok... Tok... Tok...

"Masuk!" terdengar suara di dalam sana.

Jevran membuka pintunya hati-hati dan kembali menutupnya rapat. Dia berjalan mendekat ke meja HRD, serta pandangan yang masih tertunduk.

"Duduk," kata Pria di depannya. "Kamu ini mantan tukang servis yang mau melamar jadi OB?"

Hah? Jevran mendongak melihat orang yang duduk di hadapannya. Sadar dengan kebingungan Jevran, sang HRD mendesah pelan dan menjelaskan maksudnya.

"Atasan saya bilang kalau hari ini akan ada orang yang melamar jadi OB. Katanya dia tukang service yang pernah membetulkan ruangan Bos."

Akhirnya Jevran mengangguk paham. "Betul, pak. Kemarin saya datang ke sini."

Pria paruh baya itu mengusap dagunya sambil melihat penampilan Jevran dari atas sampai bawah. Jevran sudah tidak risih lagi dengan tatapan seperti itu. Rasanya semua orang memang menikah dari suatu tampilan.

"Kamu gak bisa lepas kacamata?"

"Mata saya mint, Pak." Jevran meremat lututnya di bawah meja. Gawat kalau dia di suruh lepas kacamata.

"Ya sudah. Kamu di terima di sini."

"Gimana, pak?"

"Kamu gak denger? Kamu di terima bekerja di sini. Kata Pak Jerry, perusahaan sedang membutuhkan OB. Jadi untuk kali ini tidak ada syarat dan ketentuan. Asal kamu bekerja dengan rajin."

Jevran tidak dapat menahan rasa bahagianya. Dia tersenyum lebar. Ternyata seperti ini rasanya diterima kerja. Ini lebih membahagiakan daripada saat Jevran awal datang ke perusahaan ini, dikenalkan langsung sebagai pemimpin perusahaan.

"Makasih, Pak. Saya janji akan bekerja dengan baik di sini."

"Ya sudah, mulai hari ini kamu bisa langsung masuk kerja. Ayo, saya antar ke tempat kamu bekerja."

"Iya, Pak." Jevran berdiri dan mengikuti orang di depannya. Ah, Jevran harus mengucapkan banyak-banyak terimakasih kepada Jerry setelah ini.

******

"Ujang! Sini kamu!"

"Siap, Pak."

Terlihat seorang pria berseragam OB bergegas menghampiri sang HRD di luar pantry. Jevran mengenalnya. Ujang ini sering membuat datang ke ruangannya untuk membuatkan kopi. Jevran tidak menyangka jiak dirinya akan bekerja bersama Ujang.

"Iya, Pak. Kunaon?" tanya Ujang yang memang orang asli Bandung.

"Ujang, dia ini OB baru. Kamu bimbing dia supaya tidak membuat kesalahan."

"Siap atuh, Pak."

"Awas kamu, ajarin yang bener." HRD itu pergi dari pantry dan kembali ke ruangannya.

Setelah sang HRD pergi, Ujang menarik Jevran masuk ke dalam pantry.

"Nama kamu teh siapa?"

"Joko."

"Kalau nama Saya Ujang. Saya teh asli Bandung."

"Salam kenal ya, Ujang." Jevran sedikit membungkuk.

"Eh,eh... Kamu ngapain? Gak usah begitu atuh. Kita kan sama-sama OB di sini."

Jevran mengusap tengkuknya pelan. "Maaf, saya cuma mau sopan."

"Kalau sama Ujang mah santai aja. Mulai sekarang kita mulai kerja. Ganti baju dulu di loker, hayuk!"

Jevran mengikuti Ujang ke loker. Di sana ia diberi seragam OB dan sepatu khusus untuk bekerja. Ujang memperlakukan Jevran dengan baik. Dia menunjukan tugas apa saja yang akan dikerjakan Jevran selama bekerja di sini. Seperti mendapat bagian membersihkan lantai 4.

Di pantry juga Ujang memperkenalkan Jevran dengan teman-teman OB lain. Jevran tidak menyangka ia akan di sambut baik. Syukurlah para OB di kantornya tidak membeda-bedakan orang. Jevran tidak akan melupakan orang-orang yang memperlakukannya baik di saat menjadi si culun. Caranya berterima kasih adalah meminta Jerry menaikan gaji mereka, termasuk satpam. Sepertinya orang dari kalangan bawah lebih menghargai orang sesama mereka.

"Selain bersih-bersih, tugas kita ya disuruh-suruh. Kadang bikin kopi, beli sarapan, atau pergi ke fotocopy luar."

"Tugas pertama kamu, anterin kopi-kopi ini ke lantai 4. Tadi teh mereka minta dibuatin, cuma belum sempet saya anterin."

"Cuma nganterin aja?" tanya Jevran.

"Iya. Sok atuh, nanti balik lagi ke sini."

Jevran mengambil nampan berisi beberapa cangkir kopi. Pria itu membawanya ke lantai atas menggunakan tangga khusus OB. Jevran tidak tau jika di perusahaannya ada pembatasan orang-orang yang menggunakan lift. Hanya karyawan tetap yang menggunakan lift, sedangkan OB menggunakan tangga biasa. Kebayang tidak jika ada OB yang naik ke lantai atas menggunakan tangga? Selama Jevran memimpin perusahaan, ia tidak tau itu. Mungkin setelah ini ia harus meminta Jerry mengumumkan, lift dapat digunakan semua orang.

Sampai di lantai empat Jevran mulai memberikan kopi kepada karyawan yang memesan. Mereka yang melihat Jevran jadi kebingungan. Sejak kapan ada OB berpenampilan seperti itu?

"OB baru ya?" tanya salah satu karyawan perempuan yang menghentikan pekerjaannya.

"Iya, mbak. Ini kopinya ."

"Oke. Taruh aja di meja."

Jevran menyimpan cangkir itu di atas meja dan kembali mengantarkan cangkir terakhir. Dari kejauhan Jevran sudah tau siapa orang itu. Arga. Pria itu menganga melihat Jevran bekerja di kantor ini. Apalagi langsung masuk kerja hari ini juga.

"Ini kopinya."

"Lo kok bisa diterima?"

Jevran mengangkat kedua bahunya acuh. "Mungkin hoki."

****

"Akhirnya pulang juga." Ujang merentangkan tangannya.

Jevran tertawa pelan melihat Ujang yang merenggangkan otot-otot tubuhnya. Mereka pergi ke parkiran bersama dan mengobrol hal-hal kecil tentang kehidupan mereka.

"Kamu pulang naik apa?" tanya Jevran dengan tangan memainkan ujung bajunya.

"Kalau saya sih naik bis, kontrakan saya teh jauh dari sini. Kamu sendiri naik apa?"

"Aku naik angkot."

Ujang mengangguk . "Oh iya, besok tuh saya sama temen-temen saya gajian. Mungkin kalau kamu mah bulan depan, ya?"

"Jadi kalian semua gajian besok?"

"Iya. Saya teh lagi ngumpulin uang buat beli kipas di kontrakan. Habisnya tiap gajian harus ngirim uang buat bayar hutang orang tua. Tapi gimana ya, namanya juga anak. Gak boleh hitung-hitungan sama orang tua."

Jevran menunduk dan tersenyum. Dia senang bisa dekat dengan para pegawainya. Mungkin dengan adanya masalah ini bisa membuat Jevran menjadi bos yang baik. Dia merasakan apa yang karyawannya rasakan. Mendengarkan keluh kesah mereka langsung tanpa dibatasi pangkat kerja.

"Tuh, bus-nya sudah datang. Saya duluan ya, Jev."

"Hati-hati."

Setelah Ujang pergi dengan bus-nya, Jevran langsung menghubungi Jerry. Panggilan pertama tidak terjawab, kedua kalinya juga belum terjawab. Jevran menunggu beberapa saat lagi sebelum akhirnya mencoba ke tiga kali.

Tut. Panggilan terangkat.

"Lama banget sih angkatnya?" bisik Jevran dengan mata mengawasi sekitar. Takut-takut ada yang menguping pembicaraan mereka.

'Maaf, bos. Abis dari kamar mandi. Ada apa? Hari ini udah mulai kerja, kan? Ga ada yang curiga?'

"Aduh, bukan itu. Gue mau minta tolong lagi sama Lo."

'Apa? Mau naik pangkat?'

"Lo motong omongan gue sekali lagi, gue pecat."

Terdengar suara tawa di sebrang sana. 'Iya-iya. Ada apa?'

"Naikin gaji dua satpam yang jaga di depan kantor. Sama semua OB di lantai bawah."

'Emangnya kenapa?'

"Turutin aja."

'Siap! Udah gak ada lagi?'

"Satu lagi, Lo buat pengumuman kalau lift bisa dipakai secara umum. Masa iya gue naik turun tangga begitu."

'Iya, bos. Iya.'

"Eh, Lo gak masuk hari ini? Gue gak liat Lo."

'Gue lupa bilang, bos. Tadi pagi gue berangkat ke luar kota buat ketemu klien. Mungkin besok sore gue pulang.'

"Oke. Baik-baik Lo di sana. Sorry gue ngerepotin."

'santai aja.'

Jevran menghela nafas pelan. Jerry pasti kesulitan mengatur semuanya sendiri. Dia harus bisa cepat mencari bukti yang dibutuhkan agar perjodohannya batal.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status